Pengusutan Kasus KTP-el Belum Berakhir, KPK Tahan Dua Tersangka
Keterlibatan pihak-pihak lain akan terus ditelusuri oleh KPK. Salah satu tersangka KTP-el yang berstatus buron dan diduga berada di Singapura juga akan dikejar.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pengungkapan kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik belum berakhir. Dua tersangka dalam kasus tersebut ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Keterlibatan pihak-pihak lain terus ditelusuri meskipun ada di antaranya yang berada di luar negeri.
Kedua tersangka yang telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/2/2022), ialah bekas Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhy Wijaya dan bekas Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka proyek KTP-el sejak pertengahan Agustus 2019.
Selain mereka, saat itu KPK juga menetapkan dua tersangka lain dalam kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun ini. Kedua tersangka tersebut adalah bekas anggota DPR, Miryam S Haryani, dan bekas Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers mengatakan, KPK berkomitmen serius dalam menangani kasus korupsi KTP-el karena penegakan hukum tindak pidana korupsi juga dibatasi oleh masa kedaluwarsa. Untuk itu, tim penyidik akan berupaya secara maksimal menangani perkara ini.
”Prinsip kerja KPK, kami akan terus bekerja secara profesional, dan tentu berdasarkan kecukupan bukti. Siapa pun pihaknya, jika cukup bukti, kami akan memintakan pertanggungjawabannya tanpa pandang bulu,” ujar Lili.
Dalam kasus korupsi KTP-el ini puluhan nama telah disebutkan dalam dakwaan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan bekas Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Puluhan nama itu terbagi menjadi tiga kluster, yaitu Kemendagri, DPR, dan korporasi.
Setidaknya delapan orang telah menjadi terpidana akibat korupsi KTP-el. Sebut saja Irman, Soegiharto, Andi Narogong, Made Oka Masagung, bekas Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo, bekas Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi, bekas Ketua DPR Setya Novanto, serta bekas anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menyampaikan, tim penyidik akan terus berusaha untuk mencari bukti baru setidaknya dari kedua tersangka yang baru ditahan. Bukan tidak mungkin, jika bukti baru itu ditemukan, KPK akan menjerat pihak-pihak lain lagi. Namun, ia menekankan, KPK tidak bisa asal menjerat orang jika tidak disertai alat bukti yang kuat.
”Apalagi ini sifatnya suap. Suap itu antara pemberi dan penerima. Kalau sudah tak ada saksi, tidak ada yang mengaku, selesai. Jadi, kalau memang ada hal-hal yang baru dan memang bisa mengarah pada perbuatan-perbuatan yang bisa dimintakan secara pertanggungjawaban pidana, tentunya kami akan kembangkan,” ucap Karyoto.
Sebagai informasi, salah satu tersangka KTP-el, Paulus Tannos, hingga saat ini diduga berada di Singapura. Terkait hal itu, Karyoto mengatakan, dengan ditandatanganinya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, diharapkan mempermudah KPK untuk mengejar Paulus. Namun, menurut dia, ada satu masalah yang dihadapi, yakni merebaknya kasus Omicron sehingga pelintasan di antara kedua negara belum dibuka.
”Kalau (pelintasan) ini sudah dibuka, tentunya tidak hanya menyangkut Paulus saja, mungkin nama-nama lain yang dalam catatan kami sebagai DPO (daftar pencarian orang), kalau memang keberadaannya bisa di-detect, ya, akan tetap kami cari, termasuk Harun Masiku juga,” tutur Karyoto.
Harun Masiku merupakan buronan kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR. Harun ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada awal Januari 2020. Ia diduga menyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, agar calon anggota legislatif PDI-P dari Daerah pemilihan Sumatera Selatan I tersebut dapat menjadi pengganti caleg terpilih, Nazarudin Kiemas, yang meninggal. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka, keberadaannya tak diketahui.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai, penelusuran aliran dana korupsi penting agar terungkap keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara itu. Namun, itu belum cukup. KPK harus berani mengusut tuntas keterlibatan pihak-pihak tersebut dan membawa mereka ke pengadilan.
Apalagi, lanjut Kurnia, puluhan nama telah disebutkan secara jelas di dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Jika KPK berani menyebutkan puluhan nama-nama itu di dalam dakwaan, KPK juga harus bisa membuktikannya. ”Dan, sepengetahuan saya, belum banyak yang dilakukan KPK dalam penanganan kasus korupsi KTP-el ini,” ujarnya.
Kurnia juga mengingatkan, jaksa KPK saat membacakan tuntutan bekas Ketua DPR Setya Novanto pada 2020 pernah menyampaikan bahwa ada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek KTP-el. Namun, sayangnya, hingga saat ini TPPU terhadap Setya Novanto juga tak kunjung diusut.
”Karena kalau konstruksi hukumnya sudah disampaikan ke publik, baik itu di dakwaan maupun tuntutan, semestinya tidak ada kendala bagi KPK untuk menindaklanjuti,” tutur Kurnia.