Voting Bakal Calon Ketua Umum PBNU, Yahya Diusulkan 327 Pemilik Suara, Said 203
Dari hasil penjaringan bakal calon ketua umum PBNU diketahui KH Yahya Cholil Syaquf diusulkan oleh 327 pemilik suara, sedangkan KH Said Aqil Siroj mendapat dukungan dari 203 muktamirin.
Oleh
Rini Kustiasih/Iqbal Basyari
·5 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Tahapan penjaringan bakal calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU dalam Muktamar Ke-34 yang dimulai pada Jumat (24/12/2021) dini hari tadi akhirnya membuahkan hasil. KH Yahya Cholil Staquf mendapatkan dukungan terbanyak sebagai calon ketua PBNU, mengungguli petahana KH Said Aqil Siroj.
Berdasarkan hasil penghitungan, Yahya diusulkan oleh 327 pemilik suara, diikuti Said Aqil yang mendapat dukungan dari 203 muktamirin. Selain itu, muncul pula nama lain yang diusulkan menjadi calon ketua umum PBNU, yakni KH As’ad Said Ali dengan 17 suara, KH Marzuki Mustamar dengan 2 suara, dan Ramadhan Bariyo 1 suara.
Tahapan penjaringan bakal calon ketua umum PBNU dimulai sekitar pukul 00.30 WIB setelah pemilihan rais aam selesai digelar. Sembilan ulama pilihan muktamirin yang menjadi ahlul halli wal aqdi (AHWA) memilih KH Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam periode 2021-2026.
Pleno penjaringan bakal calon ketua umum PBNU dimulai sekitar pukul 00.30 WIB. Seluruh muktamirin yang berada di Gedung Serba Guna Universitas Lampung diminta keluar ruangan. Hanya pemilik suara dari pengurus wilayah (PW), pengurus cabang (PC), pengurus cabang internasional (PCI), atau mereka yang diberi mandat menyalurkan suara yang diizinkan masuk kembali ke ruangan.
Sekitar pukul 02.30 WIB, pemilik suara mulai memasuki ruangan untuk mengikuti tahap penjaringan bakal calon ketua umum PBNU. Setiap peserta diminta untuk menuliskan satu nama kandidat yang akan mereka ajukan sebagai calon ketum PBNU. Pemberian suara berlangsung selama satu jam dan dilanjutkan penghitungan suara yang berakhir pukul 05.30 WIB.
Sepanjang pemberian suara, pimpinan sidang berkali-kali mengingatkan para muktamirin untuk tidak memotret surat suara dengan alasan tidak etis. Rapat pleno yang dipimpin oleh M Nuh ini juga sempat diwarnai perdebatan. Perdebatan terjadi karena sejumlah peserta merasa banyak orang yang tak memiliki hak suara berada di ruang rapat pleno.
Sesuai dengan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) dan peraturan tata tertib yang disepakati pada hari pertama muktamar, hanya bakal calon yang mendapatkan dukungan lebih dari 99 suara yang dapat maju dalam pemilihan ketua umum PBNU. Dengan hasil suara pada tahap penjaringan itu, hanya ada dua calon yang memenuhi syarat itu, yakni KH Yahya Cholil Staquf dan KH Said Aqil Siroj.
Keduanya kemudian diminta menyatakan kesediaannya untuk maju sebagai calon ketua umum PBNU. Tahapan selanjutnya ialah kesempatan untuk musyawarah mufakat, dan berkonsultasi dengan Rais Aam terpilih, KH Miftachul Akhyar. Jika dalam musyawarah tak tercapai kata mufakat, kedua tahapan dilanjutkan dengan pemilihan langsung atau voting. Para muktamirin kembali memberikan suaranya untuk memilih salah satu dari dua calon ketua umum tersebut.
