Upaya menempatkan sejumlah tokoh politik dari berbagai parpol di kepengurusan NU, dapat dimaknai sebagai upaya NU dekat dengan semua parpol. Selama ini, ada kecenderungan NU hanya dekat dengan PKB.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar (kanan) bersama Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (tengah) saat mengumumkan kepengurusan PBNU periode 2022-2027 di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Kepengurusan PBNU masa khidmat 2022-2027 lebih gemuk dari biasanya.
JAKARTA, KOMPAS — Nahdlatul Ulama ingin menjaga jarak dan keseimbangan terhadap kepentingan politik serta ingin menjadi organisasi yang jauh dari kepentingan politik praktis semata. Hadirnya tokoh-tokoh politik di kepengurusan Nadhlatul Ulama yang baru di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf diharapkan bisa menjadi penyeimbang bagi berbagai kepentingan yang ingin menarik NU ke pusaran politik kepentingan.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, dalam upaya menjaga hubungan politik yang setara dengan semua kepentingan itu, kepengurusan di jajaran PBNU masa khidmat 2022-2027 melibatkan beragam tokoh dari berbagai latar belakang politik.
Di kursi Sekretaris Jenderal (Sekjen), misalnya, ada Saifullah Yusuf yang malang melintang sebagai politisi hingga menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur dan saat ini Wali Kota Pasuruan, Jatim. Ada Nusron Wahid yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar di DPR dan duduk sebagai salah satu Wakil Ketua Umum PBNU.
Ada juga Mardani Maming yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan kini menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Kalimantan Selatan. Ada pula Nasyirul Falah Amru, anggota Fraksi PDI-P di DPR.
Dengan mengajak kader-kader NU yang memiliki pengalaman politik, Yahya berharap kepentingan politik itu seimbang dan berjarak yang sama.
”Karena yang kami hadapi sekarang ini adalah banyak pihak dengan kepentingan masing-masing yang ingin memperebutkan NU. Sekarang kami harus membangun kapasitas NU untuk menghadapi pihak-pihak ini supaya ada hubungan adil. NU tidak dieskploitasi saja, tetapi ada kerja sama yang bermartabat antarkedua pihak,” kata Yahya dalam acara dialog ”Harapan Baru Perjuangan Besar NU 2022-2027” yang disiarkan daring, Sabtu (15/1/2022), di Jakarta.
Presiden Joko Widodo menerima Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terpilih, KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, 29 Desember 2021.
Yahya yang juga mantan juru bicara presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid, mengatakan, tokoh-tokoh politik di tubuh NU itu diharapkan bisa memahami dinamika kepentingan politik yang berkembang dan bagaimana NU mesti merespons situasi itu dengan tepat.
”Mereka ini adalah orang-orang yang punya kapasitas sehingga tahu ada kepentingan apa di balik kelompok-kelompok di luar NU dan bagaimana kami berurusan dengan mereka. Sehingga ada hubungan yang bermartabat, tidak mengeksploitasi NU, dan NU tidak sekadar menjadi tunggangan, tetapi harus saling menguntungkan. Keuntungan itu untuk masyarakat luas,” kata Yahya.
Selain merespons situasi politik, kepengurusan kali ini juga lebih gemuk, yakni ada 184 orang di PBNU. Yahya mengatakan, besarnya jumlah pengurus itu tak terhindarkan karena semakin kompleksnya persoalan yang harus dihadapi oleh NU. Di bawah kepemimpinannya, ada dua fokus yang akan dilakukan, yakni mewujudkan kemandirian ekonomi dan berkontribusi pada perdamaian dunia.
Selain merespons situasi politik, kepengurusan kali ini juga lebih gemuk, yakni ada 184 orang di PBNU.
NU juga melibatkan perempuan di dalam kepengurusan kali ini untuk mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan perempuan, utamanya di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, upaya penempatan berbagai tokoh politik dari beragam parpol di kepengurusan NU dapat dimaknai sebagai upaya NU dekat dengan semua parpol. Selama ini, ada kecenderungan NU dekat dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB pun telah lama dikenal sebagai kekuatan politik tempat kader-kader NU berafiliasi.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes
Namun, dengan hadirnya tokoh-tokoh politik dari parpol lain di tubuh PBNU, Arya melihat ada upaya untuk menjaga kepentingan dan relasi politik yang sama dengan parpol lainnya.
”Kalau dulu, kan, sekjen PBNU adalah mantan sekjen PKB, yakni Helmy Faishal Zaini. Sekarang, bendahara umumnya dari PDI-P. Jadi, ini terlihat upaya untuk menjaga kepentingan semua parpol terhadap NU,” katanya.
Hadirnya tokoh-tokoh politik di kepengurusan NU itu pun diharapkan tidak justru menggiring NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam lebih condong kepada politik praktis. ”Ini yang harus dijaga bersama dan dibuktikan dalam implementasinya,” kata Arya.
Berwawasan perempuan
Secara terpisah, Koodinator Jaringan Muslim Madani (JMM) Syukron Jamal mengatakan, selain sadar dengan isu kepentingan politik, NU kini diharapkan lebih berwawasan perempuan. Hadirnya 11 perempuan di kepengurusan NU adalah pintu awal bagi agenda berwawasan perempuan lainnya yang diharapkan muncul dari NU.
Umat menghadiri puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-73 Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (27/1/2019). Harlah yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo itu diisi dengan shalat tahajud, shalat hajat, shalat subuh berjemaah, doa untuk bangsa, dan juga Deklarasi Laskar Anti Hoaks oleh ratusan ribu jemaah Muslimat NU.
”Hadirnya perempuan di jajaran pengurus itu diharapkan dapat mewarnai jalannya organisasi melalui kebijakan atau program-program berwawasan perempuan dan berperspektif jender. Misalnya, dalam kebijakan dan program pemberdayaan ekonomi umat berbasis pemberdayaan perempuan, yang kita tahu dalam konteks keseharian, misalnya dalam rumah tangga, banyak bersentuhan dengan persoalan-persoalan ekonomi. Di sisi lain, ada persoalan lain, seperti pendidikan, hukum, dan politik dalam konteks partisipasi dan keterwakilan,” kata Syukron.
Hadirnya perempuan di jajaran pengurus itu diharapkan dapat mewarnai jalannya organisasi melalui kebijakan atau program-program berwawasan perempuan.
Syukron mengatakan, penguatan peran perempuan melalui akomodasi pada struktural ini sejatinya bukan sesuatu yang baru di NU. Selama ini, kaum perempuan di pesantren-pesantren, termasuk para nyai, terlibat alam manajemen pengelolaan lembaga pendidikan.