Kepercayaan Publik Jadi Kunci Pemerintahan yang Efektif
Presiden Joko Widodo dalam acara Open Government Partnership Global Summit Korea 2021 menekankan, publik merupakan mitra pemerintah. Kepercayaan di antara keduanya harus terus diperkuat.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyon
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepercayaan publik merupakan kunci pemerintahan yang efektif. Partisipasi publik perlu terus diperkuat dan inovasi digital yang inklusif pun harus diperkokoh. Prinsip keterbukaan, akuntabilitas, transparansi, dan inklusivitas menjadi sebuah keniscayaan dalam mengelola pemerintahan.
”Di masa pandemi ini prinsip tersebut bahkan menjadi sangat esensial (untuk) memastikan kebijakan anggaran dan bantuan sosial tepat sasaran, memberikan layanan publik yang inklusif, (serta) menangani disinformasi dan hoaks,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan secara virtual pada pembukaan Open Government Partnership (OGP) Global Summit Korea 2021, Rabu (15/12/2021).
Saat ini tata kelola pemerintahan yang baik, good governance, telah menjadi norma.
Mengawali sambutannya, Kepala Negara menuturkan bahwa tahun ini genap 10 tahun berdirinya Open Government Partnership (OGP). Sejak OGP berdiri banyak perkembangan positif telah dicapai. ”Saat ini tata kelola pemerintahan yang baik, good governance, telah menjadi norma,” kata Presiden Jokowi.
Sehubungan dengan arti penting kepercayaan publik agar pemerintahan efektif, Presiden Jokowi di kesempatan tersebut menyampaikan dua hal. Pertama, partisipasi publik perlu terus diperkuat.
”Di Indonesia, kami telah mengembangkan kanal pengaduan terpadu, yaitu LAPOR yang terhubung dengan lebih dari 600 lembaga pemerintah di pusat dan daerah. Sejak tahun 2015, LAPOR telah melayani lebih dari 1 juta aspirasi dan aduan masyarakat,” katanya.
Kedua, menurut Presiden Jokowi, inovasi digital yang inklusif harus diperkokoh. Transformasi digital harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Digitalisasi pelayanan publik akan berdampak pada meningkatnya efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Digitalisasi akan mengurangi potensi korupsi dan penyelewengan.
Di masa pandemi saat ini terjadi akselerasi transformasi digital di sektor ekonomi. Transformasi digital harus inklusif, termasuk menjamin akses bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). ”(Oleh) karena itulah Indonesia menjadikan transformasi digital sebagai salah satu prioritas keketuaan di G-20. Akselerasi ini juga harus terjadi di sektor pelayanan publik,” ujar Presiden Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga menyampaikan terima kasih atas penghargaan yang telah diberikan OGP atas berbagai inovasi digital di Indonesia, di antaranya inovasi digital untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui portal Open Tender.
Kemitraan
”Sebagai penutup, saya ingin tegaskan, inovasi digital pelayanan publik di Indonesia akan terus dijalankan. Publik adalah mitra pemerintah. Kepercayaan di antara keduanya harus terus diperkuat melalui kemitraan yang terbuka dan inklusif,” kata Presiden Jokowi.
Publik adalah mitra pemerintah. Kepercayaan di antara keduanya harus terus diperkuat melalui kemitraan yang terbuka dan inklusif.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menuturkan, dalam 10 tahun terakhir dunia merealisasikan pemerintah terbuka yang mempraktikkan transparansi, antikorupsi, dan pelibatan masyarakat. Sebagai hasilnya, 78 pemerintah pusat dan 76 pemerintah lokal bersama masyarakat global telah menjadi kekuatan penghela yang membawa demokrasi satu langkah ke depan. Nilai-nilai yang dikejar pemerintah yang terbuka adalah keterbukaan, transparansi, inklusivitas, dan demokrasi.
”Saya sangat menghargai kerja keras Anda semuanya dalam menjadikan pemerintahan lebih terbuka. Meskipun pertemuan tidak dapat digelar tahun lalu karena Covid-19, yang masih mencegah kita untuk bertemu langsung, saya percaya bahwa komitmen global untuk pemerintahan yang terbuka akan bertumbuh semakin kuat,” kata Moon Jae-in.
OGP Lead Civil Society Co-Chair Global Executive Director Maria Baron menuturkan, 10 tahun lalu OGP didirikan dengan tujuan membuat pemerintah lebih transparan, partisipatif, akuntabel, dan inklusif. Hal ini ditempuh dengan menggalang kebersamaan pemerintah reformis dan masyarakat sipil untuk mendesain secara kolektif reformasi yang menempatkan isu-isu tersebut.
”Satu dekade terakhir kita tidak hanya menyaksikan, tetapi juga menjadi bagian OGP. Pertumbuhan luar biasa dalam hal jumlah dan cakupan membuktikan bahwa model ini bekerja. Namun, ini hanya akan bekerja terbaik ketika masyarakat sipil dilibatkan secara penuh,” kata Maria Baron.
Dia menuturkan bahwa banyak pekerjaan masih perlu dituntaskan untuk memastikan pemerintah yang terbuka. Demokrasi telah dan terus berada dalam ancaman, bahkan ketika OGP telah terbentuk. Di saat otoritarianisme, kesenjangan, dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang terbuka meningkat, ruang sipil dan kebebasan sipil secara kontinu menurun, termasuk di beberapa negara OGP.
Di saat otoritarianisme, kesenjangan, dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang terbuka meningkat, ruang sipil dan kebebasan sipil secara kontinu menurun, termasuk di beberapa negara OGP.
Co-Chair OGP bersama Pemerintah Korea awal tahun ini menyerukan aksi dan meminta pemerintah-pemerintah yang menjadi bagian OGP untuk lebih ambisius membangun komitmen di area-area kunci. Hal ini mencakup ruang publik, antikorupsi, dan pemerintahan digital.