Pemerintah Pusat Dibutuhkan Atasi Lambatnya Pengesahan APBD
Memasuki pekan ketiga Januari 2022, Kementerian Dalam Negeri mencatat ada lebih dari seratus pemerintah daerah yang belum mengesahkan APBD 2022. Padahal, APBD harus disahkan dan ditetapkan dengan batas akhir 31 Desember.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat diharapkan turun tangan dengan memanggil pemerintah daerah dan DPRD untuk mengatasi persoalan terlambatnya pengesahan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah atau APBD. Kementerian Dalam Negeri diharapkan tegas dalam pemberian insentif dan disinsentif agar daerah terpacu untuk mengikuti aturan.
Memasuki pekan ketiga Januari 2022, Kementerian Dalam Negeri mencatat ada lebih dari seratus pemerintah daerah yang belum mengesahkan APBD 2022. Padahal, APBD harus sudah disahkan dan ditetapkan dengan batas akhir 31 Desember. Keterlambatan pengesahan ini berdampak pada rendahnya serapan anggaran yang terjadi tiap tahun (Kompas, 18/1/2022).
Adapun realisasi belanja APBD provinsi dan kabupaten/kota per 31 Desember 2021 sebesar 85,15 persen. Jumlah tersebut tidak jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 82,69 persen. Padahal, beberapa kali Kemendagri mengingatkan pemda agar mempercepat serapan anggaran.
Sebelumnya, Ketua Bidang Pemerintahan dan Pendayagunaan Aparatur Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nikson Nababan mengatakan, salah satu faktor yang membuat pengesahan APBD menjadi terlambat adalah pemerintah daerah tersebut tidak ada kesepakatan dengan DPRD setempat.
Baca juga: Serapan Anggaran Masih Rendah, Realisasi Komitmen Pemda Dinantikan
Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) Lukman Saidmengakui, hampir setiap tahun terjadi keterlambatan pengesahan APBD yang berdampak pada lambatnya serapan anggaran. Menurut Lukman, perbedaan pendapat antara DPRD dan pemda terjadi karena tidak ada sosialisasi dari kementerian. Akibatnya, terjadi perdebatan yang lama dalam persepsi pedoman penyusunan penetapan anggaran.
Ia menambahkan, keterlambatan itu terjadi karena Kemendagri lambat mengeluarkan peraturan mendagri (permendagri) tentang pedoman penyusunan APBD setiap tahun.”Setiap tahun ganti-ganti terus permendagrinya. Kemendagri yang lambat sehingga di daerah menunggu,” kata Lukman saat dihubungi di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) Lukman Said mengakui, hampir setiap tahun terjadi keterlambatan pengesahan APBD yang berdampak pada lambatnya serapan anggaran.
Lukman mengungkapkan, kementerian terkait juga terlambat mengeluarkan petunjuk teknis pedoman penggunaan angggaran setiap tahun. Di sisi lain, ada beberapa daerah yang lambat dalam menyerahkan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Akibat keterlambatan ini, DPRD tidak digaji hingga enam bulan.
Selain itu, dampak dari keterlambatan ini, jika APBD tidak disahkan, akan menggunakan nomenklatur pada tahun sebelumnya.”Rakyat yang rugi karena, misalnya, APBD tahun ini meningkat, maka tidak bisa dipakai,” kata Lukman.
Ia mengatakan, persoalan ini harus segera diperbaiki. Seharusnya pemerintah pusat melihat persoalan di daerah dan memanggil pemda serta DPRD daerah tersebut demi mendapatkan jalan keluarnya.
Baca juga: Teguran Tak Efektif Pacu Realisasi Belanja APBD
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinagamengatakan, pedoman dari Kemendagri dalam bentuk permendagri tidak pernah terlambat. Sebab, siklus proses penganggaraan selalu berada di dalam koridor hubungan urusan pemerintah dan bersifat desentralisasi sesuai dengan undang-undang.
Pedoman penyusunan APBD tahunan dari Kemendagri adalah perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang diturunkan ke aturan teknis, seperti Peraturan Pemerintah Pembinaan dan Pengawasan dan Permendagri No 9/2021 tentang tata cara evaluasi peraturan daerah APBD. Pedoman penyusunan APBD harus merujuk atau memastikan kesesuaian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kepentingan umum, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), KUA-PPAS, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
”Dokumen ini semua sudah tersedia. Daerah sebaiknya merujuk ke dokumen ini. Tarik-menarik kepentingan di pembahasan APBD adalah hal yang lumrah dalam sistem demokrasi. Namun, semua harus dalam koridor perencanaan, prioritas, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Kastorius.
