Daftar Inventarisasi Masalah RUU TPKS dari pemerintah belum diterima DPR sejak RUU TPKS disetujui menjadi RUU inisiatif DPR, pekan lalu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/AGUIDO ADRI
Koordinator Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Apik Jakarta Uli Pangaribuan (kiri) bersama rekan-rekannya di kantor LPSK, Jakarta, Rabu (17/7/2019). Mereka mengapresiasi putusan kasasi MA dan berterima kasih atas bantuan masyarakat luas sehingga kasus pelecehan seksual yang menimpa Jo (14) dan Ji (7) bisa mendapatkan keadilan.
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS di DPR belum dimulai. Alasannya, sejak RUU TPKS disetujui menjadi RUU inisiatif DPR pekan lalu, pemerintah belum menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah RUU TPKS ke DPR.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya saat dihubungi di Jakarta, Senin (24/1/2022), mengatakan, hingga saat ini Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS belum diserahkan pemerintah. Hal itu bisa terjadi karena dua penyebab. Pertama, Biro Pimpinan Kesekretariatan Jenderal DPR belum menandatangani hasil Rapat Paripurna DPR yang menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR dan mengirimkannya ke pemerintah. Kedua, pemerintah memang belum tuntas merumuskan DIM RUU TPKS sehingga belum diserahkan ke DPR.
”Harus dicek dulu ke dua belah pihak. Kalau (surat hasil paripurna) belum dikirim, itu kesalahannya bukan di pemerintah, tetapi kesalahannya di pimpinan DPR yang seharusnya telah mengirim itu,” ujar Willy.
DPR telah mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (18/1/2022). Sesuai tahapan, seharusnya pimpinan DPR segera mengirimkan surat pengantar ke Presiden Joko Widodo terkait RUU TPKS tersebut untuk meminta surat presiden beserta lampiran DIM sebagai bahan pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya
Willy menegaskan, sejauh ini, dari obrolan informal, proses pembahasan RUU TPKS akan diserahkan kepada Badan Legislasi DPR. Namun, itu juga masih menunggu keputusan dari Badan Musyawarah DPR. Jika kelak pemerintah sudah menyerahkan DIM RUU TPKS dan poin-poin dalam DIM tak banyak, RUU TPKS bisa segera dirampungkan.
”Kalau DIM dari pemerintah tidak banyak, proses pembahasan bisa cepat,” ucap Willy.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar belum merespons pertanyaan Kompas terkait kepastian sudah atau belum dikirimkannya surat pengantar ke Presiden.
Menagih janji
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyayangkan percepatan pembahasan RUU TPKS yang dijanjikan pemerintah dan DPR belum terlihat hingga kini.
”Atau jangan-jangan pemerintah dan DPR memang memperlakukan RUU TPKS sekadar komoditas politik belaka. Kalau publik sedang menyoroti, mereka buru-buru bikin pernyataan untuk segera menyelesaikan. Kalau publik sudah terbuai, mereka justru lupa menunaikan janji mereka,” tambahnya.
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus
Menurut Lucius, RUU TPKS seharusnya diprioritaskan mengingat kejahatan seksual kian merajalela di negeri ini. Jumlah korban kekerasan seksual yang terungkap di masyarakat saat ini pun ibarat fenomena gunung es. Artinya, masih banyak kasus yang belum terungkap karena korban tidak memiliki keberanian untuk melapor,
”Jangan sampai publik beranggapan pemerintah dan DPR hanya memprioritaskan RUU-RUU yang penting dan dibutuhkan oleh mereka saja dan menomorduakan RUU seperti TPKS ini yang sudah sangat jelas pentingnya bagi publik,” kata Lucius.
Ia melanjutkan, peran pimpinan DPR sangat penting di sini dalam mempercepat proses legislasi, termasuk urusan koordinatif dan teknis administratif. Ketua DPR yang merupakan pimpinan Badan Musyawarah DPR harus segera mengirim surat hasil keputusan rapat paripurna serta memutuskan alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU TPKS. Namun, kalau persoalannya ada pada pemerintah yang belum tuntas merampungkan DIM RUU TPKS, pemerintah seharusnya bergerak lebih cepat.