Korupsi Pengelolaan Satelit Orbit 123 Naik ke Penyidikan, Personel TNI Diduga Terlibat
Dugaan korupsi dan penyelewengan kewenangan dalam pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur yang menyebabkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah diindikasikan melibatkan anggota TNI.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung menaikkan status perkara dugaan korupsi dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari penyelidikan ke tingkat penyidikan. Kasus dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara itu diindikasikan melibatkan anggota TNI.
Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa seusai melakukan pertemuan di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (14/1/2022). Menurut Burhanuddin, penyelidikan perkara tersebut telah dinaikkan status hukumnya.
”Bahwa hari ini kami menandatangani surat perintah penyidikannya. Untuk posisi kasusnya, nanti ditanyakan ke Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus),” kata Burhanuddin.
Kamis kemarin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan bahwa kasus itu bermula pada tahun 2015 saat Slot Orbit 123 Bujur Timur kosong. Kekosongan terjadi setelah Satelit Garuda-1 milik sebuah perusahaan swasta nasional keluar dari Orbit 123. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang mendapat hak pengelolaan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan negara lain.
Untuk mengisi kekosongan Slot Orbit 123, Kementerian Komunikasi dan Informatika memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan untuk mendapat hak pengelolaan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan. Pengelolaan slot orbit kemudian dialihkan ke Kemenhan meski tidak ada dasar hukumnya.
Bahwa hari ini kami menandatangani surat perintah penyidikannya.
Selanjutnya, Kemenhan membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015 meski persetujuan penggunaan slot orbit dari Kemenkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 25 Juni 2018, hak pengelolaan slot orbit dikembalikan oleh Kemenhan ke Kemenkominfo.
Dalam proses tersebut, diduga terjadi pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara. Sebab, negara diwajibkan pengadilan untuk membayar uang dalam jumlah yang sangat besar. Salah satunya pengadilan arbitrase di Inggris memutus keharusan Indonesia membayar Rp 515 miliar kepada Avanti. Selain itu, Pengadilan Arbitrase Singapura juga memutus Kemenhan untuk membayar 20,9 juta dollar AS kepada Navayo. Avanti dan Navayo adalah perusahaan penyedia satelit.
Seusai pertemuan dengan Burhanuddin, Andika mengaku telah dipanggil Menko Polhukam. Kepadanya, Mahfud menyampaikan bahwa proses hukum terhadap perkara tersebut akan segera dimulai.
”Dan memang beliau menyebut ada indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum,” kata Andika.
Andika menyatakan, ia dan jajarannya akan mendukung keputusan pemerintah untuk melakukan proses hukum dalam perkara tersebut. Saat ini, pihaknya masih menunggu nama personel TNI yang diduga terlibat dalam perkara itu.