Atasi Problem Klasik Daftar Pemilih Sebelum Pemilu 2024
Selama tidak memiliki data kependudukan yang baik, secanggih apa pun sistem yang digunakan, problem klasik daftar pemilih yang muncul setiap pemilu tak akan bisa diselesaikan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Warga memeriksa nama-nama dalam daftar pemilih tetap untuk Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan yang dipajang di Kantor Kelurahan Pondok Benda, Pamulang, Tangerang Selatan, Minggu (29/11/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Tidak akuratnya daftar pemilih menjadi masalah klasik yang terus berulang di setiap penyelenggaraan pemilihan umum. Pemerintah diharapkan segera mengatasi persoalan data kependudukan yang menjadi basis data pemilih sebelum diselenggarakan pemilu dan pemilihan kepala daerah pada 2024.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, persoalan daftar pemilih tetap merupakan masalah klasik yang terus terjadi berulang-ulang dalam penyelenggaraan pemilu, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah.
”Ada dispute (perselisihan) antara data dari institusi tertentu dan institusi yang lain. Kemudian, di lapangan, kalau tidak baik, malah menimbulkan masalah, terjadinya sengketa, dan sebagainya,” kata Doli dalam webinar Menuju Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 bertajuk ”Satu Data untuk Terwujudnya Pemilu yang Berkualitas” yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sulawesi Barat, Senin (13/12/2021).
Doli menegaskan, jika ingin mengurangi beban penyelenggara pemilu, pemerintah harus bisa menyelesaikan sistem data kependudukan. Ia mengungkapkan, pengolahan data kependudukan bukan pekerjaan utama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung
”Kita masih punya sekitar dua tahun lagi kira-kira untuk melakukan pelaksanaan pilkada dan pemilu. Saya selalu mengingatkan pemerintah dari awal agar jauh-jauh hari atau waktu sekarang untuk bangun sistem itu,” kata Doli.
Ia berharap, Indonesia sudah memiliki data yang baik jelang Pemilu 2024. Jika harapan itu tidak bisa tercapai, patut dipertanyakan kinerja dari pemerintah. Selain itu, dengan kondisi data yang belum baik, setiap pemangku kebijakan, terutama penyelenggara pemilu, harus melakukan inovasi baru.
Menurut Doli, KPU sudah memiliki konsep pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan. Namun, selama tidak memiliki data kependudukan yang baik, secanggih apa pun sistem itu dalam mengolah data, masalah daftar pemilih tidak akan bisa diselesaikan.
Anggota KPU, Viryan Aziz, mengatakan, untuk mewujudkan satu data pemilu yang berkualitas, harus ada penyederhanaan pemilu. Kompleksitas pemilu menyebabkan persoalan yang sama terus berulang.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Komisioner KPU, Viryan Aziz (kiri depan), di Kantor DKPP, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Menurut Viryan, perlu ada perbaikan manajemen pemilu yang secara berkelanjutan. Cara pandang ini harus didukung dengan data. Kompleksitas persoalan data tidak hanya menyangkut data pemilih, tetapi juga data kepemiluan secara utuh.
”Memang yang jadi marak atau ramai adalah data pemilih, tetapi satu kesatuan ini kita lihat akar masalahnya. Ini dari data kepemiluan yang sangat kompleks,” kata Viryan. Ia menambahkan, kompleksitas kepemiluan harus diselesaikan secara integrasi.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan, Bawaslu mendukung validasi data kepemiluan. Sebab, data bisa menjadi obyek sengketa. ”Sengketa dalam konteks Bawaslu bukan hanya sengketa hasil suara. Itu suatu hal yang akan muncul di ujung dalam proses pemilu,” kata Fritz.
Ia mengingatkan, tantangan pemilu ke depan, di antaranya, regulasi yang tumpang tindih dan tidak jelas, politisasi dan kampanye terselubung para birokrasi dan oligarki, profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilihan, serta politik transaksional calon peserta pemilihan.
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar
Menurut Fritz, untuk mengatasi persoalan tersebut, perlu kolaborasi antarlembaga negara dalam pertukaran data. Sebagai contoh, Bawaslu membutuhkan data dari KPU terkait dengan data kependudukan atau data kampanye. KPU membutuhkan data dari Bawaslu dalam mengambil keputusan. Kebutuhan tukar-menukar data antar-penyelenggara pemilu menjadi kata kunci dalam mewujudkan keadilan pemilu.
Saat dikonfirmasi secara terpisah terkait upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi persoalan daftar pemilih yang bersumber dari data kependudukan, Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh hanya mengatakan bahwa masalah ini cukup panjang ceritanya. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut.
Jadwal pemilu
Terkait dengan jadwal pemilu, Doli mengatakan, para pemangku kebijakan, yakni pemerintah, KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan DPR, masih melakukan pembahasan kapan waktu yang ideal untuk pencoblosan.
Menurut Doli, perlu konsolidasi lagi untuk mencapai konsensus. Sebab, kondisi Pemilu 2024 berbeda dengan sebelumnya. Situasinya tidak mudah sehingga perlu ada kesepakatan bersama. Sebisa mungkin dihindari ada pandangan yang berbeda di antara pihak yang terlibat di pemilu.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Suasana rapat kerja Komisi II DPR dengan Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP membahas persiapan Pemilu 2024 di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Doli menuturkan, saat ini ada dua tanggal pencoblosan yang menjadi pilihan, yakni 21 Februari dan 15 Mei. Jika dipilih 21 Februari, tahapan pemilu dimulai sekitar pertengahan 2022. Karena itu, waktu untuk pemutusan tanggal pencoblosan masih dapat dilakukan pada awal 2022.
”Di Komisi II, Kamis ini reses. Masuk lagi minggu kedua Januari (2022). Kami sudah punya rencana di awal masa sidang berikutnya itu akan ada rapat kerja. Memang harus diputuskan. Itu deadline terakhir,” kata Doli.