Pembahasan Belum Tuntas, Pansus RUU IKN Tetap Pastikan RUU Disahkan Januari
”Jadi di bulan Januari terkait RUU IKN bisa dituntaskan. Persetujuan tingkat II selesai Januari ini,” kata Wakil Ketua Pansus RUU Ibu Kota Negara (IKN) DPR RI Saan Mustopa.
Oleh
Rini Kustiasih dan Iqbal Basyari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan substansi mengenai kekhususan ibu kota negara masih belum tuntas. Masih ada perdebatan mengenai kekhususan IKN dan implementasi dari kekhususan itu pada pelayanan publik serta konstitusionalitas bentuk pemerintahan. Namun, Panitia Khusus RUU IKN tetap menargetkan agar RUU itu tuntas pada Januari 2022.
Wakil Ketua Pansus RUU IKN Saan Mustopa mengatakan, saat ini pembahasan di tim perumus dan tim sinkronisasi terus dilakukan. Pada Senin (10/1/2022) malam, rapat tim perumus dan tim sinkronisasi juga digelar dan Rabu (12/1/2022) dijadwalkan sudah ada hasil kerja kedua tim.
”Kalau nanti ada masalah-masalah yang terkait dengan substansi yang belum diselesaikan, nanti hari Kamis akan diagendakan laporan tim perumus dan tim sinkronisasi kepada panitia kerja. Kami agendakan pada 18 Januari sudah ada pengambilan keputusan tingkat pertama. Jadi, ada rapat pansus, dan rapat kerja dengan pemerintah,” ujar Saan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Sebelumnya, Pansus RUU IKN menargetkan untuk mengadakan rapat kerja dengan pemerintah pada 13 Januari dan setelahnya dibawa ke rapat paripurna untuk persetujuan tingkat II, 18 Januari. Namun, melihat perkembangan terbaru dalam pembahasan di tim perumus dan tim sinkronisasi, RUU itu baru akan dimintakan persetujuan tingkat I pada 18 Januari. Namun, Saan memastikan RUU itu tetap dituntaskan pada Januari ini.
”Jadi di bulan Januari terkait RUU IKN bisa dituntaskan. Persetujuan tingkat II selesai Januari ini,” ujarnya.
Salah satu perdebatan dalam pembahasan RUU IKN ialah mengenai bentuk pemerintahan dan kekhususan IKN. Mulanya pemerintah menginginkan adanya otorita yang mengelola IKN. Namun, di konstitusi tidak dikenal istilah otorita. Oleh karena itu, akhirnya disepakati bentuk pemerintahannya ialah pemerintahan daerah khusus IKN.
”Soal kekhususannya bagaimana, itu yang masih dibahas di dalam tim perumus dan tim sinkronisasi. Banyak yang kami bahas, misalnya soal representasi politik, di sana tidak ada pilkada, dan ada pemilihan presiden dan pemilihan DPR saja, gubernur setingkat menteri yang diangkat presiden, dan penganggaran IKN sepenuhnya dari APBN,” kata Saan.
Mengenai kekhususan IKN itu, Saan mengatakan, hampir semua fraksi sependapat agar gubernur IKN ini setingkat dengan menteri dan diangkat oleh presiden. Penganggarannya dilakukan melalui APBN. ”Itu akan dibahas lebih lanjut. Sekarang ada 28 DIM atau pasal hasil kesepakatan di tingkat panja yang sedang disinkronisasi,” ujarnya.
Anggota tim perumus dan tim sinkronisasi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengatakan, melihat perumusan mengenai apakah gubernur dipilih langsung oleh Presiden, target 18 Januari agar RUU IKN tuntas di tingkat II mungkin sulit direalisasikan. Karena masih ada pertimbangan untuk memastikan ketentuan itu tidak melanggar konstitusi dan UU Pemerintahan Daerah (Pemda).
Konsep belum bulat
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Fajri Nursyamsi, mengatakan, pembahasan soal substansi RUU seharusnya dilakukan di tahapan panja, bukan di tim perumus dan tim sinkronisasi. Sebab, tim perumus dan tim sinkronisasi hanya melakukan pembenahan redaksional, perumusan yang sesuai bahasa hukum, serta sinkronisasi dan harmonisasi UU itu dengan UU lainnya.
”Seharusnya untuk pembahasan substansi selesai di panja, baru dibawa ke tim perumus dan tim sinkronisasi. Tidak boleh di tim perumus dan tim sinkronisasi masih dirumuskan kekhususan IKN yang merupakan isu besar yang merupakan kerangka atau konten RUU itu. Justru yang harus dijawab ialah bentuk ibu kota dan pemerintahannya karena ini berdampak pada banyak hal, seperti pelayanan publik dan perencanaan kebutuhan anggaran,” kata Fajri.
Namun, sampai saat ini konsep itu belum bulat dan beberapa bagian substansi kekhususan IKN masih dibahas di tim perumus dan tim sinkronisasi. ”Harusnya itu selesai dibahas di panja. Kalau memang konsepnya belum bulat, kenapa harus buru-buru seolah dikejar waktu. Bukan prosesnya terus maju dan legalkan apa pun proses pembahasannya sehingga seolah-olah pembahasan RUU IKN ini hanya milik pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Pembahasan mengenai kekhususan IKN, kata Fajri, tidak memadai jika dilakukan di tim perumus dan tim sinkronisasi. Karena pembahasan ini berakar pada proses politik yang melibatkan publik. ”Pengambilan keputusan seharusnya melalui proses yang lebih terbuka dan bukan menjadi sekadar hanya keputusan internal pemerintah dan DPR,” katanya.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan, bentuk yang paling tepat jika mengikuti konsepsi usulan pemerintah ialah Pemerintahan Khusus Ibu Kota Negara, bukan Pemerintahan Daerah Khusus IKN. Sebab, jika merujuk pada definisi pemerintahan daerah, yang diatur di UU No 23/2014 tentang Pemda, daerah merupakan satu kesatuan hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri. Artinya, harus ada kepala daerah dan lembaga legislatif di wilayah pemda itu.
Dengan pemerintahan khusus, Presiden bisa menunjuk gubernur administratif. Gubernur itu juga dapat disetarakan dengan menteri dan anggaran pengelolaan IKN berasal dari pemerintah pusat. Gubernur administratif itu juga dapat menunjuk walikota administratif, hingga kecamatan, dan kelurahan untuk membantunya dalam menyelenggarakan pemerintahan di IKN.
”Konsekuensinya, karena merupakan daerah administratif, maka tidak boleh ada pemungutan pajak kepada warga di IKN karena semua dibiayai oleh pusat,” katanya.