KPK membeberkan kinerjanya selama 2021. Salah satunya, pemulihan aset hingga Rp 374,4 miliar. Namun ICW menilai kinerja KPK justru melemah. Jumlah operasi tangkap tangan menurun. KPK juga tak menyentuh perkara strategis.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mencatat beberapa pencapaian, seperti melakukan pemulihan aset sebesar Rp 374,4 miliar dari perkara yang ditangani. Namun, Indonesia Corruption Watch menilai kinerja KPK dalam hal penindakan terus merosot.
Dalam Laporan Akhir Tahun KPK yang dilangsungkan pada Rabu (29/12/2021), Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron secara bergantian memaparkan pencapaian kinerja KPK sepanjang 2021.
”Kita tetap berkomitmen untuk melaksanakan pemberantasan korupsi. Karena sesungguhnya, tidak pernah suatu negara bisa mewujudkan tujuannya kalau korupsi belum bisa tertangani,” kata Firli.
Alexander memaparkan, di bidang penindakan, jumlah aset yang berhasil dipulihkan senilai Rp 374,4 miliar. Pemulihan tersebut berasal dari penindakan perkara korupsi oleh KPK.
Adapun rinciannya adalah perkara dalam tahap penyelidikan sebanyak 127 perkara, penyidikan sebanyak 105 perkara, penuntutan sebanyak 108 perkara, inkrah sebanyak 90 perkara, dan telah melakukan eksekusi putusan terhadap 94 perkara. Jumlah tersangka yang ditahan sebanyak 123 orang.
Sementara hingga akhir tahun ini KPK berhasil menyetorkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 203,29 miliar. Jumlah itu terdiri dari pendapatan gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik negara Rp 1,67 miliar serta uang sitaan hasil korupsi dan uang pengganti yang telah berkekuatan hukum tetap Rp 166,48 miliar. Selain itu, sumber lainnya adalah pendapatan denda dan penjualan hasil lelang serta pencucian uang sebesar Rp 24,63 miliar dan pendapatan lainnya Rp 10,51 miliar.
Terkait dengan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN), sepanjang 2021 KPK mencatat pelaporan LHKPN sebesar 97,31 persen dan tingkat kepatuhan mencapai 93,1 persen.
”Membandingkan LHKPN antarperiode itu jangan hanya dilihat nilainya karena itu sering kali mencerminkan kenaikan harga, seperti harga tanah. Ini menjadi isu atau rumor ketika melihat pejabat itu kekayaannya meningkat, padahal kalau dilihat jenis atau jumlah asetnya tidak berubah,” tutur Alexander.
Nurul Ghufron menambahkan, penyelamatan uang negara yang dilakukan KPK pada 2021 berjumlah Rp 35,9 triliun. Jumlah itu terdiri dari piutang pajak daerah yang berpotensi tidak tertagih sebesar Rp 4,9 triliun, penyertifikatan aset Rp 11,2 triliun, penyelamatan aset Rp 10,3 triliun, serta penyelamatan aset daerah berjumlah Rp 9,4 triliun.
Adapun kegiatan supervisi KPK dalam kasus korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum lain berjumlah 107 berkas perkara. Dari jumlah itu, yang prosesnya berlanjut ke tahap selanjutnya sebanyak 92 berkas perkara.
Buronan KPK
Selain itu, disampaikan juga empat orang yang masuk daftar pencarian orang KPK. Keempatnya ialah Harun Masiku, Surya Darmadi, Izil Azhar, dan Kirana Aotama. ”Mudah-mudahan setelah pandemi Covid-19 mereda, akan semakin leluasa kami kejar. Bukan hanya Harun Masiku,” ujar Ghufron.
Demikian pula terkait dengan amanat agar KPK melakukan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) juga dinilai telah berhasil meski dalam prosesnya menjadi perhatian publik. Dengan demikian, per 20 Desember 2021, pegawai KPK berjumlah 1.552 orang.
Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, berpandangan, KPK saat ini mengalami berbagai permasalahan karena diakibatkan kekeliruan politik hukum dari pemerintah dengan mengundangkan UU KPK yang baru dan akibat kebijakan pimpinan KPK. Salah satu yang paling jelas adalah persoalan tes wawasan kebangsaan yang berujung pada pemecatan pegawai KPK.
”Dalam lingkup pengelolaan internal kelembagaan, kita baru melihat pemecatan puluhan pegawai KPK yang selama ini dikenal berintegritas, sementara ada malaadministrasi dan pelanggaran HAM. Persoalan lain adalah keteladanan. Bagaimana tidak, dua pimpinan KPK melanggar kode etik,” tutur Kurnia.
Selain itu, kinerja KPK dalam lingkup penindakan dinilai merosot tajam. Dalam ”Laporan Hasil Pemantauan Dua Tahun Kinerja KPK”, ICW mencatat, jika pada 2019 terdapat 21 tangkap tangan, jumlah itu anjlok menjadi 7 tangkap tangan pada 2020 dan turun menjadi 6 tangkap tangan pada 2021.
Demikian pula dalam penanganan perkara strategis, ICW mencatat bahwa meskipun KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang melibatkan penegak hukum dan penyelenggara negara, kewenangan itu tidak diabaikan. Salah satunya adalah KPK tidak ambil bagian dalam perkara suap Joko S Tjandra.
”Ada surat perintah supervisi dari KPK, tetapi hanya formalitas tanpa melihat lebih lanjut kejanggalan yang ada dalam kasus tersebut. Kami tiba pada kesimpulan bahwa KPK di bawah Pak Firli memang enggan untuk masuk ke kasus-kasus besar yang melibatkan aparat penegak hukum lain,” ujar Kurnia.
ICW juga menyoroti tidak maksimalnya penanganan buronan. Salah satu yang paling mencolok adalah bekas calon anggota legislatif Harun Masiku yang hingga kini belum diketahui rimbanya. ICW menilai, ada banyak kejanggalan yang terjadi dalam perkara suap pergantian antarwaktu anggota DPR tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Kurnia, ICW meminta agar KPK tetap memaksimalkan fungsi penindakan, termasuk dengan operasi tangkap tangan. Selain itu, sesuai kewenangan yang diberikan oleh UU KPK, KPK diharapkan memaksimalkan kewenangannya untuk melakukan supervisi terhadap perkara-perkara yang strategis terkait aparat penegak hukum lain dan menjadi perhatian masyarakat.
Kinerja Jampidsus
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono dalam keterangan tertulis menyampaikan, selama Januari sampai November 2021, Jampidsus telah menangani dan menyelesaikan 18 perkara pencucian uang. Sementara satuan kerja tindak pidana khusus di daerah menangani 9 perkara.
Masih dalam periode yang sama, lanjut Ali, kerugian keuangan negara yang berhasil diselamatkan berjumlah Rp 21,2 triliun. Adapun PNBP yang disetor, baik dari Jampidsus maupun bidang pidana khusus yang ada di kejaksaan tinggi ataupun kejaksaan negeri, berjumlah Rp 362 miliar.
Menurut Ali, capaian bidang pidana khusus secara nasional telah memenuhi target. Meski demikian, catatannya adalah jumlah penyelesaian dan penanganan perkara masih didominasi oleh Jampidsus Kejaksaan Agung.
”Kinerja Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung belum dapat diimbangi oleh satuan kerja di daerah. Oleh karena itu, perlu diingatkan kembali kepada seluruh jajaran Bidang Tindak Pidana Khusus untuk lebih optimal melakukan penanganan perkara tindak pidana pencucian uang,” ucap Ali.