Mengarungi Tahun Politik di Tengah Pagebluk
Saat ancaman Covid-19 masih mengintai, soliditas pusat-daerah yang jadi kunci menangkalnya akan menghadapi ujian berat.

Lambang partai politik peserta Pemilu 2019 tergambar di sebuah tembok di kawasan Gandaria, Jakarta, Minggu (24/10/2021).
Sekalipun sempat ”terseok” di pertengahan 2021 akibat gelombang kedua Covid-19, beberapa bulan berselang Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang mampu menangani pandemi. Berdasarkan NIKKEI Covid-19 Recovery Index, Oktober 2021, performa Indonesia menempati urutan ke-41 dari 121 negara terbaik dalam penanganan pandemi. Bahkan, Indonesia menjadi negara terbaik di Asia Tenggara dalam mengatasi pandemi.
Bagaimanapun, keberhasilan Indonesia mengatasi pandemi tak lepas dari peran para kepala dan wakil kepala daerah yang memimpin di lapangan dan sinergi pusat dan daerah. Kebijakan yang dibuat pemerintah pusat tidak akan mungkin berjalan efektif jika tidak dijalankan para pemimpin daerah.
Meski secercah harapan dalam penanganan pandemi muncul, masuknya varian Omicron, yang disebut lebih menular daripada varian Delta, di akhir tahun ini melahirkan tantangan baru bagi pemimpin daerah untuk 2022. Kompleksitas penanganannya bisa kian rumit karena 101 kepala dan wakil kepala daerah, terdiri dari 7 gubernur-wakil gubernur, 76 bupati-wakil bupati, dan 18 wali kota-wakil wali kota, akan mengakhiri masa jabatannya di 2022. Artinya, di daerah-daerah itu hanya akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang kewenangannya terbatas.
Bagi 447 daerah lainnya, bukan berarti tantangan yang dihadapi lebih ringan. Tiga tahun menjelang pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak secara nasional pada 2024, aura kontestasi akan semakin terasa.
Baca juga: Tahun Politik Datang Lebih Cepat

Pengendara melewati videotron bertema Covid-19 di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (12/11/2021).
Tahun politik bisa membuat para pemimpin daerah lebih mementingkan partai politik yang mengusung mereka agar meraih elektabilitas tinggi pada 2024. Selain itu, bisa juga membuat mereka, khususnya yang ingin maju di pemilu legislatif, pemilu presiden, ataupun maju kembali di Pilkada 2024, lebih mementingkan elektabilitasnya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan populis alih-alih kepentingan penanganan pandemi atau dampak ekonomi dan lainnya yang ditimbulkan pandemi.
Selain menghadapi ancaman Omicron, percepatan vaksinasi Covid-19 masih jadi pekerjaan rumah pimpinan daerah sebagai bagian dari Satuan Tugas Covid-19 di daerah. Mengutip data Kementerian Kesehatan per 24 Desember 2021, cakupan vaksinasi dosis pertama mencapai 75,31 persen, tetapi dosis kedua baru 53,14 persen.
Di luar problem vaksinasi, lambat dan tak optimalnya penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada 2021 harus menjadi perhatian agar tak kembali terulang di 2022. Hingga 29 Desember 2021, rata-rata realisasi belanja APBD provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia baru mencapai 80,13 persen. Percepatan penyerapan anggaran tahun ini pun baru terlihat sejak sekitar dua bulan lalu.
Lebih ironis lagi, dari hasil pemantauan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia, hingga November 2021, ada lebih dari Rp 203 triliun simpanan kas pemerintah daerah yang ”diendapkan” di bank. Dana tersimpan dalam bentuk giro, deposito, atau tabungan, bukan justru digunakan untuk membantu masyarakat dalam menghadapi pandemi.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian beserta jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Sumatera Barat seusai rapat koordinasi membahas percepatan vaksinasi Covid-19, di Padang, Sumatera Barat, Jumat (17/12/2021).
Alhasil, hampir tiap bulan di semester kedua 2021 Kemendagri mengingatkan kepala daerah terkait hal itu, termasuk pentingnya percepatan penyerapan anggaran. Serapan anggaran sangat penting untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi yang terpuruk sebagai imbas dari pandemi.
Presiden Joko Widodo pun sering berkeliling untuk memastikan percepatan vaksinasi, terutama di daerah-daerah yang cakupannya masih rendah. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sampai mengeluarkan ancaman sanksi bagi daerah yang tak bisa memenuhi target vaksinasi dosis pertama sebesar 70 persen hingga akhir Desember 2021. Sanksi itu berupa teguran dan disinsentif atau tidak akan diberikan tambahan dana insentif daerah. Sebaliknya, bagi daerah yang memenuhi target, Kemendagri akan mengusulkan menerima tambahan dana insentif daerah dan dana alokasi umum kepada Kemenkeu.
Baca juga: Target Vaksinasi Daerah Tak Tercapai, Sanksi Bakal Dijatuhkan
Harus kreatif
Ketua Bidang Pemerintahan dan Pendayagunaan Aparatur Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nikson Nababan mengakui, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan pimpinan daerah pada 2022. Karena itu, dibutuhkan kreativitas, inovasi, dan skala prioritas pembangunan. Sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi kunci dalam penanganan pandemi, termasuk menopang program kerja kepala daerah yang sudah tertuang di visi dan misi, rencana strategis, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Memasuki tahun politik ataupun tidak, pemda tetap harus mengeluarkan program yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat. ”Tentu saja penganggarannya harus sesuai rencana strategis daerah yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah agar tidak bertentangan dengan regulasi,” ujarnya, Rabu (29/12/2021).

