Menko Polhukam Mahfud MD menekankan pentingnya kebijakan yang berimbang, antara sentralisasi dan desentralisasi, serta perlindungan dan pembatasan hak, untuk menjaga kesatuan dan keutuhan bangsa.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesatuan bangsa merupakan faktor penting dalam menjamin keberlanjutan bangsa dan kelangsungan hidup negara. Tanpa ada kesatuan bangsa, negara tidak akan mampu menghadapi ancaman dari luar atau dalam negeri. Dalam mewujudkan kesatuan dan keutuhan bangsa, dibutuhkan kebijakan yang berimbang antara sentralisasi dan desentralisasi, serta perlindungan dan pembatasan hak.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam rapat koordinasi kesatuan bangsa ”Penyerahan Buku Rekomendasi Kebijakan Kementerian/Lembaga di Bidang Kesatuan Bangsa” yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (14/12/2021) malam.
”Sentralisasi diperlukan untuk menjaga integritas ideologi dan teritori. Desentralisasi diperlukan untuk mewadahi keragaman daerah dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Mahfud.
Ia mengungkapkan, perlindungan hak adalah kewajiban negara karena menjadi salah satu tujuan awal pembentukan negara. Di sisi lain, pembatasan hak senantiasa diperlukan agar negara dapat melindungi hak orang lain serta mewujudkan ketertiban umum dan keselamatan publik yang diperlukan untuk menjaga kedamaian.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan, tugas pokok Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) adalah menjaga keutuhan dan persatuan bangsa melalui koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan.
Pemerintah telah membuat dan melaksanakan kebijakan serta program untuk mengukuhkan dan menjaga kesatuan bangsa. Pada tataran pelaksanaan, kebijakan dan program itu dihadapkan dengan kondisi dan dinamika masyarakat yang semakin cepat. Karena itu, diperlukan perbaikan berkelanjutan. Setiap kebijakan dan program perlu dievaluasi secara terus-menerus dan dilakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang berbasis pada fakta yang dianalisis secara mendalam.
Mahfud menegaskan, pengkajian kebijakan di bidang kesatuan bangsa adalah wujud dari upaya serius untuk menjalankan tugas koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan di bidang kesatuan bangsa.
Penyusunan rekomendasi yang komprehensif diperlukan agar kebijakan kementerian dan lembaga semakin baik dalam mengukuhkan kesatuan bangsa, semakin tepat dan proporsional dalam meletakkan sentralisasi dan desentralisasi, serta semakin efektif dalam melindungi hak warga negara, termasuk melalui pembatasan demi kepentingan umum yang menyeimbangkan antara kebebasan individu dan kepentingan umum.
Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam Janedjri M Gaffar mengatakan, persoalan kesatuan bangsa tidak bisa diselesaikan oleh kementerian/lembaga teknis di bawah koordinasi Kemenko Polhukam saja. Karena itu, rekomendasi dari hasil kajian evaluasi kebijakan ini harus dilaksanakan oleh semua kementerian/lembaga.
Salah satu pembahasan dalam kajian ini adalah terkait dengan kebebasan berpendapat. Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Milda Istiqomah, mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan timnya, ada kekhawatiran dari responden dalam menyampaikan pendapat, terutama selama pandemi Covid-19. Itu karena ada sejumlah kasus, seperti penghapusan mural.
Akan tetapi, di sisi lain, masyarakat juga menginginkan agar kebebasan berpendapat tetap harus dibatasi dalam kerangka agama dan norma sosial yang didasarkan pada kearifan lokal. ”Kami rekomendasikan dalam kajian kami bahwa kebebasan berpendapat juga harus dibatasi oleh demokrasi itu sendiri,” kata Milda.
Ia menambahkan, dalam penanganan kasus pelanggaran kebebasan berpendapat harus dikedepankan pada pendekatan keadilan restoratif. Beberapa kasus yang ditemukan dan analisis putusan menunjukkan bahwa kasus kebebasan berpendapat itu tidak dapat dikategorikan pada penghinaan dan bisa diselesaikan secara keadilan restoratif.
Persoalan lain yang mendapatkan sorotan dalam kajian ini adalah masalah keuangan daerah. Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Idul Rishan, mengungkapkan, dalam penelitian ini ditemukan adanya pemerintah daerah yang tidak maksimal dalam penggunaan anggaran daerah karena perencanaannya yang kurang baik.
Hal itu menyebabkan kinerja dari beberapa pemda masih rendah. Pada masa pandemi Covid-19 ini, kualitas belanja beberapa daerah masih buruk sehingga masih ada kelemahan dalam performa penanganan pandemi.
Salah satu rekomendasi dari kajian ini, kata Idul, perlu perumusan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan mendengarkan masukan dari DPR dan pemerintah dalam aspek tata kelola. Selain itu, perlu pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemda.