Ibu Kota Baru untuk Siapa?
Hanya dalam waktu 43 hari, DPR dan pemerintah menyelesaikan pembahasan RUU Ibu Kota Negara. Pengesahan RUU yang superkilat itu menimbulkan banyak tanya, termasuk jaminan keberlanjutan setelah kekuasaan berganti.
Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara tuntas dibahas hanya dalam waktu 43 hari. Itu pun sebenarnya terpotong masa reses sekitar 25 hari. Dengan demikian, praktis hanya 18 hari Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menyelesaikan pembahasan RUU Ibu Kota Negara.
Pembahasan yang superkilat tentu menimbulkan pertanyaan, ibu kota baru untuk siapa?
Dalam bincang-bincang Satu Meja The Forum, yang ditayangkan di Kompas TV, Rabu (19/1/2022), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menerangkan, pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur adalah suatu peluang untuk membuka pusat-pusat pertumbuhan baru di Indonesia. Pembangunan IKN bukan merupakan pembiayaan diam yang berpotensi merugi, melainkan investasi penting bagi masa depan Indonesia.
”Yang ingin saya sampaikan begini, kalau di sana ada peluang faktor-faktor produksi bisa bekerja dengan meningkatkan produktivitas yang tinggi, dia (IKN) akan menjadi lokomotif, penarik,” kata Suharso.
Indonesia pascapandemi dengan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Pemerintah tidak hanya membangun ibu kota itu an sich, tetapi juga mempertimbangkan dampak bagi pertumbuhan di wilayah sekitar, seperti Balikpapan dan Samarinda. Begitu pula wilayah Kalimantan lain dan kawasan timur Indonesia.
”Jadi, memindahkan gravitasi ekonomi, itulah yang kami harapkan dan mudah-mudahan bisa menggerakkan, dan menurut saya bisa,” katanya.
Terkait dengan legislasi, Suharso menjelaskan bahwa RUU IKN memang memungkinkan dibahas cepat. Sebab, isi UU hanya menyangkut hal-hal umum dan penting, seperti kewilayahan, cara pengaturan wilayah, penyelenggaraan pemerintahan, dan kewenangan khusus yang diberikan. Selain itu, DPR dan pemerintah sudah memahami mekanisme pembahasan dengan mendahulukan pasal-pasal yang telah disetujui bersama.
Baca juga : Superkilat Pembahasan RUU Ibu Kota Negara dan Kisah Bandung Bondowoso...
Sementara ketentuan yang masih menimbulkan perdebatan didiskusikan pada akhir pembahasan.
Setelah RUU IKN disahkan, pemerintah akan langsung menyusun regulasi turunan, baik berupa peraturan pemerintah, peraturan presiden, maupun peraturan teknis lainnya. Sementara pembangunan fisik dimulai setelah otorita terbentuk dan ditargetkan tuntas pada 2045.
”Ini tidak seperti sulapan, atau seperti menggosok-gosok lampu Aladin. Ada tahapan yang secara tertata harus diikuti dengan disiplin. Kami berharap 2045 akan selesai semua,” katanya.
Kehadiran UU IKN diyakini bisa menjadi landasan hukum dan politik bagi pemindahan ibu kota sesuai dengan rencana. Namun, UU itu tak menjamin presiden dan kekuatan politik yang berkuasa selanjutnya memiliki komitmen yang sama untuk meneruskan pemindahan IKN.
Suharso menyadari, UU IKN mungkin saja berubah ketika ada pergantian kekuasaan. Namun, pertimbangan sederhana tidak akan cukup untuk mengubah kebijakan. Politisi juga harus menggunakan hitung-hitungan teknokratis ketika akan memutuskan kebijakan. Jangan sampai kebijakan itu justru membuat pembangunan menjadi mangkrak.
Minim partisipasi
Payung hukum pembangunan IKN baru memang sudah disahkan. Namun, masih ada persyaratan formil pembentukan undang-undang yang belum terpenuhi. Salah satunya partisipasi masyarakat dalam pembahasan RUU IKN.
UU IKN mungkin saja berubah ketika ada pergantian kekuasaan. Namun, pertimbangan sederhana tidak akan cukup untuk mengubah kebijakan. Politisi juga harus menggunakan hitung-hitungan teknokratis ketika akan memutuskan kebijakan. Jangan sampai kebijakan itu justru membuat pembangunan menjadi mangkrak.
Menurut peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, pembahasan RUU IKN ini cenderung top down dan belum melibatkan partisipasi publik sebagaimana mestinya. Padahal, RUU itu mengatur hal yang sangat penting, yakni pemindahan ibu kota negara.
Pembentukan undang-undang juga semestinya dilakukan melalui kajian mendalam serta seluas mungkin partisipasi masyarakat. Selain itu, juga mesti dilandaskan pada naskah akademik yang menyangkut pertimbangan filosofis dan kontekstual. ”Gambarannya harus konkret. Jangan berhenti di asumsi karena ini keputusan politik, dan politik adalah kepentingan. Nah, untuk siapa IKN ini? Apa manfaatnya? Apakah dampaknya diukur?” katanya.
Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pembahasan dilakukan dengan cepat dan konsentrasi tinggi karena pansus memahami landasan hukum pemindahan ibu kota perlu diputuskan segera. Semua syarat formil dan materiil dalam pembentukan RUU juga dipenuhi.
Doli menceritakan, pansus mengundang sekitar 31 ahli untuk dimintai masukan dan pertimbangan. Pansus juga melakukan konsultasi publik ke kampus-kampus di wilayah barat dan timur Indonesia untuk mengetahui persepsi mereka. ”Pembahasannya terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi, semua live, dan bisa melihat. Itu bagian dari pendidikan politik untuk melibatkan masyarakat,” katanya.
Politikus Partai Golkar itu menegaskan, RUU IKN hanya batu pijakan bagi pembangunan IKN baru. Tanpa ada UU, pembangunan IKN tidak bisa dimulai.
Bukan prioritas
Jika melihat proses pembahasan, sebenarnya DPR tidak bulat menyetujui pengesahan RUU IKN. Ada satu fraksi, yakni Fraksi PKS, yang menolak RUU IKN. Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, Fraksi PKS menolak pengesahan RUU IKN karena menilai pemindahan IKN bukanlah prioritas kebutuhan rakyat. Di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini, rakyat membutuhkan bantuan untuk keluar dari tekanan ekonomi dan masalah lainnya.
Fraksi PKS juga memandang pembangunan IKN baru tidak serta-merta dapat menjadi lokomotif pembangunan di wilayah sekitar. Apalagi, jika pembangunan dilakukan tanpa perencanaan matang dan anggaran yang mencukupi. ”Yang terjadi sekarang ialah tanpa perencanaan dan persiapan yang matang, sementara anggaran terbatas sekali, utang tinggi sekali. Ini perkara fundamental sehingga PKS menolak,” ujar Mardani.
Baca juga: Ibu Kota Baru dan Perubahan yang Samar-samar
Setiap kebijakan tentu akan melahirkan pro dan kontra, termasuk pemindahan ibu kota negara. Kini, saatnya pemerintah membuktikan visi dan rencana yang telah dirumuskan. Jangan sampai proyek IKN hanya menguntungkan kelompok tertentu, atau bahkan berhenti di tengah jalan seperti yang dikhawatirkan sebagian masyarakat.