Saat Azis Syamsuddin Meminta Saksi Menarik Keterangan di BAP
Tak hanya mengklarifikasi pernyataan para saksi, bekas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang menjadi terdakwa perkara suap eks penyidik KPK juga berupaya meminta saksi mencabut keterangannya.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Bekas Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin, Senin (27/12/2021), kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Politikus Partai Golkar itu duduk di kursi pesakitan karena didakwa memberikan suap kepada Stepanus Robin Pattuju yang kala itu merupakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengacara Maskur Husain.
Suap senilai Rp 3,6 miliar diberikan sebagai kompensasi pengurusan perkara dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, tahun anggaran 2017 yang tengah diselidiki KPK. Bersama Aliza Gunado, Azis disebut-sebut terlibat dalam pengaturan perubahan DAK Lampung Tengah tahun 2017. Hal itulah yang mendasari Azis meminta bantuan kepada Robin agar penyelidikan dugaan korupsi DAK Lampung Tengah itu tak dinaikkan ke tahap penyidikan.
Sidang kali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Tiga saksi, yakni mantan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman, Kepala Subbagian Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Tengah Aan Riyanto, dan Direktur CV Tetayan Konsultan Darius Hartawan, dihadirkan jaksa.
Azis yang selama 17 tahun di DPR bertugas di komisi hukum mencecar para saksi. Ia berupaya berupaya mengonfirmasi keterangan saksi Taufik ihwal pengurusan DAK Lampung Tengah.
Dalam keterangan itu, Azis yang kala itu menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran DPR disebut sebagai pihak yang membuat janji dengan para pejabat Lampung Tengah untuk pengurusan kenaikan dana DAK pada tanggal 20 atau 21 Juli 2017 di Kafe Vios, Jakarta.
”Saudara yakin bahwa pertemuan di (kafe) Vios itu tanggal 20 atau 21 (Juli 2020)?” tanya Azis kepada saksi.
”Tanggalnya waktu itu bersamaan dengan Pak Azis memberikan tanggapan fraksi atau apa di Banggar (DPR),” jawab Taufik.
”Tadi Saudara pada saat JPU bertanya, Saudara yakin menyebutkan tanggal. Sekarang saya tanya Saudara tidak yakin sebut tanggal?” kata Azis mencecar.
”Saya cuma ngeklopin atau menyesuaikan dengan tanggal pidatonya Pak Azis waktu itu,” jawab Taufik.
”Berarti jawaban saksi saat JPU bertanya itu Saudara tarik?” tanya Azis.
Mendengar pertanyaan Azis agar saksi mencabut keterangannya, jaksa KPK, Wahyu Dwi Oktafianto, langsung menyampaikan keberatan kepada majelis hakim. ”Izin keberatan, Yang Mulia. Ditanyakan saja tanggal (pertemuannya) berapa, bukan ditarik (pernyataan dari berita acara pemeriksaan/BAP),” kata Wahyu.
Hakim ketua Muhammad Damis kemudian menanyakan apakah Taufik tetap pada keterangan saat ditanya jaksa atau tidak. Taufik kemudian menjawab bahwa pertemuan digelar pada Juli 2017, tetapi tidak yakin dengan tanggalnya.
”Kalau bulannya Juli 2017 saya yakin. Tetapi kalau tanggalnya saya tidak yakin. Saya hanya mencocokkan dengan momen saat Azis Syamsuddin memberikan tanggapan fraksi di Banggar DPR itu,” tutur Taufik.
”Berarti Saudara tidak yakin? Menjadi catatan bagi majelis hakim saat Saudara menjawab pertanyaan JPU tadi yakin. Tetapi saat diklarifikasi oleh terdakwa, Saudara tidak yakin,” kata Damis.
Azis kemudian kembali bertanya kepada Taufik soal keterangan di BAP nomor 41. Di situ, Taufik mengatakan bahwa rombongan pejabat Lampung Tengah yang ingin mengurus kenaikan alokasi DAK berangkat dari Lampung tanggal 21 Juli 2017. Namun, saat ditanya jaksa, Taufik menyatakan bahwa rombongan berangkat tanggal 20 Juli 2017.
”Saudara akan tarik atau tidak pernyataan di BAP ini?” ujar Azis.
”Kami berangkat hari Kamis tanggal 20 Juli 2017. Saya pakai keterangan yang sekarang,” kata Taufik.
