Audit telah dilakukan terkait pengadaan satelit untuk orbit 123 BT.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·2 menit baca
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbicara kepada pers seusai rapat pimpinan Kementerian Pertahanan 2022, Kamis (20/1/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, terkait dugaan korupsi dalam pengadaan satelit komunikasi pertahanan untuk mengisi orbit di slot 123 Bujur Timur, pihaknya mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan telah melakukan audit pengadaan satelit tersebut. ”Kami juga sudah minta pihak BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ) untuk audit,” kata Prabowo, Kamis (20/1/2022), saat meninjau pameran persenjataan seusai rapat pimpinan Kementerian Pertahanan 2022.
Pada Senin (17/1/2022), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan telah ada hasil audit BPKP. Audit menemukan dugaan pelanggaran aturan yang merugikan keuangan negara dan berpotensi akan terus merugikan keuangan negara.
Kerugian dimaksud, pemerintah diharuskan membayar gugatan perdata dari Avanti sebesar Rp 515 miliar berdasarkan putusan pengadilan arbitrase internasional di London, Inggris, 2019. Pada 2021, pemerintah kembali menerima tagihan 21 juta dollar AS (sekitar Rp 300 miliar) dari Navayo berdasarkan putusan arbitrase di Singapura.
”Padahal, berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP, barang yang diterima dari Navayo sebagian besar diduga selundupan. Sebab, tidak ditemukan dokumen pemberitahuan impor barang di Bea Cukai,” jelas Mahfud. Berdasarkan temuan BPKP, barang yang dilengkapi dengan dokumen hanya bernilai sekitar Rp 1,9 miliar atau sekitar 132.000 dollar AS.
Sebelumnya, Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan 2014-2019, mengatakan, penyewaan satelit Artemis milik perusahaan Avanti Communication adalah implementasi dari perintah Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan orbit 123 BT. Pasalnya, apabila tidak diisi dalam tiga tahun, orbit itu akan diambil alih pihak lain. ”Memang belum ada di anggaran, jadi diskresi,” kata Ryamizard.
Danang Widiyoko dari Transparency International Indonesia mengatakan, untuk belanja tidak terduga biasanya sudah disediakan anggarannya. Namun, dalam kontrak-kontrak pengadaan alutsista biasanya sudah dianggarkan sebelumnya. Akan tetapi, bisa juga masuk ke dalam APBN-Perubahan.