Bobot perkara Harun Masiku sangat serius karena diduga terkait aktor-aktor politik yang dekat dengan kekuasaan. Penangkapan Harun juga penting agar KPK tak dianggap kurang serius mencarinya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·6 menit baca
Menutup tahun 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat beberapa keberhasilan, mulai dari penyelamatan uang negara, melakukan pemulihan aset, hingga menyetorkan pendapatan negara bukan pajak yang fantastis jumlahnya. Namun, di tengah gemilang capaian itu, KPK belum berhasil menangkap Harun Masiku.
Lebih rinci, KPK telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 35,9 triliun, melakukan pemulihan aset sebesar Rp 374,4 miliar, dan menyetorkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara sebesar Rp 203,9 miliar. KPK juga telah menangani berbagai kasus yang menjadi perhatian publik, seperti perkara bantuan sosial yang menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara serta melakukan supervisi terhadap 107 perkara yang ditangani aparat penegak hukum lainnya.
Namun, dari sederet pencapaian kinerja KPK tersebut, lembaga antirasuah itu masih memiliki pekerjaan rumah, yakni belum tertangkapnya buron yang selama ini menjadi perhatian publik, yakni Harun Masiku. Selain Harun Masiku, ada tiga orang lainnya yang masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK, yakni Surya Darmadi (2019), Izil Azhar (2018), dan Kirana Aotama (2017).
”Mudah-mudahan setelah pandemi Covid-19 mereda, akan semakin leluasa kami kejar. Bukan hanya Harun Masiku,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2021, Rabu (29/12/2021).
Hampir dua tahun, bekas calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang menjadi tersangka kasus suap pergantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024 itu tidak diketahui rimbanya. Sementara tiga tersangka lainnya telah divonis bersalah.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Januari 2020, pada 13 Januari 2020 Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendeteksi Harun telah keluar dari Indonesia menuju Singapura pada 6 Januari 2020. Kemudian disebutkan bahwa Harun sudah masuk DPO dan permohonan bantuan kepada Interpol dilayangkan. Namun, pada 22 Januari, Ditjen Imigrasi Kemenkumham menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
Pada awal Agustus 2021, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, KPK telah meminta bantuan Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan Interpol untuk mencari Harun Masiku. Merasa tak mampu, KPK meminta bantuan Interpol untuk menerbitkan red notice.
Dalam konferensi pers pada 24 Agustus 2021, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengungkapkan, KPK kebingungan mencari Harun Masiku karena dia disebut tidak berada di dalam negeri. Sementara menurut Karyoto, KPK belum bisa menangkapnya karena kondisi pandemi Covid-19.
Di sisi lain, Ronald Sinyal, bekas penyidik KPK yang diberhentikan dari KPK karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), pernah mengungkapkan bahwa Harun masih berada di Indonesia. Meski tidak mengungkapkan detail lokasi keberadaan Harun, Ronald yang terlibat dalam tim pencarian Harun menyampaikan bahwa pada Agustus tersebut Harun masih berada di sekitar wilayah pencariannya.
Harun Al Rasyid, penyelidik KPK yang juga diberhentikan karena tak lolos TWK, saat itu juga menyatakan Harun bisa ditangkap asalkan KPK serius. Ia pun bersedia membantu melacak keberadaannya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ketika ditanya mengenai informasi dari Interpol terkait keberadaan Harun Masiku, Kamis (30/12/2021), mengatakan, sampai saat ini belum ada informasi terkait keberadaan Harun yang masuk ke pimpinan KPK. Meski demikian, Alexander memastikan KPK akan mengejar Harun jika keberadaannya terdeteksi.
”Misalnya, kalau yang bersangkutan ada di luar negeri, kita pasti akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum setempat, misalnya seperti itu. Samalah kasusnya dulu (Muhammad) Nazaruddin,” kata Alexander.