Ia mengungkapkan, hampir semua provinsi telah menetapkan APBD tepat waktu, paling lambat 31 Desermber 2021. Hanya DKI Jakarta yang baru disahkan pada 13 Januari karena ada perbedaan tanggapan terhadap hasil evaluasi dari Kemendagri. Namun, Mendagri telah memfasilitasi. Adapun untuk pengesahan APBD di tingkat kabupaten/kota masih dalam proses pemantauan.
Baca juga: Penyerapan Anggaran Semakin Krusial
Kastorius menegaskan, Kemendagri paham faktor penghambat yang menyebabkan ketidaksepakatan di daerah terhadap APBD antara kepala daerah dan DPRD. Namun, aturan sudah jelas. Evaluasi Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Keuangan Daerah ada di ranah kesesuaian RKPD tahunan yang diperiksa secara saksama.
Kemendagri juga memeriksa KUA-PPS dan satuan anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Bila melenceng dari alur ini, Kemendagri selalu kembali ke aturan.
Agar persoalan APBD dapat teratasi, setiap tahun pemerintah daerah harus fokus pada prioritas dalam menentukan penyerapan anggaran.
Kastorius menegaskan, pembahasan evaluasi dari Kemendagri selalu melibatkan kementerian/lembaga lain, baik itu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kementerian/lembaga terkait, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemendagri sebagai koordinator, pembina, dan pengawas umum melibatkan pemangku kepentingan lainnya demi menjaga kesesuaian APBD dengan perencanaan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman N Suparman mengatakan, agar persoalan APBD dapat teratasi, setiap tahun pemerintah daerah harus fokus pada prioritas dalam menentukan penyerapan anggaran. Pemda dan DPRD harus memiliki komitmen politik yang sama.
Baca Belanja Pemerintah Daerah Penting untuk Mengungkit Sektor Riil
Ia berharap Kemendagri mengambil langkah tegas terhadap daerah yang melewati batas akhir pengesahan APBD. Dengan penegakan pemberian insentif dan disinsentif, daerah akan terpacu untuk mengikuti aturan.
Percepat realisasi APBD
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatonimengatakan, untuk mempercepat realisasi APBD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) perlu melakukan langkah kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan dan anggaran dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pemda perlu mempercepat laporan dan dokumen administrasi pertanggungjawaban setiap kegiatan dan tidak menundanya. Selain itu, perlu merencanakan kegiatan setiap triwulan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten.
”Menetapkan pejabat pengelola keuangan sejak awal tahun. Penetapan pengelola keuangan tidak menggunakan tahun anggaran sehingga tidak perlu melakukan penggantian setiap tahun. Penggantian dilakukan manakala terjadi mutasi atau saat diperlukan,” kata Agus.
Baca juga: Anggaran Daerah yang ”Diendapkan” Rawan Gratifikasi
Agus berharap pemda mempercepat realisasi penggunaan anggaran kesehatan, termasuk pencegahan dan pengendalian pandemi Covid-19, sarana dan prasarana kesehatan, serta bidang kesehatan lainnya yang prioritas.
Peran pemerintah pusat pun sangat dibutuhkan. Karena itu, Kementerian Dalam Negeri membentuk tim monitoring dan evaluasi percepatan realisasi anggaran, antara lain beranggotakan Kementerian Keuangan, BPKP, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Peran pemerintah pusat pun sangat dibutuhkan. Karena itu, Kementerian Dalam Negeri membentuk tim monitoring dan evaluasi percepatan realisasi anggaran.
Di sisi lain, pemda membentuk Tim Asistensi dan Evaluasi Penyerapan Anggaran yang dipimpin sekretaris daerah (sekda) di setiap pemda dan dilakukan rapat secara periodik (bulanan) yang dipimpin kepala daerah sekaligus memberikan teguran dan sanksi bagi OPD yang rendah realisasi anggaran belanjanya. Pada akhir tahun, rapat evaluasi dilakukan setiap minggu.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah melakukan hal yang sama dengan langkah-langkah Kemendagri untuk mendorong percepatan realisasi APBD kabupaten/kota di wilayahnya, di antaranya dengan melaksanakan monitoring, analisis, dan evaluasi serapan anggaran kabupaten dan kota.
Baca juga: Mendamba Birokrasi Peka Krisis
Daerah melaksanakan rapat koordinasi tiga kali dalam satu tahun di awal tahun untuk persiapan pelaksanaan anggaran dan kegiatan; pertengahan tahun untuk evaluasi, revisi anggaran, dan kegiatan; serta akhir tahun untuk evaluasi tahun berjalan dan persiapan pelaksanaan kegiatan dan anggaran tahun berikutnya.
Kemendagri dan pemerintah provinsi melakukan monitoring dan evaluasi setiap bulan. Pada akhir tahun dilakukan setiap minggu dan dipimpin langsung Mendagri dengan dihadiri kepala daerah yang didampingi sekda dan OPD terkait. Selain itu, gubernur dengan dihadiri bupati/wali kota yang didampingi sekda dan OPD terkait.