Jabatan Wakil Menteri Dinilai Jadi Beban Politik dan Anggaran
Penambahan jabatan wakil menteri di Kementerian Dalam Negeri menambah panjang deretan kursi wakil menteri. Penambahan jabatan ini bisa membebani anggaran negara. Secara konstitusional, jabatan ini pun tak dikenal.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo kembali menambah jabatan wakil menteri dan kali ini di Kementerian Dalam Negeri. Jabatan itu ditetapkan lewat Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2021 tentang Kementerian Dalam Negeri. Adanya posisi Wakil Menteri Dalam Negeri ini menambah panjang deretan kursi wakil menteri menjadi 24 posisi wakil menteri. Penambahan wakil menteri ini dinilai dapat menjadi beban politik dan menambah beban anggaran negara.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, Kamis (6/1/2022), mengatakan, penambahan posisi Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) ini bisa menjadi beban politik dan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari segi anggaran, posisi Wamendagri ada di atas direktur jenderal (dirjen) sehingga bisa menjadi beban anggaran.
Di saat keuangan negara kurang baik, semestinya perlu dilakukan penghematan, termasuk anggaran untuk jabatan yang tidak menjadi kebutuhan yang mendesak. ”Anggaran negara seharusnya digunakan untuk kepentingan yang lebih menyentuh kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan urgensi dan relevansi penambahan jabatan Wamendagri. ”Apa alasan (Presiden) Jokowi menambah kursi wakil menteri? Apakah penambahan Wamendagri ini demi mengakomodasi kepentingan politik atau memperkuat kinerja kementerian?” ujar Guspardi.
Secara terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2021 tentang Kementerian Dalam Negeri ditetapkan Presiden Jokowi pada 30 Desember 2021. Di dalam peraturan itu salah satunya mengatur jabatan Wamendagri.
Diakui Tjahjo, penambahan jabatan wakil menteri di Kemendagri menambah panjang deretan kursi wakil menteri yang kosong. Hingga saat ini, berdasarkan penelusuran Kompas, ada 24 posisi wakil menteri. Sebanyak 14 posisi telah diisi, di antaranya di Wakil Menteri Luar Negeri dan Wakil Menteri Pertahanan. Selebihnya, 10 posisi wakil menteri masih kosong, di antaranya Wakil Menteri Sosial, termasuk Wamendagri yang baru ditetapkan.
Menteri dan wakil menteri merupakan jabatan politis. Karena itu, semua tergantung dari beban kerja kementerian dan kepentingan politik.
Tjahjo mengatakan, terkait dengan waktu dan orang yang mengisi posisi wakil menteri menjadi hak prerogatif presiden. ”Jangan dilihat kenapa masih kosong. Semua tergantung dari Presiden, kapan diisinya,” kata Tjahjo.
Ia menjelaskan, menteri dan wakil menteri merupakan jabatan politis. Karena itu, semua tergantung dari beban kerja kementerian dan kepentingan politik.
Hal hampir senada juga disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Menurut dia, tidak selalu posisi wamen diisi. ”Memang dalam kelembagaan beberapa kementerian yang cukup besar ada posisi wamen. Hal itu karena kita bisa (suatu saat) menghadapi suasana ketidakpastian. Jadi, ada situasi tertentu di mana (kementerian) perlu di-backup oleh wamen,” kata Pratikno saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Pratikno, dunia berubah cepat dan diliputi banyak ketidakpastian. Atas dasar itu, secara kelembagaan pemerintah juga harus membuat kelembagaan yang fleksibel. ”Jadi, ada posisi wamen tetapi tidak berarti harus selalu diisi,” ujar Pratikno.
Namun, diingatkan oleh Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari bahwa jabatan wakil menteri tidak perlu ada. Secara konstitusional, jabatan wakil menteri tidak dikenal. Sebab, menurut Pasal 17 UUD 1945, presiden dibantu menteri. ”Soal beban kerja para menteri dibantu para dirjen dan direktur setiap bidang,” kata Feri.
Lebih lanjut, Feri mengatakan, penambahan posisi wakil menteri tak lain hanya untuk membagi-bagi kekuasaan, bukan untuk memudahkan kerja konstitusional presiden.