Gugus Tugas RUU TPKS bentukan pemerintah sudah lima kali menggelar pertemuan informal dengan DPR membahas RUU TPKS. Pemerintah dan DPR sama-sama berkomitmen untuk segera menuntaskan pembahasan RUU itu.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
KANTOR STAF PRESIDEN RI
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memimpin rapat koordinasi tingkat menteri membahas percepatan RUU TPKS di Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (11/1/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengapresiasi langkah Dewan Perwakilan Rakyat yang akan menjadikan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR pekan depan. Setelah RUU ini menjadi hak inisiatif DPR, Gugus Tugas Pemerintah akan menyusun daftar inventarisasi masalah atau DIM atas RUU TPKS dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat.
”Wujud komitmen bersama antara pemerintah dan DPR untuk segera menjadikan RUU TPKS sebagai payung hukum yang memadai dalam memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam jumpa pers seusai memimpin rapat koordinasi tingkat menteri yang membahas percepatan RUU TPKS di Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Oemar Sharif Hiariej, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung Fadil Zumhana, dan perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PPPA, dan Gugus Tugas Percepatan RUU TPKS menyatakan terus menjalin komunikasi dengan DPR untuk menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam percepatan pengesahan RUU TPKS
Ketua DPR Puan Maharani dalam pidatonya saat membuka masa persidangan DPR, Selasa, berjanji RUU TPKS akan disetujui menjadi RUU Inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (18/1/2022).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memimpin rapat koordinasi tingkat menteri membahas percepatan RUU TPKS di Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Terkait substansi RUU TPKS, kata Moeldoko, sejauh ini sudah tidak ada masalah karena pembahasannya melibatkan lintas kementerian/lembaga. ”Tidak ada pasal-pasal yang tumpang tindih dalam RUU TPKS,” katanya.
Menurut Moeldoko, rapat koordinasi tersebut digelar untuk merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang telah mendorong percepatan pengesahan RUU TPKS pada Selasa (4/1/2022). Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara juga telah meminta kepada Gugus Tugas Pemerintah yang menangani RUU TPKS untuk segera menyiapkan DIM terhadap draf RUU yang sedang disiapkan oleh DPR.
”Presiden telah memberikan arahan terkait dengan percepatan pembentukan RUU TPKS yang disampaikan oleh beliau yang pertama adalah perlindungan korban kekerasan. Kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama. Kenapa? Data sampai saat ini, kekerasan seksual ada kecenderungan naik,” kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, sepanjang 2020 hingga Juni 2021, tercatat 301.878 kasus kekerasan terhadap perempuan. Presiden Jokowi juga memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR agar ada langkah-langkah percepatan.
Jika RUU TPKS ini telah menjadi hak inisiatif DPR, Gugus Tugas akan segera melakukan langkah lanjutan seperti penjaringan aspirasi pada masyarakat sipil dan kelompok akademik. ”Berikutnya juga kita menunggu surat dari Presiden kepada DPR, termasuk juga penyerahan daftar DIM-nya,” kata Moeldoko.
Perpanjangan Gugus Tugas
Selain itu, masa tugas Gugus Tugas RUU TPKS yang telah berakhir pada Desember 2021 akan diperpanjang minimal enam bulan. ”Enam bulan ke depan akan sedikit kita perluas untuk mengantisipasi dinamika yang akan terjadi di depan seperti apa,” ujar Moeldoko.
Edward OS Hiariej, yang merupakan Ketua Gugus Tugas RUU TPKS, menyebut, pihaknya sudah lima kali melakukan pembahasan RUU TPKS dengan DPR. Menurut Edward, proses pembahasan itu berjalan efektif sehingga dapat menyamakan persepsi di antara kedua belah pihak.
Gugus Tugas juga sudah lima kali berkomunikasi dengan DPR. ”Sudah lima kali konsinyering dengan DPR dan selama konsinyering itu, meski itu dilakukan informal, tapi ternyata sangat efektif untuk menyamakan persepsi, menyamakan frekuensi terhadap kebutuhan-kebutuhan yang perlu diatur di dalam RUU TPKS. Saya kira tidak ada masalah lagi ya,” kata Edward.
Sejumlah mobil diparkir di depan mural berisi seruan untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dibuat di tembok Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin (10/1/2021).
Menurut Edward, draf terakhir beleid tersebut tertanggal 17 November 2021. Saat ini, draf itu telah diinventarisasi dan disiapkan. Tinggal persoalan prosedural yang perlu diselesaikan di DPR. ”Karena ini adalah RUU inisiatif DPR dan kemudian akan disahkan dalam paripurna kita akan meminta dari publik, kemudian surat dari presiden disertai daftar inventarisasi masalah,” ungkapnya.
Ia menyebut beberapa substansi dalam RUU TPKS, yakni aspek pencegahan, aspek tindak pidana, persoalan hukum acara yang terkait dengan rehabilitasi, termasuk di dalamnya adalah perlindungan terhadap korban, restitusi, dan kompensasi.
Edward juga menegaskan bahwa pemerintah menargetkan agar RUU ini dapat disahkan secepatnya. Sebab, pengesahan rancangan beleid ini sudah menjadi political will negara. ”Kalau ditanya kapan (target), ya saya jawab juga kira-kira secara diplomatis lebih cepat lebih baik, as soon as better. Kalau bisa Februari ya Februari, kalau bisa akhir Januari ya akhir Januari, Maret ya Maret,” katanya.