KPK tersandera
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, berpandangan, berbagai pencapaian KPK tahun ini bukanlah prestasi. Sebab, kinerja di bidang penindakan, pencegahan, dan pendidikan antikorupsi sama sekali tidak membawa perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi. Buruknya kinerja KPK diperparah dengan belum tertangkapnya Harun Masiku hingga saat ini.
Menurut Zaenur, dari berbagai hal yang telah dilakukan KPK sepanjang 2021, Harun tetap menjadi parameter publik dalam melihat independensi, komitmen, serta kemauan KPK dalam pemberantasan korupsi. Sebab, dalam perkara suap pergantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024, Harun diduga terkait dengan aktor-aktor politik lain yang lebih besar.
”Tanpa mengecilkan DPO yang lain, bobot perkara Harun Masiku itu sangat serius karena diduga terkait aktor-aktor politik yang dekat dengan kekuasaan. Jadi, nilai penting dari Harun Masiku adalah dia menjadi kunci dalam kasus berdimensi politik, sebab diduga ada aktor lain yang sampai saat ini belum diproses KPK,” tutur Zaenur.
Alih-alih penangkapan Harun Masiku akan berjalan mudah, dalam pelarian Harun justru diduga terjadi kebocoran informasi. Sulitnya menangkap Harun juga memunculkan dugaan adanya upaya melindungi yang bersangkutan oleh pihak-pihak tertentu.
Di sisi lain, Zaenur yakin KPK memiliki kemampuan untuk menangkap Harun Masiku. Masalahnya, KPK dinilai tidak mau melakukannya. Hal itu ditunjukkan dari pernyataan pejabat KPK yang beralasan tidak bisa menangkap Harun karena terkendala pandemi Covid-19. Pernyataan tersebut justru makin memperlihatkan bahwa KPK enggan menangkap Harun.
”Harun Masiku akan menyandera KPK sampai kapan pun. Selama tidak menangkap dan membawanya ke persidangan serta mengungkap aktor-aktor lain dalam kasus itu, sulit bagi KPK untuk mengatakan bahwa kinerjanya berhasil,” ujar Zaenur.
Senada dengan Zaenur, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, berpandangan, masih adanya empat orang dalam DPO yang belum ditangkap KPK dinilai sebagai kegagalan KPK. Dari keempat nama yang masuk DPO, Harun Masiku yang paling dinanti publik.
”Bagaimana tidak? Sejak awal penanganan perkara suap pergantian antarwaktu anggota DPR itu, KPK sudah menunjukkan keinginan untuk tidak memproses hukum penyuap komisioner KPU, Wahyu Setiawan, itu,” kata Kurnia.
Hal itu, lanjut Kurnia, dapat dilihat dari sejumlah kejadian ketika Harun hendak ditangkap, yakni minimnya perlindungan pimpinan KPK terhadap pegawai KPK yang diduga disekap di PTIK (Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian), kegagalan penyegelan kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI-P, serta pengembalian paksa penyidik KPK ke instansi Polri. Yang terakhir, pegawai KPK yang ditugaskan mencari Harun Masiku diberhentikan melalui TWK.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif berpandangan, dari pengalaman KPK periode sebelumnya, selama buron KPK belum berganti warga negara atau menyandang status permanent resident negara lain, buron tersebut akan mudah ditemukan, termasuk jika buron tersebut melarikan diri ke luar negeri.
Hal itu, menurut Laode, tampak dari penangkapan beberapa buron oleh KPK pada waktu lalu, seperti penangkapan bendahara partai politik M Nazaruddin dan istri petinggi polisi Nunun Nurbaeti. Oleh karena itu, Laode berharap agar KPK dapat segera menemukan Harun Masiku karena dia telah cukup lama menjadi buron.
”Penangkapan Harun Masiku ini penting agar KPK tidak dianggap kurang serius mencari Harun,” kata Laode.
Sudah 23 bulan berjalan, tak ada kabar dari Harun Masiku. Seperti nila setitik, capaian manis KPK seolah menjadi tawar. Sementara publik terus bertanya, ”Di mana Harun Masiku?”