Semangat Kewirausahaan Jadi Prasyarat Kemajuan Ekonomi Nahdliyin
Dari 10 orang kaya di Tanah Air, hanya satu yang berasal dari kalangan Muslim. Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi sehingga perlu direspons dengan menumbuhkan semangat kewirausahaan umat Islam Indonesia.
Oleh
Rini Kustiasih
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk bisa mencapai kemajuan dan kemandirian ekonomi, warga Nahdlatul Ulama didorong mengembangkan semangat kewirausahaan atau entrepreneurship. Selain itu, diperlukan pula dukungan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan usaha kecil untuk dapat menciptakan ekosistem yang lebih ramah bagi nahdliyin.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Muhammad Jusuf Kalla dalam diskusi bertajuk ”Gagasan Membangun Kemandirian Ekonomi Nahdliyin” yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa, Kamis (2/12/2021), di Jakarta, mengatakan, jiwa kewirausahaan itu penting karena semua organisasi Islam di Tanah Air didirikan oleh kalangan pedagang atau saudagar. Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan perkembangan dari Nahdlatut Tujjar, 1918, juga merupakan organisasi yang embrionya dibangun oleh kalangan pedagang.
”Nahdlatut Tujjar yang didirikan pada tahun 1918, atau delapan tahun sebelum NU, didirikan oleh saudagar. Demikian pula Sarikat Islam, yang mulanya Sarikat Dagang Islam, yang akhirnya menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), itu juga didirikan oleh saudagar. Begitu juga dengan Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan, yang juga seorang pengusaha batik,” katanya yang hadir bersama narasumber lainnya, yakni mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli, Direktur INFID Sugeng Bahagijo, dan penulis buku Nahdlatut Tujjar, Addin Jauharuddin.
Kalla menekankan, tradisi kewirausahaan di tubuh umat Islam, bahkan berakar sejak era Nabi Muhammad SAW. Sebelum menjadi Rasul, selama 27 tahun, Muhammad adalah seorang pedagang. Mula-mula, ia mengembangkan usaha dagang bersama pamannya, dan kemudian bersama Siti Khadijah, yang kemudian menjadi istrinya.
”Nabi Muhammad ketika menjadi Rasul, usia 40-an hingga 63 tahun. Artinya, lebih lama menjadi pedagang. Jadi, sebenarnya, alhamdulillah, para pendiri organisasi Islam di Tanah Air ini mengikuti semua teladan kehidupan Rasullulah,” katanya.
Dengan tradisi dan teladan kewirausahaan itu, menurut Kalla, sudah sepantasnya jika umat Islam juga aktif di bidang ekonomi. Sayangnya, kenyataan berkata lain. Dari 10 orang kaya di Tanah Air, hanya satu saja yang berasal dari kalangan Muslim. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan ekonomi yang luar biasa sehingga perlu direspons dengan menumbuhkan semangat kewirausahaan di tengah-tengah umat.
”Bakat saja tidak cukup untuk menjadi pengusaha, tetapi kombinasi antara bakat dan semangat, itu menjadi kunci utama apabila ingin memajukan ekonomi Nahdliyin. Hal lain ialah dukungan pendidikan. Tanpa semangat entrepreneurship dan pendidikan yang cukup apa yang dapat dilakukan,” ujarnya.
Kalla meyakini nahdliyin memiliki semangat entrepreneurship yang tinggi. Hal itu dibuktikan dengan ribuan pesantren di Tanah Air yang didirikan oleh kiai-kiai dan kader NU. Pesantren-pesantren itu didirikan tanpa bantuan pemerintah dan dibiayai secara mandiri oleh kiai-kiai NU. Dari sisi itu, nahdliyin dinilai memiliki keuletan dan kemampuan untuk kewirausahaan.
Konsep pengembangan ekonomi keumatan pun tidak sekadar membawa kemandirian ekonomi bagi nahdliyin, tetapi kemajuan ekonomi. Kemajuan ekonomi itu, kata Kalla, berbasis pada kesadaran untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat. Misalnya, dari yang semula hanya memiliki satu kios, untuk bisa lebih maju, ia harus memiliki dua atau tiga kios. Demikian pula soal pegawai, dari yang semula hanya 5.000 orang kini berusaha dimajukan menjadi 10.000 pegawai.
”Bagaimana kita mendorong income per kapita agar naik. Bagaimana secara bersama-sama mengubah suatu keadaan. Jangan kalau dzikir luar biasa ramainya, tetapi kalau bicara UMKM itu sepi. Jadi bagaimana PKB atau NU juga mendorong pembicaraan mengenai usaha itu,” kata Kalla.
