Infiltrasi Jamaah Islamiyah ke Lembaga Publik Kian Gencar
Keterlibatan anggota kelompok teror Jamaah Islamiyah ke lembaga publik kembali terungkap. Aksi tersebut merupakan bagian dari strategi ”tamkin” yang bertujuan membangun negara berbasis agama.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
ANTARA FOTO/RISKY MAULANA
Tim Densus 88 melakukan penjagaan saat penggeledahan.
JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan anggota Jamaah Islamiyah kembali mengungkap upaya infiltrasi kelompok teror tersebut ke lembaga keagamaan publik dan partai politik. Strategi khusus diperlukan agar pemberantasan teror tak terjerumus dalam narasi pemberangusan pihak tertentu.
Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka terorisme di Bengkulu pada Rabu (9/2/2022). Mereka yang berinisial CA, M, dan RH merupakan anggota kelompok teror Jamaah Islamiyah (JI) jaringan Bengkulu yang terhubung dengan jejaring di Palembang, Sumatera Selatan, Riau, dan Sumatera Utara. Ketiganya berbaiat ke kelompok tersebut sejak 1999.
”Dari keterangan dan alat bukti yang didapat, mereka aktif dalam perekrutan, penggalangan dana, dan memfasilitasi pelaku/buron untuk sembunyi atau melarikan diri,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, Senin (14/2).
Dari keterangan dan alat bukti yang didapat, mereka aktif dalam perekrutan, penggalangan dana, dan memfasilitasi pelaku/buron untuk sembunyi atau melarikan diri.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan (tengah).
Diketahui, dua dari tiga tersangka yang ditangkap itu juga aktif dalam organisasi keagamaan publik. Kepala Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Syauqillah membenarkan, RH dan CA merupakan pengurus MUI Kota Bengkulu. Keterlibatan keduanya dengan JI akan didalami dan dibahas dalam rapat pada Senin malam.
”Ya, betul,” katanya membenarkan keanggotaan RH dan CA kepada MUI Kota Bengkulu saat dihubungi dari Jakarta.
Ia mengakui, ini merupakan penangkapan kedua anggota MUI yang terafiliasi dengan JI. Diberitakan, polisi antiteror juga menangkap Ahmad Zain An-Najah yang merupakan mantan anggota Komisi Fatwa MUI dan Farid Ahmad Okbah, anggota Komisi Fatwa MUI Kota Bekasi, Jawa Barat, pada November 2021. Farid Ahmad Okbah juga merupakan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI).
Merespons hal tersebut, pihaknya telah menggelar pertemuan kebangsaan pada akhir Januari 2022 yang diikuti para pengurus MUI, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Pertemuan membahas seputar relasi negara dengan agama, juga keberpihakan Islam terhadap agama dan negara. Dari pertemuan itu, semua pihak sepakat untuk mempertegas komitmen menjaga keutuhan bangsa dan negara. ”Jadi, kami berupaya untuk mencegah, mengimbau, dan menjelaskan ada modus-modus operasi yang seperti ini,” ujar Syauqillah.
DOKUMENTASI PRIBADI
Juru bicara Partai Ummat, Mustofa Nahrawardaya.
Selain merupakan bagian dari MUI, RH juga diketahui sebagai kader partai politik. Juru bicara Partai Ummat, Mustofa Nahrawardaya, membenarkan, RH merupakan bagian dari Partai Ummat Wilayah Bengkulu yang dilantik tiga pekan lalu. Keanggotaannya dimulai bersamaan dengan momentum pelantikan tersebut. Sebelumnya, ia diklaim belum mengikuti program pengaderan di partai yang berdiri pada April 2021 tersebut.
Karena itulah, kami tidak terburu-buru menonaktifkan beliau.
Mustofa melanjutkan, partainya telah melakukan proses seleksi panjang dalam merekrut kader. RH pun dinilai layak karena selama ini RH aktif di berbagai organisasi keagamaan di Bengkulu. Ia juga merupakan pengajar di salah satu perguruan tinggi. ”Karena itulah, kami tidak terburu-buru menonaktifkan beliau,” ujarnya.
Mustofa pun mempertanyakan peran RH dalam kelompok teror dan alasan penegak hukum memilih waktu penangkapan. Agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan, pihaknya merasa perlu untuk menemui RH guna mengetahui duduk perkara penangkapannya. Menurut rencana, ia akan menemui RH dalam dua hari ke depan. ”Kami akan sangat berhati-hati menghadapi kasus ini,” ucapnya.
DOKUMENTASI DENSUS 88 ANTITEROR POLRI
Sejumlah laporan tahunan lembaga pendanaan kelompok teror Jamaah Islamiyah, Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf cabang Lampung.
Strategi ”tamkin”
Syauqillah yang juga Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia menambahkan, keterlibatan anggota JI pada lembaga keagamaan publik dan partai politik merupakan perwujudan dari strategi tamkin atau penguasaan pengaruh pada berbagai bidang yang tujuannya adalah mendapatkan kekuasaan negara. Dalam konteks gerakan Islam di beberapa negara, hal ini juga sudah dilakukan di kawasan Timur Tengah, yakni dengan melakukan infiltrasi ke lembaga-lembaga negara, kemudian melakukan kudeta.
Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian bersama semua pihak. Secara kasatmata, keberadaan JI tidak terlihat sebagai ancaman. ”Namun, dalam konteks jangka panjang, mereka dengan strategi tamkin-nya ingin mendirikan negara dengan sistem yang diinginkan. Itu yang menjadi ancaman bagi kita karena tidak sesuai dengan konsensus negara ini,” kata Syauqillah.
Kampanye yang dilakukan harus melibatkan para mantan teroris yang sudah terlibat dalam aksi pendanaan terorisme untuk menceritakan keterlibatan mereka secara terbuka.
Visiting Fellow Sir Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, Noor Huda Ismail, mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, JI memang memiliki dua wajah, yakni gerakan kekerasan dan nonkekerasan. Dalam hal gerakan nonkekerasan, aktivitasnya sulit dibedakan dengan kegiatan masyarakat umum. Oleh karena itu, diperlukan kampanye khusus untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat ihwal metode yang dilakukan kelompok teror saat ini, misalnya dalam penggalangan dana yang mereka lakukan.
Tangkapan layar laman https://syamorganizer.org/. Densus 88 Antiteror Polri mengungkap bahwa lSyam Organizer merupakan lembaga yang menggalang dana untuk membiayai aktivitas terorisme kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
Tanpa penjelasan yang tepat, masyarakat rawan tergelincir pada narasi bahwa penangkapan teroris dilakukan untuk menyudutkan salah satu kelompok, bahkan salah satu agama. ”Kampanye yang dilakukan harus melibatkan para mantan teroris yang sudah terlibat dalam aksi pendanaan terorisme untuk menceritakan keterlibatan mereka secara terbuka,” kata Noor Huda.
Divisi militer
Tak berhenti di Bengkulu, Ahmad Ramadhan menambahkan, Densus 88 kembali menangkap empat anggota JI di Jawa Tengah pada Senin. Mereka adalah RAB, AJ, N, dan M. Keempatnya merupakan peserta di sasana atau tempat pelatihan beladiri JI yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Tengah.
Diketahui, peserta yang ada di sejumlah sasana itu akan dipilih untuk diberangkatkan mengikuti pelatihan militer di sejumlah negara konflik. Dari empat tersangka itu, satu di antaranya, yakni M, merupakan alumnus pelatihan teror di Moro, Filipina, angkatan kedua. Ia juga pernah diberangkatkan ke Suriah pada 2013.