Ahli Pemerintah Ditanya tentang Perubahan Pendapatnya soal Komponen Cadangan
MK melanjutkan sidang uji materi Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Pengaturan mengenai komponen cadangan menjadi salah satu yang diperdebatkan.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·5 menit baca
Rangkaian upacara penetapan komponen cadangan tahun 2021 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus), Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/10/2021).
JAKARTA, KOMPAS —Salah satu ahli yang diajukan pemerintah dalam uji materi Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Andi Widjajanto, ditanya mengenai perubahan pendapatnya mengenai pentingnya komponen cadangan. Andi yang pada 2010 mengatakan komponen cadangan tidak mendesak, Selasa (18/1/2022), menjadi ahli untuk mendukung pemerintah mempertahankan UU PSDN yang tengah diuji konstitusionalitas normanya oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
UU PSDN salah satunya mengatur pembentukan komponen cadangan dari unsur masyarakat sipil/warga negara untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar kekuatan dan kemampuan komponen utama dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida. Sebelumnya, empat LSM, yaitu Imparsial, Kontras, Yayasan Kebajikan Publik Jakarta, serta Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan 13 pasal di dalam UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN.
MK menyidangkan perkara uji materi tersebut untuk kesekian kalinya. Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, giliran pemerintah mengajukan dua ahli untuk menangkis dalil-dalil para pemohon, yaitu I Gede Panca Astawa (ahli hukum tata negara) dan Andi Widjajanto (ahli pertahanan).
Di hadapan para hakim konstitusi, Andi mengungkapkan, bangsa ini sedang menghadapi dinamika ancaman yang begitu dinamis sehingga harus dilakukan evaluasi setiap tahun oleh Kementerian Pertahanan. Di setiap awal tahun, selalu ada laporan kepada Menteri Pertahanan dan Presiden mengenai ancaman terbaru. Pada kesempatan tersebut, Andi juga menyinggung tentang karakter perang masa depan (future war) yang akan dihadapi Indonesia menjelang 2045. Karakternya sangat berbeda dengan ancaman yang ada pada tahun 1980-an atau 2000-an.
”Ini adalah eksalasi tertinggi yang mungkin harus kita hadapi. Perangnya akan berbasis teknologi, perangnya akan menimbulkan kehancuran yang sangat besar, perang yang akan singkat, tetapi shift battle. Perangnya akan ada di fisik, darat, laut, udara, tetapi juga akan ada di ruang persepsi, akan ada di infrastruktur ekonomi kita, akan ada di infrastruktur digital kita. Perang yang merupakan penggabungan, dan seperti disampaikan Presiden pada 5 Oktober 2020, amanat Hari TNI Ke-75, perangnya adalah perang hibrida,”papar Andi.
Karakter perang baru seperti itu, menurut dia, harus diantisipasi dengan menyiapkan pilar-pilar doktrin, yaitu doktrin pertahanan dan pilar-pilar baru. Doktrin pertahanan yang diperoleh dari pengalaman 75 tahun lebih melakukan operasi militer, sedangkan pilar-pilar baru berkaitan dengan ekonomi pertahanan mulai dari prinsip mobilisasi, transformasi pertahanan, kemandirian pertahanan, industri pertahanan, adaptasi teknologi, hingga investasi pertahanan.
”Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa karena ancaman bersifat dinamis, sebaiknya memang regulasi-regulasi politiknya, terutama yang ada di tingkat undang-undang, memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk kemudian mengantisipasi dinamika-dinamika terkininya,”ungkap Andi.
Andi sempat menyinggung munculnya berbagai hal yang dikenal dengan metaverse, NFT, atau OpenSea yang muncul sedemikian rupa, padahal dua tahun sebelumnya ketika Presiden Jokowi mengungkapkan tentang ancaman perang masa depan, hal itu belum disadari. ”Itulah yang disebut hibrida, yaitu kemunculan teknologi-teknologi baru yang berpengaruh signifikan terhadap kedaulatan, termasuk integritas teritorial kita,”ungkapnya.
Dengan semakin lengkapnya regulasi di bidang pertahanan, mulai dari UU Pertahanan, UU TNI, UU Industri Pertahanan, UU PSDN, hingga undang-undang lain yang masih harus dirumuskan oleh pemerintah, kondisi pertahanan kian mantap untuk menuju Indonesia 2045.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon uji materi, Hussein Ahmad, mempertanyakan sikap Andi Widjajanto yang dinilainya tidak konsisten dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan di media massa. Ia mencontohkan pendapat Andi yang dimuat di Koran Tempo pada 13 Agustus 2010 yang mengungkapkan pembentukan komponen cadangan dalam sistem pertahanan Indonesia tidak mendesak. Sebab, posisi Indonesia yang sedang bersiap ataupun bertahan untuk berperang. ”Pertanyaannya dengan dibentuknya komponen cadangan sekarang dalam UU PSDN ini, apakah Indonesia sedang bersiap untuk berperang?”ujar Hussein.
Andi juga dikonfirmasi kembali terkait pendapatnya yang lampau yang mengungkapkan bahwa yang seharusnya dibenahi terlebih dahulu adalah komponen utama karena komponen utama masih membutuhkan perbaikan di sana-sini. Ia juga ditanyai mengenai tidak adanya mekanisme keberatan bagi warga negara yang tidak ingin menjadi komponen cadangan di dalam UU PSDN. Padahal, sebelumnya, Andi punya perhatian mengenai mekanisme pengajuan keberatan tersebut.
Atas pertanyaan tersebut, Andi mengungkapkan, ada kondisi yang berbeda atau perkembangan yang signifikan antara ketika menuliskan pendapat-pendapatnya pada tahun 2010 dan saat ini. Kondisi itu adalah meningkatnya eskalasi ancaman akibat ketegangan antarnegara besar seperti Amerika Serikat dengan China.
”Apakah akan mengarah ke eskalasi ancaman yang makin memperbesar peluang perang? Ya, terutama karena ada ketegangan antarnegara besar seperti Amerika Serikat di kawasan ini dan ketegangan itu tidak tampak mereda walaupun, misalnya, terjadi perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat,” ungkapnya.
Ia juga mengulas mengenai rencana strategis China 70 tahun yang sudah berjalan dengan tertib. Perancangan strategis China yang dimaksud oleh Andi adalah tahapan-tahapan yang dilalui sejak tahun 1980. Tahap pertama antara 1980 dan 2000 serta tahap kedua 2000 hingga 2020 di mana dalam rencana strateginya, China siap menggelar kekuatan untuk memenangi perang Laut China Selatan. Tahap ketiga adalah 2020 hingga 2050, mereka siap menggelar kekuatan menang perang di dua titik sekaligus sebagai patokannya, yaitu Guam di Samudra Pasifik dan Diego Garcia di Samudra Hindia.
”Ini membuat saya, loh perangnya kemungkinan akan bertambah dan Indonesia harus secara dini menyiapkan untuk itu,” ujarnya.
Terkait dengan keberatan warga negara mengikuti komponen cadangan, Andi mengaku tetap bertahan di posisinya. Menurut dia, komponen cadangan yang diatur di dalam UU PSDN sifatnya lebih mengutamakan hak sehingga bersifat sukarela.
”Kalau warga negara tidak mendaftarkan diri secara sukarela, Kementerian Pertahanan tidak bisa merekrutnya sebagai komponen cadangan. Karena sifatnya hak dan sukarela, ya tidak dibutuhkan pengaturan tentang penolakan,”ujarnya.