Penguatan Integritas Aparat untuk Pencegahan Korupsi Masih Jauh dari Target
Berdasarkan data capaian aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi pada triwulan III-2021, penguatan integritas aparat penegak hukum baru 5,47 persen. Penguatan sistem penanganan perkara juga masih jauh dari target.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Capaian pencegahan korupsi bidang penegakan hukum dinilai masih rendah. Hal itu tecermin dari belum optimalnya implementasi sistem penanganan perkara terpadu berbasis teknologi dan rendahnya integritas aparat penegak hukum. Penguatan di kedua aspek tersebut harus terus didorong sebagai upaya menciptakan transparansi dan keadilan bagi masyarakat.
Berdasarkan data capaian aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) pada triwulan III tahun 2021, penguatan sistem penanganan perkara terpadu berbasis teknologi informasi (SPPT-TI) baru mencapai 14,69 persen. Kemudian, penguatan integritas aparat penegak hukum (APH) lebih rendah lagi atau baru 5,47 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam webinar bertajuk ”Cegah Korupsi melalui Digitalisasi Penanganan Perkara dan Penguatan Integritas APH”, Kamis (2/12/2021), mengatakan, capaian itu masih rendah dan perlu diakselerasi. Untuk itu, perbaikan sistem penanganan perkara dan tata kelola sumber daya manusia di lembaga penegakan hukum harus dikedepankan.
Penguatan SPPT-TI sangat penting sehingga mempermudah dan mempercepat proses penanganan perkara, monitoring kinerja APH, seperti berapa lama waktu penanganan perkara, transparansi proses, dan status perkara bagi para pencari keadilan, serta memperbaiki sistem administrasi penanganan perkara.
Selain itu, penguatan integritas APH tak kalah penting sehingga ada peningkatan kesejahteraan dan penghargaan bagi penegak hukum yang berprestasi, perbaikan, dan penegakan kode etik APH.
”Penguatan integritas APH menjadi penting untuk mendorong peningkatan kinerja APH, sekaligus menghindari penyalahgunaan wewenang dan jabatan, memastikan integritas etika dan perilaku agar menjadi lebih baik,” ujar Suharso.
Meninggalkan cara lama
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mendorong APH keluar dari cara pandang lama dan mengedepankan transparansi serta akuntabilitas, yang ditopang oleh teknologi informasi melalui SPPT-TI.
Lebih baik lagi jika dalam penanganan kasus korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki satu sistem digital sehingga ketiganya bisa bersinergi.
”Perkara yang sudah ditangani oleh salah satu lembaga tidak perlu dilaporkan dan di-follow up oleh lembaga lain. Perkara yang macet di lembaga lain juga bisa dikontrol oleh lembaga satunya. Semua dalam rangka sinergisitas, bukan saling rebutan atau saling menjatuhkan, tetapi sinergisitas kerja sehingga masalah korupsi dapat ditangani dengan sebaik-baiknya,” ucap Mahfud.
Untuk menciptakan penegakan hukum yang berkualitas, Mahfud pun mendorong keterpaduan sistem peradilan pidana. Ini juga merupakan salah satu tujuan reformasi yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pemerintah berharap kebijakan ini akan menjadi perubahan proses menuju sistem pemerintahan berbasis elektronik. Dengan begitu, jika terjadi korupsi dalam penanganan perkara, hal itu bisa dikontrol dengan cepat. ”Jadi, kami sudah membuat sistem jaringan untuk bisa masyarakat tahu apa yang ditangani, sampai di mana ditangani, dan antarlembaga negara juga saling terikat untuk tidak main-main menangani perkara itu,” kata Mahfud.
Memperbaiki capaian
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Bappenas yang juga anggota Tim Nasional Stranas PK, Slamet Soedarsono, menyampaikan, masih terbuka bagi APH untuk memperbaiki capaian aksi Stranas PK. Namun, hal itu membutuhkan kegigihan dan sinergi dari semua lembaga penegak hukum.
Asri Agung Putra, Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, menyatakan, Kejagung siap jika harus bertransformasi digital dan melakukan pertukaran data antarlembaga penegak hukum. Lagi pula, tujuannya baik, yakni terciptanya pencegahan korupsi yang lebih efektif di penegakan hukum.
Berkaitan dengan integritas, lanjut Agung, Jaksa Agung bahkan telah menerbitkan Peraturan Jaksa Agung Nomor Per-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa. Dalam aturan itu, jaksa sudah diperingatkan terkait larangan dalam tugas profesi jaksa.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Djoko Poerwanto menyampaikan, capaian aksi Stranas PK dalam penegakan hukum tentu harus menjadi peringatan bagi seluruh APH. Untuk itu, ia pun mendukung adanya upaya perbaikan yang bersifat inklusif dan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Secara khusus terkait faktor integritas penegak hukum, Djoko sepakat, ini menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi. Sebab, penyelidik dan penyidik berisiko menjadi obyek sasaran intervensi, suap, ataupun gratifikasi dari pihak yang beperkara. Untuk meminimalkan terjadinya peristiwa koruptif dalam penanganan perkara itu, diperlukan langkah perbaikan remunerasi dan penguatan sistem SPPT-TI.
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode Syarif mengingatkan bahwa cita-cita terbentuknya sistem pengelolaan perkara tindak pidana terpadu sebenarnya sudah ada sebelum 2014. Oleh karena itu, ketika capaiannya kini belum maksimal, ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang harus secara serius ditindaklanjuti oleh semua pihak.
”Semoga ini menjadi peringatan bagi kita semua,” katanya.