Muktamar NU secara Daring Diusulkan sebagai Alternatif
Penyelenggaraan Muktamar Ke-34 NU setelah adanya kebijakan PPKM level 3 selama Natal dan Tahun Baru belum juga ditetapkan. Muktamar daring bisa menjadi alternatif untuk menghindari risiko penularan Covid-19.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaraan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama yang sedianya dilakukan secara hibriba pada 23-25 Desember diusulkan untuk digelar secara daring. Dengan penyelenggaraan yang sepenuhnya daring, maka tidak akan ada kekhawatiran terhadap risiko penularan Covid-19. Selain itu juga tidak akan melanggar kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 3 saat Natal dan Tahun Baru 2022.
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman Muhammad Rodlin Billah, Rabu (1/12/2021), dalam keterangan tertulis, mengatakan, penyelenggaraan muktamar secara daring ini memungkinkan untuk dilakukan. Para ahli teknologi di kalangan NU pun sudah banyak dan diyakini mampu membantu merealisasikan muktamar daring.
Penyelenggaraan muktamar daring sekaligus dapat menjadi jalan tengah di antara dorongan untuk mempercepat atau memundurkan muktamar. ”Meski tentu kita masih perlu konsolidasi lebih jauh serta mempelajari dengan saksama, mana platform teknologi yang paling sesuai dengan kebutuhan panitia dan para masyayikh (kiai),” ujarnya.
Soal ketersediaan tenaga ahli, di lingkungan PCINU Jerman saja, menurut Rodlin, ada banyak ahli teknologi informasi. Mulai dari tingkat sarjana, master, doktor, peneliti, hingga profesor. Belum lagi menghitung tenaga ahli dari PCINU lainnya. Ia menyebut bahwa PCINU Inggris Raya, PCINU Jepang, PCINU Korea Selatan, dan PCINU Amerika Serikat-Kanada juga telah menyatakan dukungannya.
Namun, pria yang akrab disapa Oding itu mengatakan, masih ada satu tantangan cukup besar, yaitu soal perubahan paradigma. Misalnya, soal kekhawatiran tidak optimalnya upaya penjelasan teknis penggunaan teknologi ini kepada para kiai. Ia yakin bahwa hal tersebut dapat diatasi bersama-sama dengan kecakapan yang dimiliki oleh Nahdliyin, baik dari lingkungan berbagai PCI maupun yang ada di Indonesia.
Apabila usulan PCINU sedunia ini kemudian dianggap sebagai solusi terbaik oleh para masyayikh, tidak ada jalan lain selain mengusahakannya semaksimal mungkin hingga hari penyelenggaraan muktamar tiba. ”Usaha mesti dimaksimalkan, di samping itu juga dengan adanya dukungan dan keterlibatan para masyayikh, insya Allah bisa,” ujarnya.
Dijelaskan, terdapat dua hal yang mesti dipertimbangkan untuk dapat sepenuhnya menggelar muktamar daring. Pertama, mengetahui dengan baik visi atau misi apa yang ingin dicapai oleh satu kegiatan ataupun organisasi tertentu dan sampai di mana realisasinya. ”Biasanya, di antara kedua hal ini terdapat ruang kosong yang perlu diisi. Baru kemudian kita pelajari apakah terdapat beberapa alternatif teknologi yang dapat membantu mengisi ruang kosong tersebut,” tuturnya.
Kedua, setidaknya ada empat parameter yang perlu dijadikan fokus saat menyeleksi alternatif teknologi yang ada. Apalagi dalam penyelanggaran acara sebesar dan sepenting Muktamar NU. Keempat faktor itu ialah keamanan data yang harus dijaga. Diikuti dengan privasi, khususnya dalam rangka memastikan identitas yang menjadi perwakilan dari tiap-tiap pengurus. Kemudian integritas, bagaimana menjamin suara yang diberikan pemiliknya tak berubah mulai dari proses input sampai output datanya. Terakhir, pertimbangan agar sistem senantiasa berkelanjutan (sustainability).
”Idealnya, diskusi soal infrastruktur digital ini tidak hanya untuk keperluan muktamar sekarang, tetapi bagaimana agar dapat digunakan untuk lebih jauh. Apalagi NU akan segera memasuki abad keduanya. Namun, tentu saja, prioritas terdekat adalah bagaimana muktamar dapat berlangsung dengan lancar,” katanya.
Usulan penyelenggaraan muktamar daring diapresiasi Ketua Panitia Pelaksana Muktamar Ke-34 NU KH M Imam Aziz. ”Ini usulan yang sangat baik. Usulan ini bisa menjadi pertimbangan PBNU,” ujarnya.
Waktunya belum diputuskan, kami mengikuti keputusan PBNU. Saat ini diupayakan pertemuan untuk membahas mengenai penetapan tanggal muktamar.
Menurut Imam, PBNU akan menggelar pertemuan khusus untuk memutuskan kapan muktamar digelar. Apakah akan dipercepat menjadi 17-19 Desember atau ditunda demi mengikuti kebijakan PPKM level 3 yang ditetapkan pemerintah.
”Waktunya belum diputuskan, kami mengikuti keputusan PBNU. Saat ini diupayakan pertemuan untuk membahas mengenai penetapan tanggal muktamar,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin lalu, 27 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) menyampaikan dorongan agar muktamar diadakan lebih cepat, sesuai dengan surat perintah yang dikeluarkan oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, 25 November 2021. Rais Aam memerintahkan agar muktamar dilaksanakan pada 17-19 Desember 2021.
Namun, sesuai dengan hasil musyawarah nasional (munas) dan alim ulama, September 2021, kepastian mengenai penyelenggaraan muktamar bilamana ada sesuatu yang terkait dengan situasi Covid-19, maka keputusannya akan diserahkan kepada PBNU.