Ketika Vonis Disebut Tak Mengurangi Prestasi Nurdin...
Tanpa mengurangi apresiasi atas prestasi Nurdin Abdullah, seperti diuraikan penasihat hukum, majelis hakim menyatakan sependapat dengan jaksa. Penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award itu pun divonis 5 tahun penjara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Saat menjatuhkan vonis, Senin (29/11/2021) malam, majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar sepakat dengan jaksa penuntut umum bahwa Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah terbukti menerima suap serta gratifikasi dari sejumlah pengusaha. Penerimaan gratifikasi itu terkait dengan kepentingan proyek.
Kasus korupsi yang menjerat Nurdin ini cukup mengejutkan. Itu karena ia dikenal sebagai kepala daerah yang cerdas, inovatif, berintegritas, dan mempunyai banyak prestasi. Saat menjabat Bupati Bantaeng, Sulsel, bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menerima Bung Hatta Anti-Corruption Award pada 2017.
Namun, di meja hijau, saat menyampaikan pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Ibrahim Palino dan didampingi hakim anggota Muhammad Yusuf Karim dan Arif Agus Nindito menyatakan bahwa Nurdin menerima secara langsung uang tunai sejumlah 150.000 dollar Singapura dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba. Dari Agung, Nurdin juga terbukti menerima imbalan sebesar Rp 2,5 miliar yang diterimanya melalui Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Selatan Edy Rahmat.
Uang tersebut diberikan agar Nurdin memenangi perusahan milik Agung dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan. Selain itu, agar memberikan persetujuan bantuan keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap proyek pembangunan infrastruktur sumber daya air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021 supaya dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Agung dan Harry Syamsuddin selaku komisaris PT Purnama Karya Nugraha.
Pertimbangan itu disampaikan oleh majelis hakim dalam persidangan yang berlangsung dari siang hingga larut malam. Selama berlangsung, persidangan itu juga sempat diskors beberapa saat. Sejumlah wartawan ada yang memantau jalannya persidangan secara langsung di Pengadilan Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan, dan sebagian wartawan memantaunya secara daring di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Merah Putih, Kuningan, Jakarta.
Meskipun terbukti menerima gratifikasi, hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, oleh majelis hakim, Nurdin dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Majelis hakim juga menghukum Nurdin dengan mencabut hak politiknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Nurdin juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 2,187 miliar dan 350.000 dollar Singapura.
Seraya mengingatkan kembali prestasi yang pernah ditorehkan Nurdin, saat menjatuhkan vonis, majelis hakim pun sempat menyampaikan bahwa vonis yang dijatuhkan tidak mengurangi apresiasi terhadap prestasi terdakwa.
”Dengan tanpa mengurangi apresiasi terhadap prestasi dan jasa terdakwa serta penghargaan yang diterima terdakwa sebagaimana diuraikan oleh penasihat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya, majelis hakim setuju dan sependapat dengan penuntut umum agar terdakwa dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam waktu tertentu,” kata Ibrahim.
Dengan tanpa mengurangi apresiasi terhadap prestasi dan jasa terdakwa serta penghargaan yang diterima terdakwa sebagaimana diuraikan oleh penasihat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya, majelis hakim setuju dan sependapat dengan penuntut umum agar terdakwa dijatuhi pidana tambahan.
Rekening pengurus masjid
Selain menerima suap dari Agung, Nurdin juga dinyatakan menerima gratifikasi Rp 6,5 miliar dari Robert Wijoyo, Nuwardi bin Pakki, Fery Tanriady, Haeruddin, Kwan Sakti Rudy Moha, serta beberapa nama dari sejumlah pihak yang ditransfer ke rekening atas nama Pengurus Masjid Kawasan Kebun Raya Puncak.
Majelis hakim berpendapat, gratifikasi tersebut diterima Nurdin untuk kepentingan pribadi. Alhasil, perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Nurdin secara berlanjut adalah sah. Para saksi memberikan gratifikasi karena memandang Nurdin sebagai Gubernur Sulsel. Gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja.
Seusai mendengarkan putusan dari majelis hakim, penasihat hukum Nurdin, Arman Hanis, menyampaikan, Nurdin menyatakan pikir-pikir. Mereka akan mendiskusikannya bersama dengan keluarga sebagai pertimbangan untuk banding atau tidak.
Adapun Edy Rahmat, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Selatan yang menjadi perantara pemberian imbalan kepada Nurdin, divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan. Putusan tersebut tidak jauh berbeda dari tuntutan jaksa KPK, yakni 4 tahun dan denda Rp 250 juta. Jaksa KPK dan Edy menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.