Masa Sidang DPR Berakhir, RUU Perlindungan Data Pribadi Belum Juga Tuntas
Dengan belum tuntasnya pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi hingga akhir masa sidang II DPR, Kamis (16/12/2021), maka sudah dua tahun RUU yang penting guna mengatasi maraknya kebocoran data pribadi itu, dibahas.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga penutupan masa persidangan II DPR, Kamis (16/12/2021), Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi belum juga disahkan. Bahkan, sepanjang masa persidangan II DPR, tak terlihat ada pembahasan RUU itu antara pemerintah dan DPR, di Gedung DPR, Jakarta. Komitmen pemerintah dan DPR untuk menyelesaikannya pun kembali dipertanyakan, apalagi dengan semakin maraknya kebocoran data pribadi.
Masa persidangan II DPR yang dimulai awal November lalu telah berakhir, Kamis. Penutupan masa sidang dalam Rapat Paripurna DPR pun belum menyertakan agenda persetujuan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP). RUU itu masih belum tuntas dibahas Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR bersama dengan pemerintah. Dengan RUU PDP belum bisa dituntaskan saat ini, penyelesaiannya harus menanti setelah DPR mengakhiri masa reses pada pertengahan Januari 2022.
Ketua Panja RUU PDP DPR Abdul Kharis Almasyhari saat dihubungi, Kamis (16/12/2021), mengatakan, pembahasan RUU PDP masih buntu pada kedudukan otoritas pengawas perlindungan data pribadi. Pemerintah menginginkan lembaga tersebut berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Adapun mayoritas fraksi di DPR menginginkan lembaga itu independen.
Upaya untuk mencari titik temu pun tak terlihat. Menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu, selama masa persidangan II DPR, memang tak ada rapat pembahasan lanjutan RUU PDP. Namun, ia tak mengungkapkan alasannya. ”Belum ada pembahasan (lagi) bagaimana mau disahkan. Sejauh ini belum ada perkembangan apa-apa (pembahasan RUU PDP) antara pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Dengan belum tuntasnya pembahasan RUU PDP hingga akhir masa persidangan II DPR, sudah hampir dua tahun atau enam kali masa persidangan DPR RUU tersebut hanya berkutat di pembahasan.
Agenda DPR padat
Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, pemerintah memiliki komitmen yang sangat kuat untuk menyelesaikan RUU PDP. Namun, untuk menyelesaikannya, pemerintah tak bisa bekerja sendiri. Pemerintah tetap harus berkoordinasi dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR.
Pada masa persidangan II DPR, menurut Johnny, agenda rapat Komisi I DPR sangat padat sehingga RUU PDP belum kembali dibahas.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar pun menyayangkan kembali tertundanya pengesahan RUU PDP.
Padahal, RUU PDP sangat dibutuhkan saat ini untuk mengatasi masalah kebocoran data ataupun maraknya peretasan data di instansi pemerintah dan swasta. Bahkan, dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 2021, Jumat (10/12/2021), Presiden Joko Widodo secara khusus meminta kepada Menkominfo untuk segera menuntaskan pembahasan RUU PDP.
”Karena Presiden sudah meminta secara khusus kepada Menkominfo untuk mempercepat proses pengesahan RUU PDP, seharusnya pihak pemerintah mengupayakan supaya ada titik temu dengan DPR,” ujar Wahyudi.
Terlebih sebelumnya, RUU PDP sudah ditargetkan akan bisa disahkan tahun ini.
Ia pun berharap DPR bersama pemerintah memprioritaskan penyelesaian RUU PDP pada masa persidangan III DPR, mulai pertengahan Januari mendatang. Pemerintah dan DPR harus bertemu untuk mencari titik temu atas isu di RUU PDP yang belum disepakati, terutama soal kedudukan otoritas pengawas perlindungan data pribadi.
Penyelesaian segera RUU PDP, lanjut Wahyudi, juga penting berkaitan dengan rencana Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Bali, Indonesia. Indonesia seharusnya sudah memiliki aturan mengenai perlidungan data pribadi. Sebab, isu itu menjadi salah satu yang disoroti oleh mayoritas negara G-20. Negara peserta konferensi akan lebih percaya dan merasa aman apabila Indonesia sudah memiliki aturan perlindungan data pribadi.
”Mayoritas negara G-20 ini memiliki UU Perlindungan Data Pribadi dan mereka juga membentuk otoritas perlindungan data pribadi yang independen,” kata Wahyudi.
Terkait kedudukan otoritas perlindungan data pribadi, ia menilai sangat penting kedudukan otoritas itu independen. Sebab, jika berada di bawah Kemenkominfo, ia khawatir pengawasan lembaga tak akan optimal pada instansi pemerintah pengelola data pribadi. Apalagi, jika kebocoran terjadi pada data pribadi yang dikelola instansi pemerintah, lembaga tersebut dikhawatirkan tidak menindaknya atau justru menutup-nutupinya.
"Kalau berada di bawah Kemenkominfo, seperti pemain merangkap wasit. Itu tidak masuk di logika," ujarnya.