Dengarkan Kritik Publik, MA Berjanji Perbaiki Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
MA berkomitmen lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran. Hal itu dilakukan untuk menghindari misinformasi terkait pengelolaan anggaran seperti pengalokasian dana miliaran rupiah untuk renovasi kantor MA.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kritik keras yang dilontarkan publik terhadap anggaran pembelian karpet untuk ruang kerja Ketua Mahkamah Agung sebesar Rp 1 miliar dan renovasi ruangan Wakil Ketua MA Bidang Yudisial senilai Rp 1,65 miliar pada tahun 2021 dijadikan bahan evaluasi oleh lembaga tersebut. Ketua MA M Syarifuddin berjanji akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran lembaga yudikatif tersebut pada tahun 2022.
Pada akhir Agustus 2021, di laman Lelang Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik (LPSE), MA melalui satuan kerja Badan Urusan Administrasi menawarkan pekerjaan konstruksi renovasi ruang kerja Wakil Ketua MA Bidang Yudisial. Renovasi itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp 1,65 miliar. Dalam laman itu juga disebutkan lelang dibuat tanggal 9 Februari 2021 dan tendernya sudah selesai.
Selain itu, dari sistem di lpse.mahkamahagung.go.id juga diketahui bahwa pagu anggaran untuk pekerjaan penggantian karpet ruang kerja Ketua MA ditetapkan sebesar Rp 9,4 miliar. Namun, realisasi anggarannya hanya Rp 1 miliar.
Alokasi anggaran yang dinilai besar itu mendapat kritik keras dari publik. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, misalnya, menyayangkan proyek yang terkesan mewah tersebut. Padahal, rakyat sedang prihatin menghadapi pandemi Covid-19. Seharusnya, MA menunjukkan empati kepada masyarakat.
Kala itu, Boyamin meminta kepada MA agar proyek mewah tersebut tidak terulang kembali. Sebab, MA adalah simbol dan lambang keadilan sehingga semestinya memberikan keteladanan tentang kesederhanaan. Dia juga memohon agar MA tidak membuat pagu anggaran yang fantastis.
Hari Rabu (29/12/2021), untuk pertama kalinya Ketua MA M Syarifuddin buka suara menanggapi informasi pengalokasian anggaran penggantian karpet dan renovasi ruangan pimpinan MA tersebut. Dalam acara refleksi akhir tahun 2021 di Gedung MA, Syarifuddin mengatakan, berita terkait dengan anggaran pembelian karpet itu tidak akurat. Menurut dia, anggaran Rp 1 miliar itu untuk pemeliharaan di semua kantor MA, termasuk gedung diklat MA.
”Dapat dari mana itu berita, tidak benar begitu. Saya tidak tahu karpet kalau segitu harganya kayak apa tebalnya. Saya merasa karpet di ruangan saya biasa saja,” kata Syarifuddin dalam acara yang bertajuk ”Bersinergi untuk Membangun Kepercayaan Publik” itu.
Menurut Syarifuddin, MA juga telah melakukan klarifikasi atas informasi yang tidak benar itu. Untuk menghindari misinformasi di masa yang akan datang, MA berkomitmen untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran.
Apalagi, pada tahun 2022, MA menargetkan untuk lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Syarifuddin menyebut, dibutuhkan kerja keras untuk membangun sarana dan prasarana, fasilitas teknologi dan informasi (TI), serta sumber daya manusia untuk meningkatkan modernisasi peradilan. MA juga ingin mencapai prestasi yang lebih baik lagi pada tahun depan.
Untuk menghindari misinformasi di masa yang akan datang, MA berkomitmen untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran.
Tingkatkan pengawasan
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan, besarnya anggaran pengadaan karpet dan renovasi ruangan pimpinan MA itu tidak sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa anggaran harus disusun secara efisien. Tingginya pagu anggaran yang ditetapkan kementerian dan lembaga ditengarai disebabkan lantaran tak ada evaluasi serta peninjauan ulang oleh Kementerian Keuangan.
Kondisi itu berbeda dengan pengawasan anggaran yang disusun pemerintah daerah. Rencana kerja anggaran (RKA) pemerintah kabupaten/kota ditinjau oleh pemerintah provinsi sebelum diajukan ke Kementerian Dalam Negeri. Adapun RKA pemerintah provinsi langsung ditinjau oleh Kemendagri.
”Sementara di tingkat kementerian/lembaga, walaupun ada pembahasan dengan DPR, tidak dibahas sampai satuan III. Kalaupun, misalnya, diberi kewenangan sampai satuan III, DPR tidak akan punya waktu untuk mengecek sampai item per item anggaran. Paling DPR hanya memastikan apakah usulan mereka sudah masuk dalam RKA atau belum,” papar Roy.
Menurut Roy, yang perlu dilakukan MA untuk memperbaiki transparansi dan akuntabilitas anggaran di MA adalah memperkuat peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau inspektorat. Pengawas internal itulah yang harus meninjau ulang RKA di unit kerja kementerian atau lembaga. Apakah RKA sudah sejalan dengan rencana strategis MA ataukah belum. Selain itu, harus dilihat pula apakah RKA sudah sesuai dengan rencana tahunan atau tidak serta kewajaran nilai anggarannya.
”Kalau masih terjadi anggaran fantastis, apalagi perencanaan Rp 9,4 miliar tetapi realisasi hanya Rp 1 miliar, itu artinya mekanisme review oleh APIP tidak jalan,” terang Roy.
Roy berharap, dengan komitmen yang sudah disampaikan Ketua MA secara eksplisit itu, peran APIP di MA juga harus ditingkatkan. APIP harus bisa benar-benar memelototi dan meninjau ulang anggaran. APIP juga harus memastikan apakah pekerjaan yang dilakukan itu sudah sesuai dengan pagu anggaran atau tidak. Jika tidak sesuai atau di luar kewajaran, seharusnya program tersebut bisa dibatalkan.
”Idealnya, APIP di kementerian atau lembaga ini terkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran dan Bappenas supaya pengawasan anggaran lebih optimal. Mereka harus membuat perencanaan yang wajar walaupun memakai mekanisme harga perkiraan sendiri,” kata Roy.