Perubahan pola pikir
Untuk bisa mengejar kemajuan ekonomi, menurut Kalla, perlu perubahan pola pikir. Sebagaimana pengusaha Tionghoa yang saat ini banyak menguasai perekonomian Indonesia, pola pikir dengan mengikuti deret ukur dapat menjadi salah satu pemantik. Artinya, orang tidak berhenti dengan memiliki satu toko atau kios, tetapi terus berusaha mengembangkan usahanya, hingga bisa memiliki toko lebih dari satu.
”Ada beberapa unsur di mana pengusaha itu timbul. Pertama, dari bakat dan kemauan awal, serta modal sendiri. Tetapi bisa juga keinginan itu timbul setelah ia berpengalaman sebagai karyawan, dan ketika melihat cara kerja, dia berusaha membuat usaha kecil yang serupa. Bisa juga dia merintis dari usaha dagang sendiri,” katanya.
Di satu sisi, partai politik, seperti PKB yang lahir dari rahim NU, juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ekosistem berupa kebijakan yang berpihak kepada tumbuhnya usaha kecial dan menengah. PKB sebagai partai pendukung pemerintah, misalnya melalui fraksinya di DPR memberikan kebijakan atau undang-undang yang mengatur bagaimana meningkatkan UMKM agar lebih berkembang. ”Bagaimana juga menteri-menteri PKB juga mendukung itu. PKB sebagai bagian dari pemerintah ikut membawa diri membuat kebijakan itu,” katanya.
Sementara itu, Rizal Ramli mengatakan, tata kelola perekonomian harus dikembalikan agar sesuai dengan konstitusi. Keberpihakan pemerintah terhadap nilai-nilai ekonomi yang diatur dalam konstitusi itu penting supaya ekonomi Indonesia tidak timpang dan menguntungkan segelintir pihak.
Rizal antara lain mencontohkan kenaikan harga minyak goreng di era Presiden KH Abdurrahman Wahid yang berhasil diatasi dengan sikap tegas terhadap para pengusaha kelapa sawit. ”Saya katakan kepada mereka agar mereka tidak greedy (rakus) ketika mereka menikmati keuntungan dengan harga sawit dunia yang naik. Jangan kemudian mereka mempermainkan suplai di dalam negeri juga sehingga harga minyak naik,” katanya.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani, Rizal mencontohkan perlunya keseimbangan rasio keuntungan petani, yakni dengan menjamin adanya kelebihan untung petani dari harga jual gabah dan harga pupuk. Harga pupuk tidak boleh lebih tinggi dari harga jual gabah sehingga ada keuntungan yang bisa dinikmati petani.
”Kalau petani bisa menikmati keuntungan saaat panen, pasti mereka akan bersemangat meningkatkan produksinya. Tetapi kalau mereka rugi setiap kali panen, mereka tidak akan ingin meningkatkan produksi,” katanya.
Lompatan SDM
Sugeng Bahagijo mengatakan, untuk meningkatkan kesejahteraan nahdliyin, keadaan usaha atau perekonomian harus lebih ramah kepada warga nahdliyin. Mereka harus mendapatkan kesempatan melakukan mobilitas sosial. Mobilitas ini tidak terbatas pada akses pada perbankan dan penciptaan usaha, tetapi juga kesempatan untuk berprofesi di dalam dan di luar pemerintahan.
”Lompatan SDM harus terjadi. Masalah SDM dan teknologi yang membuat kita tidak bisa upgrade secepat yang kita inginkan,” katanya.
Menilik pada Nahdlatut Tujjar, Addin mengatakan, sejak abad ke-19, KH Hasyim Asyari telah menekankan perlunya pembentukan badan-badan usaha otonom di setiap daerah. Hal ini menunjukkan kesadaran zaman tentang tantangan ekonomi di masa depan. Para ulama yang juga pengusaha di masa lalu telah dapat menilai perlunya jaringan usaha dibangun di kalangan umat.
Namun, semangat pendirian badan usaha otonom itu rupanya tidak lagi mekar di saat sekarang. Persoalannya, menurut Addin, ialah pada pola pikir nadhliyin. Masih ada ketakutan untuk berutang dan lemahnya dalam pengelolaan manajemen aset. Kekhawatiran dalam mengelola ekonomi ini harus diatasi kalangan nahdliyin.
Sementara itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara menyambut Muktamar NU dan persiapan 100 tahun NU. Berbagai diskusi akan terus digelar oleh PKB dalam dua momen tersebut.
Sebagai anak kandung NU, kata Muhaimin, PKB juga harus ikut memikirkan keberlangsung dan kebaikan NU serta kontribusinya bagi nusa dan bangsa. ”Diskusi ini adalah pembuka serangkaian diskusi panjang kita untuk menyiapkan 100 tahun kedua NU karena PKB tidak bisa lepas dari kontribusi dan pemikiran serta ikhtiar kita membawa NU semakin bermanfaat, bermaslahat, dan punya peran bagi nusa dan bangsa,” ujarnya.