Polemik Transparansi Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu Berlarut
Sejumlah kelompok masyarakat sipil menuntut tim seleksi lebih transparan, salah satunya membuka hasil penilaian calon. Sebaliknya, tim seleksi berkukuh tidak semua bisa dibuka karena amanat dari undang-undang.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polemik transparansi seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027 yang muncul sejak awal seleksi berlarut. Sejumlah kelompok masyarakat sipil terus meminta Tim Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu membuka hasil penilaian untuk memastikan proses seleksi berlangsung secara obyektif.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, baru kali ini prediksinya mengenai nama-nama yang lolos dalam seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki akurasi lebih dari 70 persen. Ia pun mengaku cukup mudah memetakan nama-nama peserta seleksi dengan dukungan dari partai politik. Namun, ia tak mau membuka nama-nama yang masuk dalam prediksinya itu.
”Ini kali pertama cukup mudah memprediksi siapa saja yang akan diloloskan oleh Tim Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu sebagai calon anggota penyelenggara pemilu. Namun, kita lihat saja nanti setelah nama-nama diserahkan ke Presiden dan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat,” katanya saat diskusi publik bertajuk ”Mendesak Transparansi dan Akuntabilitas Tim Seleksi KPU-Bawaslu”, Jumat (17/12/2021).
Hadir pula sebagai pembicara dalam diskusi itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari dan Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah.
Menurut Ray, unsur subyektivitas cenderung kuat dalam seleksi kali ini. Salah satunya terlihat dari banyaknya peserta yang harus gugur di seleksi tahap II, yakni dari 630 peserta hanya tersisa 48 orang. Eliminasi sebanyak 92 persen ini dinilai sangat dramatik, terlebih nilai peserta yang lolos ataupun gugur tidak dibuka ke publik.
Oleh sebab itu, lanjut ia, Timsel KPU-Bawaslu harus menepis anggapan-anggapan itu dengan membuka proses seleksi kepada publik. Mereka mesti meyakinkan peserta dan publik bahwa peserta yang lolos memiliki nilai terbaik, bukan karena faktor subyektivitas.
Feri mengatakan, tes tertulis menggunakan sistem computer assisted test (CAT) bertujuan agar semua pihak bisa mengetahui hasil tes sekaligus menjadi bentuk transparansi penyelenggara sehingga menepis dugaan subyektivitas. Namun, yang terjadi, nilai peserta seleksi calon anggota KPU-Bawaslu kali ini justru tidak diumumkan. ”Untuk apa menggunakan bantuan komputer kalau peserta sendiri tidak tahu hasil tesnya,” katanya.
Selain itu, Feri juga membandingkan seleksi penyelenggara pemilu di daerah yang justru lebih transparan. Saat pengumuman hasil seleksi, nilai peserta dibuka ke publik, tidak tiba-tiba hanya muncul nama-nama yang lolos seleksi. Ini diperlukan agar seluruh tahapan melewati ruang terbuka sehingga publik bisa menghormati semua yang lolos seleksi.
”Dugaan dan prasangka ini harus dibantah Timsel KPU-Bawaslu dengan menunjukkan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan dan peserta yang lolos memiliki kapasitas yang baik,” ucapnya.
Anis mengingatkan, Timsel KPU-Bawaslu mempunyai peran penting untuk memilih orang-orang yang berintegritas sebagai calon penyelenggara pemilu. Nama-nama yang dipilih mesti yang terbaik sehingga DPR hanya akan memilih yang terbaik dari yang terbaik saat tahap uji kelayakan dan kepatutan.
”Jangan sampai ada anggota KPU dan Bawaslu terpilih memiliki ikatan simbiosis mutualisme dengan oligarki, pemerintah, dan DPR karena mereka memiliki tantangan berat untuk menyelamatkan demokrasi,” tuturnya.
Salah satu mantan calon peserta seleksi KPU yang tidak lolos seleksi dan ikut dalam diskusi itu, Benget Manahan Sitompol, menilai, proses seleksi sangat tertutup. Sebagai peserta yang tidak lolos di tahap II, ia sempat meminta hasil penilaian secara resmi ke timsel melalui surat elektronik dan pos. Namun, hingga saat ini, ia tak kunjung mendapatkan jawaban.
”Indikasi tidak transparan rasanya tidak lagi tepat, sepertinya cenderung tertutup,” katanya.
Ketua Timsel KPU-Bawaslu Juri Ardiantoro menegaskan, timsel sudah beberapa kali menjelaskan pertimbangan atas hal-hal yang bisa dibuka ke publik ataupun yang tidak. Semua data dalam daftar riwayat hidup yang bisa dibuka, yakni riwayat pekerjaan, alamat, pendidikan, dan pengalaman organisasi para calon anggota KPU-Bawaslu, sudah diumumkan ke publik sejak pekan kedua Desember.
Terkait data-data lain yang tidak bisa dibuka, anggota Timsel KPU-Bawaslu, Hamdi Muluk, awal Desember lalu mengatakan, pihaknya mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut aturan itu, hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan kemampuan seseorang dikecualikan dari informasi yang bisa dibuka ke publik. Begitu pula catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang terkait kegiatan pendidikan formal dan nonformal. UU No 7/2017 tentang Pemilu juga hanya mengamanatkan kepada timsel untuk mengumumkan nama peserta yang lulus tes.