Presiden Minta Menteri Bicara ke Pers Bukan untuk ”Genit-genitan”
Dalam sejumlah sidang kabinet, menurut Menko Polhukam Mahfud MD, Presiden mengarahkan para menterinya berbicara kepada pers agar publik mengetahui kinerja menteri. Jadi, menteri bisa memperoleh masukan dari publik.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengandalkan pers agar mendapat dukungan publik dalam penetapan kebijakan di pemerintahan. Di sisi lain, pemerintah berharap agar pers senantiasa mengedepankan praktik jurnalisme yang berkualitas. Ini penting agar publik juga semakin percaya dengan kehadiran pers.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam pidatonya secara daring di acara Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Selasa (8/2/2022), mengatakan, jika dirinya ingin menyampaikan sesuatu yang penting dan sensitif, kadang kala ia menyampaikan hal tersebut terlebih dahulu kepada pers. Tujuannya agar hal yang akan disampaikan itu mendapat dukungan publik.
Mahfud mencontohkan ketika dirinya berbicara mengenai kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebelum kasus itu ditanggapi orang lain, ia sudah menggelar konferensi pers terlebih dahulu agar mendapat dukungan publik.
Baca juga: Pada 2022, Satgas BLBI Akan Lebih Galak
Dukungan publik ini penting karena beberapa kalangan sempat pesimistis terhadap upaya pemerintah dalam menangani kasus yang terjadi hampir 22 tahun lalu tersebut. Hasilnya, setelah bekerja selama 7 bulan ini, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI mampu merampas aset yang nilainya mencapai Rp 20 triliun.
”Jadi, sebelum itu (saya sampaikan ke publik), saya minta dukungan pers dulu agar kami kuat. Jadi, publik mendukung sehingga ke depan lebih gampang. Itu semua, antara lain, karena peran pers,” ujar Mahfud.
Acara bertajuk ”Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan” itu juga dihadiri oleh Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Pusat Atal S Depari, dan Ketua Panitia Hari Pers Nasional 2022 Auri Jaya.
Mahfud menjelaskan, dalam beberapa kali sidang kabinet, Presiden juga mengarahkan kepada para menterinya agar berbicara kepada pers bukan untuk ”genit-genitan”, melainkan agar publik mengetahui kinerja menteri. Dengan begitu, para menteri bisa mendapat masukan dan kritik yang obyektif dari publik.
Jurnalisme berkualitas
Di sisi lain, Mahfud menggarisbawahi soal upaya membangun model media massa berkelanjutan. Menurut dia, hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari kedisiplinan pekerja pers dalam mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme dan kualitas mereka.
Jika ingin terus berkelanjutan dan dipercaya publik, seharusnya pers tidak menerapkan praktik jurnalisme yang menggampangkan proses dan menurunkan kualitas. Misalnya, mulai dari menulis tanpa konfirmasi, menulis secara sepihak atau tidak cover both sides, memberi pemaknaan keliru pada sebuah peristiwa, memilih narasumber yang tidak kredibel, hingga praktik mengejar klik (clickbait) dengan membuat judul-judul berita yang menggoda, tetapi melencengkan dari makna.
”Tindakan seperti ini adalah praktik yang perlahan, tetapi pasti menggerus tingkat kepercayaan publik terhadap media, yang sejatinya menjauhkan upaya kita semua untuk membangun model media massa berkelanjutan,” ucap Mahfud.
Namun, lanjutnya, apabila media massa mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional, dengan para jurnalis mampu menciptakan ruang publik yang beradab, daya hidup pers akan lebih terjaga. Sebab, masyarakat selalu membutuhkan informasi yang tepercaya.
”Pers dengan demikian juga bisa menjadi mitra pemerintah dalam memberikan masukan dan kritik, yang dalam berbagai kesempatan kerap menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan penting,” ujar Mahfud.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR Cucun Ahmad Syamsurijal sependapat dengan Mahfud. Peringatan HPN 2022 harus menjadi momentum perbaikan kualitas jurnalisme. Di tengah persaingan ketat seiring banjirnya perusahaan media daring, jurnalisme di Tanah Air tidak boleh terjebak pada jurnalisme clickbait.
”Jurnalisme clickbait hanyalah mengejar viewer tanpa harus memperhatikan kualitas informasi yang disajikan. Bahkan, jurnalisme clickbait ini terkadang melakukan glorifikasi informasi dengan menyajikan judul sensasional tanpa cover both side sehingga bisa menyesatkan publik,” ujar Cucun.
Ia melanjutkan, sebenarnya wajar jika di tengah persaingan ketat perusahaan media berlomba-lomba untuk mendapatkan pembaca ataupun pendengar terbanyak. Apalagi kehadiran media sosial juga kian membuat sesak pasar informasi yang hadir di tengah publik. Namun, seharusnya persaingan tersebut dijawab dengan berlomba menyajikan informasi yang valid, aktual, dan seimbang.
”Pada faktanya, akhir-akhir ini kita dibanjiri informasi yang bombatis yang terkadang tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan cenderung menyesatkan. Dalam momentum HPN, hal tersebut harus menjadi bahan perenungan bagi insan media di Tanah Air,” kata Cucun.
Cucun menegaskan, fungsi pers di era demokrasi ini sangat penting dan vital. Pers menjadi media untuk menggambarkan dinamika publik, baik terkait perkembangan pembangunan maupun perkembangan peradaban masyarakat. Pentingnya fungsi tersebut harus diimbangi dengan penyajian hasil jurnalistik yang berkualitas sehingga bisa menjaga kepercayaan publik.
”Kami menilai pers mempunyai peran strategis untuk membawa Indonesia dalam dinamika pembangunan yang konstruktif dan berorientasi pada pembangunan manusia seutuhnya. Peran strategis pers ini harus kita jaga bersama,” ucap Cucun.
Menurut Cucun, di tengah banjirnya informasi yang masuk ke ruang-ruang publik saat ini, pers Indonesia harus menjadi mercusuar yang menjadi panduan bagi masyarakat. Hal ini penting karena keberadaan media sosial telah membuat siapa pun bisa menjadi wartawan dan memproduksi berita jenis apa pun. Bahkan, akun-akun anonim terkadang mendapat banyak atensi saat mengabarkan berita atau informasi yang bombastis.
”Di sinilah peran pers sebagai mercusuar atau panduan informasi publik. Dengan menyajikan informasi sesuai fakta dan berimbang, disinformasi yang mungkin dimunculkan oleh pihak tak bertanggung jawab melalui media sosial akan terbantahkan,” katanya.
Cucun pun mendesak pemerintah agar terus memperhatikan kesejahteraan pekerja media. Saat ini harus diakui kesejahteraan pekerja media masih menjadi pekerjaan rumah besar karena banyak wartawan hidup dengan kesejahteraan ala kadarnya.
”Pemerintah bisa bekerja sama dengan perusahaan media merumuskan perlindungan dan jaminan kesejahteraan hidup bagi para pekerja media. Kami yakin, jika kesejahteraan pekerja media baik, kualitas jurnalisme di Tanah Air juga akan semakin baik,” ujarnya.