Ahli Ingatkan Lagi Perbedaan Otoritas dengan Daerah dalam RUU IKN
Konsep otoritas tak dikenal di dalam konstitusi. Jika pemerintah bermaksud menjadikan ibu kota negara baru sebagai daerah dengan kepala pemerintahannya ditunjuk presiden, yang tepat adalah pemerintahan khusus.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah ahli pemerintahan daerah kembali mengingatkan perbedaan antara konsepsi otoritas dengan daerah. Kejelasan penggunaan konsep itu penting agar tidak bertentangan dengan konstitusi.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu (15/1/2022), di Jakarta, mengatakan, konsepsi otoritas tidak dikenal di konstitusi, sekalipun ada teori yang mendefinisikan otoritas itu. Adapun konsep daerah secara khusus dimaknai sebagai satu kesatuan masyarakat hukum (sekelompok warga negara) pada wilayah tertentu yang diberi hak untuk mengatur dirinya sendiri.
”Oleh karena itu, daerah adalah badan hukum yang berhak untuk bertindak secara hukum untuk dirinya sendiri, memiliki hak atau kekayaan dan kewajiban sendiri sebagai sebuah unit atau entitas politik,” katanya.
Adapun otoritas adalah unit organisasi pemerintah pusat yang pejabatnya mendapat delegasi dari pemerintah pusat untuk melaksanakan kewenangan tertentu. Dalam pengertian ini, otoritas bukan daerah, dan bukan pula badan hukum.
Lebih jauh, Djohermansyah menerangkan, dengan konsepsi yang berbeda ini, penyebutan otoritas di dalam draf RUU IKN sebagai bentuk pemerintahan menjadi kurang tepat. Jika memperhatikan lebih dalam maksud dari pemerintah ialah untuk membentuk pemerintahan khusus yang kepala pemerintahannya bersifat administratif, atau ditunjuk oleh Presiden, bentuk yang paling tepat ialah pemerintahan khusus.
”Yang paling tepat ialah dibentuk provinsi administratif IKN dengan status provinsi khusus, yang pembentukannya berdasarkan kepentingan strategis nasional,” katanya.
Bukan pula disebut dengan pemerintahan daerah (pemda) khusus, karena daerah adalah suatu badan hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri.
Pengaturan mengenai kekhususan provinsi administratif ini, menurut Djohermansyah, dapat merujuk pada Pasal 31 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Pasal itu mengatur pembentukan daerah dan penyesuaian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional.
Soal bentuk pemerintahan ini, belum ada kesepakatan antara DPR dengan pemerintah. Sebagian fraksi di DPR menilai otoritas tidak ada di konstitusi.
Selain itu, ada pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No 81/PUUVIII/2010 yang berbunyi, ”Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah khusus jika kekhususan itu terkait dengan kenyataan dan kebutuhan politik yang karena posisi dan keadaannya mengharuskan suatu daerah diberikan status khusus, yang tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya”.
Soal bentuk pemerintahan ini, belum ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Sebagian fraksi di DPR menilai otoritas tidak ada di konstitusi sehingga disepakati agar bentuk pemerintahan IKN ialah pemda khusus IKN setingkat provinsi.
Namun, dalam penjelasannya di hadapan DPR, Kamis (13/1/2022), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa melandaskan usulan istilah itu pada Pasal 18 dan Pasal 18 huruf B UUD 1945. Di dalam pasal itu diatur mengenai adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa, yang diatur dengan UU. Otoritas merujuk pada konsep satuan pemerintahan daerah bersifat khusus tersebut. ”Jadi, satuan-satuan pemda inilah yang kita coba adopsi ke dalam RUU IKN ini,” katanya.
Adapun kekhususan dari satuan pemda yang dimaksud meliputi kewenangan untuk mengelola urusan pemerintahan sendiri, tetapi tidak memiliki DPRD. Kepala satuan pemda itu juga tidak disebut dengan gubernur atau wali kota/bupati, dan tidak juga dipilih, serta menjalankan otonomi seluas-luasnya, tetapi terbatas.
Dengan mengikuti Pasal 18 UUD 1945, lanjut Suharso, bentuk pemerintahan IKN adalah pemerintahan daerah khusus ibu kota setingkat provinsi, yang selanjutnya disebut otoritas. ”Jadi, otorita is just a name dari Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota setingkat provinis,” kata Suharso, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu (Kompas, 14/1/2022).
Diatur lebih lanjut
Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, mengenai kekhususan IKN, hal itu akan didalami kembali di dalam pembahasan antara DPR dan pemerintah. Kesepakatan yang sudah muncul ialah bentuk pemerintahan berupa pemda khusus IKN. Adapun kekhususan yang ingin diatur salah satunya ialah kepala daerahnya tidak dipilih, tetapi ditunjuk oleh presiden.
Namun, bagaimana pengaturan itu dinormakan di dalam bahasa UU, dan penggunaan konsepsi yang tepat, akan dibahas lebih lanjut. Sesuai rencana, Pansus RUU IKN melalui panitia kerja akan kembali melakukan rapat dengan pemerintah, Senin (17/1/2022).
Selain persoalan bentuk pemerintahan yang terkait dengan konsepsi otoritas, masih ada tiga persoalan lain yang belum disepakati antara pemerintah dan DPR.
Selain persoalan bentuk pemerintahan yang terkait dengan konsepsi otoritas, masih ada tiga persoalan lain yang belum disepakati antara pemerintah dan DPR, yakni mengenai pembiayaan atau pendanaan, pertanahan, dan penyusunan rencana induk (master plan).