Seorang siswa sekolah dasar tampak takut dengan jarum suntik saat menerima vaksin Covid-19 dosis pertama yang digelar di SD Negeri Larangan Selatan 03, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Rabu (29/12/2021).
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengungkapkan, pemerintah akan tetap fokus melindungi keselamatan masyarakat dalam menghadapi Covid-19. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengedepankan prinsip penanganan dari hulu ke hilir. Dari hulu yakni dengan pengetatan penegakan protokol kesehatan, sedangkan dari hilir, misalnya, dengan memperbanyak kapasitas ruang isolasi atau mengonversi tempat tidur untuk isolasi pasien Covid-19.
”Prinsip penanganan pandemi Covid-19 inilah yang perlu kita kolaborasikan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Ia mengklaim, pemerintah pusat selalu membangun komunikasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menghadapi pandemi. Tak kurang pula saran yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dalam upaya mempercepat vaksinasi, misalnya, pemda diminta melakukan terobosan dan proaktif, jemput bola dan mendatangi masyarakat, serta bekerja sama dengan TNI dan Polri, terutama pada target warga lansia dan daerah yang cakupan vaksinasinya rendah.

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal
Dari sisi ketersediaan anggaran, menurut Safrizal, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 untuk pendapatan negara sebesar Rp 1.840,7 triliun diproyeksikan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional dan kebijakan optimalisasi. Adapun untuk belanja negara sebesar Rp 2.708,7 triliun dengan rincian belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.938,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 770,4 triliun.
Pada anggaran belanja negara tetap diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi Covid-19 dan perlindungan masyarakat, reformasi struktural untuk menghindari opportunity loss, penyelesaian pembangunan infrastruktur strategis, melanjutkan reformasi penganggaran, serta melanjutkan kebijakan perbaikan kualitas belanja daerah untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan.
”Pemerintah melalui anggaran perlindungan sosial tahun 2022 akan mempercepat penurunan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan pembangunan sumber daya manusia jangka panjang,” katanya.
Agar target terimplementasi secara terukur dan tepat sasaran, maka pemerintah pusat akan tetap mengawal kerja pemda, di antaranya dalam penyempurnaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pemerintah mendukung reformasi perlindungan sosial secara bertahap dan terukur, program jaminan kehilangan pekerjaan, peningkatan kualitas implementasi program perlindungan sosial, serta melanjutkan program perlindungan sosial melalui bantuan sosial, subsidi, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa.
Dengan tahun 2022 sudah memasuki tahun politik, Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengingatkan pentingnya stabilitas politik dan keamanan untuk tetap dijaga. ”Stabilitas politik dan keamanan perlu dijaga agar tetap kondusif di tahun politik mendatang ini agar program pemulihan ekonomi serta aneka program peningkatan kesejahteraan rakyat dapat berjalan secara baik,” katanya.
Ego sektoral
Satu hal penting lainnya yang harus menjadi perhatian, menurut Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung, adalah meniadakan ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah. Meski sepanjang 2021 ego sektoral ini sudah terkikis apalagi jika dibandingkan dengan tahun pertama pandemi pada 2020, hal itu masih kerap terlihat dalam sejumlah kebijakan yang diterbitkan.
”Dalam situasi darurat mengatasi pandemi, dibutuhkan gerak cepat dan kepemimpinan yang sedikit instruktif. Maka, ego sektoral pemda mesti dikurangi agar koordinasi bisa lebih optimal,” ujarnya.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia (kanan) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/3/2021).
Memasuki tahun politik, menurut Doli, isu yang berkembang di publik akan terfokus pada dua hal, yakni isu kesehatan dan pemulihan ekonomi. Dengan demikian, kepala daerah ataupun wakil kepala daerah yang ingin maju pada pemilu legislatif dan presiden atau pilkada pada 2024 mesti menjadikan tahun 2022 sebagai momentum untuk membuat kebijakan yang sangat dibutuhkan publik. ”Pada akhirnya, masyarakat akan menilai siapa yang lebih banyak berbuat untuk masyarakat untuk dipilih saat pemilu,” katanya.
Bahkan, menurut Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, kepemimpinan lokal akan makin diuji di 2022. Di satu sisi, mereka dihadapkan pada tugas berat penanganan pandemi yang mengharuskan koordinasi dan sinergi dengan pemerintah pusat, tetapi di sisi lain ada kebutuhan membuat program-program populis demi meninggalkan warisan terbaik di masa jabatannya.
Kepala dan wakil kepala daerah diprediksi akan banyak melahirkan program-program populis, seperti pemberian bantuan sosial dan proyek padat karya, demi mendongkrak popularitas dan elektabilitas. Kebijakan itu dirasa mulai masif pada 2020 dan akan semakin terasa menjelang 2024. Namun, kebijakan itu sifatnya hanya bisa dinikmati sesaat.
”Sekalipun kebijakan bisa tetap sejalan dengan penanganan pandemi, kepala daerah tetap harus berada dalam koridor aturan yang berlaku agar program-program itu tetap sejalan dengan pusat,” ujarnya.
Baca juga: Menyoal Penjabat Kepala Daerah

Sementara tantangan tak kalah berat menanti penjabat kepala daerah. Meskipun akan lebih mudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena berasal dari kalangan birokrat, mereka memiliki tantangan menjaga hubungan politik dengan pemangku kepentingan lain. Penjabat kepala daerah sebaiknya merupakan tokoh dengan kapasitas yang mumpuni karena harus berkomunikasi dengan DPRD dan forum koordinasi pimpinan daerah.
Oleh karena itu, Djohermansyah mengingatkan agar para penjabat kepala daerah disiapkan jauh-jauh hari. Mereka harus dibekali keterampilan agar bisa menjalankan fungsi politik dan pemerintahan kelak.