Setahun sudah Romo Herry Priyono, dosen STF Driyarkara, berpulang. Namun, pemikirannya tetap hidup di kalangan koleganya. Ilmu filsafat yang ia sampaikan dipadu fakta-fakta di lapangan sehingga relevan situasi terkini.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Penerbit Buku Kompas menerbitkan lima buku karya Romo Herry Priyono untuk mengenang satu tahun meninggalnya dosen dan intelektual dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara itu, Selasa (21/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Setahun sudah Romo Herry Priyono, dosen dan pemikir dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, meninggal dunia. Meski telah berpulang, kenangan tentang Romo Herry masih melekat di pikiran dan hati para koleganya.
Hal itu terekam jelas dalam acara peluncuran lima buku karya Herry Priyono yang diselenggarakan Penerbit Buku Kompas, Selasa (21/12/2021). Narasumber yang hadir dalam acara itu di antaranya Romo Franz Magnis-Suseno SJ, Fransisca Saveria Sika Ery Seda, Trias Kuncahyono, dan Junanto Herdiawan.
Shirley Suhenda, salah satu mahasiswa doktoral STF Driyarkara, mengenang mendiang Romo Herry Priyono sebagai dosen yang mengajar dengan metode menarik. Menurut dia, mata kuliah yang diampu Romo Herry seperti pertunjukan. Mengapa demikian? Karena dari pilihan katanya, ekspresi, bagaimana dia bergerak dari satu ujung ruangan ke ruangan lain.
”Itu seperti sepenuh hati mengajarnya,” ujar Shirley.
Penerbit Buku Kompas menerbitkan lima buku karya Romo Herry Priyono untuk mengenang satu tahun meninggalnya dosen dan intelektual dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara itu, Selasa (21/12/2021). Para mahasiswa dan koleganya mengenang kebaikan budi Romo Herry dalam hati dan pikiran masing-masing.
Romo Herry adalah dosen dan Ketua Program Studi Magister STF Driyarkara. Dia mengajar di Driyarkara sejak tahun 2003. Tiga tahun mengajar, kemudian dia dipercayai sebagai Ketua Program Studi Magister STF Driyarkara.
Pada 21 Desember 2020, Herry meninggal dunia di RS Carolus Jakarta karena penyakit jantung. Herry kemudian dimakamkan di Taman Maria Ratu Damai, Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.
Untuk mengenang setahun kepergiannya, Penerbit Buku Kompas (PBK) menerbitkan lima buku karyanya. Buku itu di antaranya membahas tentang filsafat dari berbagai bidang keilmuan, termasuk ekonomi.
Mahasiswa lain, Reza William Martunus, menyebutkan bahwa Romo Herry adalah orang yang bisa berbicara sangat santai, tetapi tetap ketat dalam logika berpikir. Reza mengaku sangat menikmati materi perkuliahan yang diampu. Menurut dia, situasi kuliah normal bisa menjadi seperti teaterikal.
Adapun wartawan senior Trias Kuncahyono menyebut buku-buku filsafat yang ditulis oleh Romo Herry seperti tulisan seorang wartawan. Buku tidak hanya berisi teori filsafat, tetapi juga fakta-fakta yang ditemukan di lapangan. Alhasil, teori filsafat yang rumit dapat disampaikan secara sederhana dan mudah dipahami.
”Keunggulan dari Romo Herry adalah memberikan warna dalam tulisan dengan pengalaman-pengalaman yang dialami. Misalnya, pengalaman saat dia tinggal di Filipina, ini memperkaya tulisan beliau dengan fakta-fakta lapangan,” ujar Trias.
Ekonom Junanto Herdiawan berbicara dalam acara peluncuran lima buku karya Herry Priyono untuk mengenang satu tahun kepergian dosen dan intelektual dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara itu, Selasa (21/12/2021).
Ekonom Junanto Herdiawan mengatakan, tulisan Romo Herry mengenai filsafat ekonomi menukik dalam ke lapisan ilmu ekonomi. Misalnya, Romo Herry membahas lebih mendalam mengenai manusia ekonomi (Homo economicus). Teori itu, lanjutnya, bisa menjadi titik refleksi pekerjaannya sebagai ekonom yang selalu berorientasi pada keuntungan.
Dengan filsafat ekonomi, ilmu ekonomi tidak dikaitkan dengan filsafat moral yang menuntun kembali tujuan ekonomi pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini membuat materi filsafat ekonomi yang diampu oleh Romo Herry menjadi lebih mengasyikkan dan relevan dengan situasi terkini.
”Suatu ketika, saya sampai galau apakah saya harus keluar dari pekerjaan karena saya adalah pelaku dari ekonomi neoliberal? Saya kemudian melakukan refleksi diri dan menemukan bahwa ilmu ekonomi tidak berdiri sendiri,” kata Junanto.