Proses Hukum Gembong KKB Yahukimo Diharap Dilakukan secara Terbuka
Proses hukum terhadap pemimpin kelompok kriminal bersenjata (KKB) Yahukimo, Demius Magayang, diharapkan dilakukan secara terbuka. Evaluasi menyeluruh juga diperlukan agar penegakan hukum tak dilakukan kasus per kasus.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses hukum sejumlah kasus yang diduga dilakukan pemimpin kelompok kriminal bersenjata Demius Magayang diharapkan berjalan secara terbuka dan adil. Hal itu penting dilakukan untuk mengobati luka dan mengembalikan kepercayaan masyarakat Papua. Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan diminta untuk mengevaluasi secara menyeluruh operasi penegakan hukum di Papua.
Pandangan itu disampaikan oleh Peneliti Kelompok Kerja (Pokja) Papua Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas, Minggu (28/11/2021). Menurut Cahyo, langkah selanjutnya yang seharusnya dilakukan aparat Satuan Tugas Penegakan Hukum Nemangkawi setelah menangkap pemimpin kelompok kriminal bersenjata (KKB) Demius Magayang, Sabtu (27/11/2021), adalah memproses hukum secara terbuka.
Dugaan bahwa Demius alias Temius Magayang terlibat dalam sejumlah kasus antara lain pembunuhan pegawai KPUD Yahukimo Henry Jovinski, pembunuhan warga sipil bernama Muhammad Toyib, dan pembunuhan dua anggota TNI AD di Bandara Nop Goliat, Deikai, harus dibuktikan. Penegakan hukum juga harus menerapkan prinsip asas praduga tak bersalah.
”Penting juga bagi aparat penegak hukum untuk membuka siapa Demius Magayang ini. Dia itu masuk dalam kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mana? Apakah bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pimpinan Goliath Tabuni atau yang mana? Karena sampai saat ini belum ada pernyataan apa pun dari OPM,” terang Cahyo.
Gembong KKB Demius Magayang ditangkap Satuan Tugas Penegakan Hukum Nemangkawi dan Kepolisian Resor Yahukimo pada Sabtu di Distrik Deikai yang merupakan ibu kota Kabupaten Yahukimo. Demius ditangkap pukul 11.40 WIT saat berkendara melintasi Jalan Gunung, Deikai.
Berdasarkan pernyataan dari Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal, Demius Magayang merupakan Komandan Operasi KKB Kodap XVI Wilayah Yahukimo. Dia masuk dalam daftar pencarian orang dalam sejumlah kasus pembunuhan di Distrik Deikai, (Kompas, 28/11/2021).
Cahyo juga mengatakan, dalam proses hukum dugaan kejahatan yang dilakukan Demius Magayang, tersangka harus didampingi oleh penasihat hukum. Tersangka harus diperlakukan adil, sama seperti pelaku kriminal lainnya. Perbuatan yang dilakukan oleh Demius harus diadili secara terbuka di pengadilan. Proses hukum ini juga penting dilakukan untuk membuktikan bahwa operasi yang dilakukan di Papua benar adalah operasi penegakan hukum, bukan operasi militer.
”Proses hukum yang adil penting untuk mengobati luka masyarakat Papua yang trauma dengan lingkaran kekerasan dan pelanggaran HAM. Namun, untuk mengembalikan kepercayaan warga Papua kepada Pemerintah Indonesia, masih butuh langkah dialog yang damai,” kata Cahyo.
Setelah penangkapan Demius, aparat TNI dan Polri tetap bersiaga di sejumlah kabupaten, terutama menjelang peringatan hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka pada 1 Desember 2021.
Evaluasi menyeluruh
Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, menambahkan, penegakan hukum di Papua jangan hanya diselesaikan dengan pendekatan kasus per kasus. Di Papua, lanjutnya, setiap hari ada kontak senjata antara KKB dan aparat penegak hukum. Banyak kelompok KKB yang bahkan sudah tidak jelas siapa yang berada di balik mereka.
Sementara itu, menurut dia, pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah hukum dan keamanan di Papua masih terpisah-pisah. Setiap kementerian dan lembaga mengeluarkan kebijakan yang tidak sinkron satu sama lain. Misalnya, Menko Polhukam mengeluarkan kebijakan labelisasi teroris kepada KKB.
Kemudian, terbaru, Panglima TNI mengambil kebijakan untuk melakukan pendekatan yang lebih humanis di Papua. Adapun, pemerintah melalui wakil presiden dan payung hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat menggunakan pendekatan kesejahteraan.
Proses hukum yang adil penting untuk mengobati luka masyarakat Papua yang trauma dengan lingkaran kekerasan dan pelanggaran HAM. Namun, untuk mengembalikan kepercayaan warga Papua kepada Pemerintah Indonesia, masih butuh langkah dialog yang damai.
”Sampai saat ini, belum ada langkah yang sinergis dan pasti dalam menangani masalah hukum dan keamanan di Papua,” kata Amiruddin.
Satu hal yang pasti dalam mengatasi permasalahan hukum di Papua, pemerintah seharusnya berpegang pada prinsip mencegah jatuhnya korban dari warga sipil. Dengan begitu, kebijakan politik yang tegas harus diambil. Menko Polhukam selaku koordinator bidang hukum dan keamanan diminta mengevaluasi secara menyeluruh pendekatan hukum dan keamanan yang dijalankan sejak April 2020 sampai sekarang.
”Evaluasi secara menyeluruh operasi teritorial atau penegakan hukum di Papua dan Papua Barat. Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat tidak bisa melakukan itu karena mereka yang menjalankan operasinya. Butuh komitmen dari Menko Polhukam,” kata Amiruddin.
Amiruddin menegaskan, tanpa evaluasi yang jelas dan terukur terkait operasi penegakan hukum saat ini, tidak akan ada sesuatu yang baru di Papua. Dalam evaluasi menyeluruh itu harus lebih mengedepankan pendekatan HAM sehingga ada jaminan perlindungan bagi warga sipil di Papua dan Papua Barat.
”KSAD itu tugasnya pembina operasi penegakan hukum. Panglima TNI menyiapkan hal-hal pertahanan negara. Ambil porsi yang pas pada tupoksinya, Menko Polhukam harus inisiatif dan memang tanggung jawab dia untuk mengevaluasi operasi penegakan hukum di Papua. Supaya ada langkah yang sinergis pemerintah untuk mengatasi masalah Papua,” terang Amiruddin.