Dalam tahap pemilihan yang dimulai pukul 05.30, setiap pemilik suara memberikan suaranya dengan mencontreng nama calon pada kertas suara yang telah disediakan. Pada kertas suara itu tercantum nama Yahya dan Said. Satu per satu dari 586 orang pemilik hak suara dipanggil ke atas panggung untuk memberikan suaranya. Hingga pukul 08.30 WIB, proses pemilihan suara masih berlangsung.
Menanggapi pemilihan ini, Said mengatakan, dalam mekanisme pemilihan itu pasti ada yang menang dan kalah. ”Apa pun hasilnya harus kita terima dengan ikhlas dan legowo. Ridho dengan masing-masing,” katanya.
Sementara itu, Yahya mengatakan, visinya dalam memimpin NU ke depan ialah dengan ”menghidupkan Gus Dur”. ”Visi saya dalam lima tahun ke depan adalah menghidupkan Gus Dur. Saya ingin bahwa NU sebagai organisasi sungguh-sungguh bisa berfungsi dan dirasakan kehadirannya sebagaimana dulu kita semua menikmati fungsi dan merasakan kehadiran Gus Dur,” tuturnya.
Yahya menegaskan, Gus Dur masih relevan sekarang dan akan sangat relevan dengan visi besarnya. ”Tidak mungkin menemukan pengganti personal dari keberadaan Gus Dur, mustahil. Tetapi, apa yang dibawakan Gus Dur, visinya, idealismenya, kinerjanya, saya bisa yakinkan bahwa itu semua harus dan bisa diproyeksikan menjadi satu konstruksi organisasi,” katanya.
Sementara itu, ketua umum PBNU terpilih menghadapi tantangan yang tidak ringan. Mereka mesti menjawab tantangan menuju abad ke-2 NU di kala transformasi masyarakat yang cepat. Langkah-langkah solutif harus dilakukan agar NU tetap relevan bagi kaum nahdliyin, umat, serta bangsa Indonesia.
Mustasyar PBNU yang juga Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin sebelumnya mengingatkan, tantangan NU di usianya yang menyongsong abad kedua akan lebih kompleks dengan adanya globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan tantangan baru yang harus dijawab oleh NU.
”Oleh karena itu, NU seratus tahun kedua harus menyiapkan langkah antisipasi serta menyiapkan sumber daya manusia yang menghadapi tatangan itu, meskipun sudah cukup banyak kader NU yang tamat pendidikan di luar negeri,” katanya.
Ma’ruf yang juga mantan Rais Aam PBNU itu mengatakan, segala potensi yang dimiliki NU, utamanya dari sisi SDM, sudah seharusnya dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi kekuatan besar bagi NU. ”Jadi, tugas NU ialah mengubah potensi yang dimiliki itu menjadi kekuatan untuk disumbangkan kepada bangsa, negara, dan dunia,” katanya.
Adapun Rais Aam PBNU yang baru, selain memiliki karakter fakih, yakni memahami dengan baik aturan dan syariat Islam sebagai dasar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, harus pula seorang munaddzim atau organisator.
NU seratus tahun kedua harus menyiapkan langkah antisipasi serta menyiapkan sumber daya manusia yang menghadapi tatangan itu meskipun sudah cukup banyak kader NU yang tamat pendidikan di luar negeri.
Rais Aam PBNU diharapkan pula dapat menjadi penggerak (muharrik) dalam organisasi. Ia diharapkan juga senantiasa menjaga diri dari maksiat dan perkara syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) yang dapat menimbulkan dosa.
”Karena itu, memang saya katakan Rais Aam itu bukan sekadar posisi struktur organisasi, tetapi Rais Aam itu maqam (berkedudukan tinggi). Di NU itu maqam,” kata Wapres.
Pemilihan Ketua Umum PBNU dilakukan di Unila dengan mempertimbangkan efisiensi waktu muktamirin. Sebelumnya, pemilihan ketum PBNU itu dijadwalkan berlangsung di Pesantren Darussa’adah, Lampung Tengah. Dengan telah terpilihnya Ketum PBNU, muktamar akan ditutup Jumat ini oleh Wapres di Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.