Komnas HAM dan DPR Soroti Dugaan Kekerasan Polri di Wadas dan Parigi Moutong
Dugaan kekerasan dari anggota Polri terhadap warga yang menuntut haknya disoroti Komnas HAM dan Komisi III DPR.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·4 menit baca
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyoroti dua kasus kekerasan yang dilakukan aparat Polri kepada rakyat di Wadas, Jawa Tengah, dan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Kedua kasus itu terkait isu tambang. Di Parigi, seorang warga tewas karena peluru tajam. Komisi III DPR, seusai peninjauan ke Wadas, meminta Polri mengedepankan pendekatan humanis dan dialogis.
”Yang paling penting untuk penyelidikan awal ini adalah penyebab kematian Erfadi, peserta aksi menolak aktivitas pertambangan,” kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah Dedi Askary, Senin (14/2/2022).
Erfadi, pemuda berusia 21 tahun itu, mendemo perusahaan pertambangan PT Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan. Erfadi tewas dan para saksi menemukan proyektil peluru tajam bersarang di tubuhnya.
Dedi mengatakan, Komnas HAM berusaha melakukan klarifikasi kepada beberapa pejabat di Polres Parigi Moutong, yaitu Kepala Bagian Operasi Polres Parigi Moutong Ajun Komisaris Junus Achpa. Junus membantah peluru itu berasal dari Polri. Ia mengatakan, Polri mengedepankan sikap humanis dan langkah persuasif, tidak melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata.
”Tapi, keluarga almarhum memperlihatkan proyektil yang mereka temukan di tubuh korban,” kata Dedi.
Ia mengatakan, keluarga memperlihatkan proyektil yang mengenai bagian tubuh belakang sebelah kiri dan tembus ke dada. Hal ini juga dijelaskan oleh tenaga kesehatan dari puskesmas di Desa Katulistiwa saat dilakukan visum dan pengangkatan proyektil yang tersisa dan hinggap di tubuh korban.
Dedi mengatakan, pihaknya telah membicarakan tewasnya demonstran ini dan meminta Polri mengungkap siapa pelaku penembakannya. Komnas HAM juga meminta Polri agar 45 warga yang ditahan untuk dilepaskan. ”Untuk peluru, kami minta uji balistik,” kata Dedi.
Terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, satu tim divisi profesi dan pengamanan (propam) sudah dikirimkan untuk menindaklanjuti adanya kabar seorang warga sipil diduga tertembak polisi dalam aksi penolakan tambang di Kabupaten Parigi Moutong. Adapun korban tewas diduga akibat terkena tembakan aparat saat berusaha membubarkan paksa aksi blokade jalan trans-Sulawesi di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan.
”Hari ini, Bapak Kapolri memerintahkan satu tim dari Divisi Propam juga di-back up dari Divisi Humas Polri untuk langsung berangkat ke Sulteng dan Parigi Moutong,” kata Dedi seperti dikutip dari Kompas.com (14/2/2022).
Dedi menyampaikan, saat ini pihak Divisi Propam Polda Sulteng juga sudah membentuk tim untuk mengusut kejadian itu. ”Kemudian hari ini juga didatangkan tim labfor dari Polda Sulteng dalam rangka mengungkap peristiwa tersebut setuntas-tuntasnya.”
Ia juga menekankan komitmen pimpinan Polri untuk menindak secara tegas siapa pun anggota yang terbukti bersalah dalam kejadian di Parigi Moutong. Lebih lanjut, Polri menyampaikan ucapan belasungkawa atas kejadian itu.
Kekerasan di Wadas
Di kesempatan berbeda, Komnas HAM melakukan pertemuan dengan Kapolda Jateng dan jajarannya untuk mendalami peristiwa tanggal 8 Februari 2022 di Wadas, Purworejo.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, meminta Kapolda untuk memberikan sanksi kepada aparat yang terbukti melakukan kekerasan. Polda juga diminta untuk tidak sembarangan memberikan stempel hoaks kepada akun-akun media sosial yang memberikan reportase lapangan langsung.
”Kami juga minta Polda mengembalikan barang-barang dan peralatan milik warga yang masih disita pihak kepolisian,” kata Beka.
Dalam pertemuan tersebut, Beka mengatakan, Kapolda telah memerintahkan jajarannya untuk mengembalikan barang milik warga serta memerintahkan Kabid Propam untuk melakukan pemeriksaan dan penegakan sanksi kepada personel yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga. ”Komnas HAM terus pantau agar peristiwa yang kemarin tidak terjadi lagi,” kata Beka.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan, salah satu rekomendasi dari kunjungan Komisi III DPR ke Wadas adalah meminta pihak Polda Jateng melakukan pendekatan dialogis dan humanis. Hal ini sesuai dengan moto Polri untuk ”Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi)” terhadap seluruh warga.
Selain itu, Polri diminta mengedepankan keadilan restoratif dalam menjaga kondusivitas keamanan dan ketertiban masyarakat. ”Seluruh warga, ya, baik yang setuju maupun tidak,” kata Desmond.
Ia mengatakan, Komisi III DPR merekomendasikan kepada pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Jateng, kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan balai besar wilayah sungai, melakukan pendekatan dialogis untuk sosialisasi dan komunikasi secara intensif terhadap warga masyarakat di lokasi proyek strategis nasional ataupun daerah sekitar atau penunjang, baik yang setuju maupun belum setuju dengan pengalihan hak.
Sosialisasi ini termasuk mekanisme proses dan pembayaran akibat pengalihan hak atau ganti rugi, rencana pemerintah untuk dapat mendukung kesejahteraan warga pasca-pengalihan hak, skema reklamasi atau perbaikan tanah pascaproyek dan lokasi penambangan, dan manfaat dari proyek strategis nasional bagi warga setempat.
Untuk itu, perlu ada kajian, evaluasi, dan penghitungan kembali kebutuhan dan sumber batu kuari andesit sebagai penunjang pembangunan Bendungan Bener. Perlu juga dilakukan pemetaan kembali lokasi-lokasi sumber batu andesit yang dapat dilakukan pengalihan hak agar sesuai dengan kebutuhan dan mengurangi risiko protes atau penolakan warga di sekitar lokasi proyek strategis nasional.
”Gubernur Jateng, BPN, dan balai besar wilayah sungai perlu reevalusi kebutuhan dan proses ganti rugi,” kata Desmond.