”Baik. Saya ikut alur Saudara. Saudara menyampaikan bahwa kemudian ke hotel tanggal 20 Juli dan pulang ke Lampung tanggal 23 Juli hari Minggu pagi. Anda pulang dengan siapa?” tanya Azis.
”Indra Erlangga,” kata Taufik.
”Berdua saja?” lanjut Azis.
”Saya hanya ingat Indra Erlangga karena kenal. Ada yang lain, tetapi saya tidak ingat,” kata Taufik.
”Tolong dijawab seingat apa yang Saudara Saksi alami, lihat, dan dengar. Karena (kesaksian) Saudara bisa membahayakan saya sebagai terdakwa,” kata Azis.
Terhadap saksi lain yang dihadirkan jaksa, yaitu konsultan swasta Darius Hartawan, Azis juga meminta saksi mencabut keterangannya di BAP terkait pertemuan dengan pejabat Lampung Tengah di ruang kerjanya di DPR. Darius mengaku melihat langsung pertemuan tersebut. Awalnya Azis masuk ke ruang kerjanya, tetapi kemudian meninggalkan tiga orang di dalam ruangan, salah satunya Edi Sujarwo, ajudan Azis.
”Posisi saya sebagai terdakwa masuk ke ruangan itu. Kemudian saya meninggalkan ruangan saksi bertiga?” tanya Azis.
”Iya betul,” kata Darius.
”Saya merujuk pada keterangan Saudara Saksi di butir 10 poin C bahwa yang masuk bertemu Azis adalah saya dan Taufik. Namun, keterangan Saudara yang bertemu ada tiga orang saksi. Saudara tetap berpegangan pada BAP atau bagaimana?” tanya Azis.
”Bertiga dengan Pak Jarwo (Edi Sujarwo),” kata Darius.
Pernyataan itulah yang membuat Azis menanyakan kepada Darius apakah akan mencabut keterangannya dalam BAP. ”Jadi, keterangan BAP Saudara cabut?” tanya Azis.
Darius kemudian menjawab dengan tegas, ”Iya, saya ubah, Pak.”
Jaksa Lie Putra Setiawan kemudian menyela pertanyaan Azis. ”(Mohon) Izin majelis, tadi ada keterangan dari terdakwa bahwa yang keluar dari ruangan adalah Saudara Taufik. Tolong dibacakan BAP yang mana? Coba dibaca pelan-pelan, siapa yang meninggalkan ruangan,” kata Lie.
Menanggapi fenomena persidangan itu, pengajar Hukum Acara Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, apa yang dikatakan Azis selama persidangan adalah arogansi atau post power syndrome. Sebab, sebelum terjerat perkara korupsi, dia adalah orang yang berkuasa.
Meski begitu, Fickar menyebut, apa yang dilakukan Azis merupakan hal yang lumrah. Seperti halnya terdakwa lain, Azis juga berupaya membela diri dari kejahatan yang didakwakan kepadanya.
”JPU KPK justru harus menggali lebih dalam bagaimana peran Azis Syamsuddin ini sebagai agen atau mafia peradilan yang aktif. Sebagai legislator, dia justru menjadi perantara suap berbagai kasus yang melibatkan kader Golkar. Itu sudah satu bukti awal bahwa dia adalah bagian dari agen mafia peradilan. Ini momentum bagi KPK untuk membuktikannya di persidangan,” tuturnya.
Terpisah, Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho mengatakan, pernyataan terdakwa di persidangan seharusnya diungkapkan relevan dengan pembuktian perkara. Terdakwa dilarang memberikan pernyataan atau pertanyaan yang tidak relevan dengan pembuktian. Selain itu, terdakwa juga harus sopan selama persidangan. Jika memang pernyataan Azis melenceng dari itu, majelis hakim bisa memperingatkannya di persidangan.
Namun, jika bentuknya adalah klarifikasi pernyataan saksi, menurut Hibnu, hal itu masih diperbolehkan. Terdakwa memang memiliki hak untuk mengklarifikasi hal-hal yang dianggap tidak selaras dengan BAP. ”Itu boleh dilakukan (klarifikasi pernyataan saksi). Nanti hakim yang akan menilai apakah itu sah sebagai pembuktian atau tidak,” ujarnya.