Libatkan Publik dalam Mengatur Tanggung Jawab Platform Digital
Ruang lingkup platform digital dinilai terlalu luas. Akibatnya, bentuk dan model pertanggungjawaban platform digital sulit ditentukan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan membuat aturan detail tentang pertanggungjawaban platform digital. Perumusan aturan pertanggungjawaban itu mesti melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dari regulator hingga konsumen.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, dalam hukum Indonesia, platform digital dikategorikan sebagai bagian dari penyelenggara sistem elektronik yang ruang lingkupnya sangat luas. Definisi mencakup seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sistem elektronik tanpa ada kategorisasi yang detail berbasis pada spesifikasi layanan dan model bisnis. Dalam pengaturannya pun cenderung sektoral dan tidak terintegrasi antarmodel bisnis dan layanan yang berbeda-beda.
”Akibatnya kemudian sulit untuk menentukan bentuk dan model pertanggungjawaban dari tiap-tiap platform tersebut, apakah disamaratakan atau dibedakan satu dengan lainnya,” ujarnya saat diskusi bertajuk ”Menggagas Model Tanggung Jawab Platform Digital, Tawaran Awal”, Senin (29/11/2021).
Turut hadir sebagai pembicara, Pelaksana Tugas Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Anthonius Malau, dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Sih Yuliana Wahyuningtyas, dan Vice President Public Policy and Government Relation Goto Ardhanti Nurwidya.
Wahyudi menuturkan, pemerintah bisa melakukan pemetaan awal pengaturan platform digital di Indonesia. Pengaturan bisa dilakukan melalui legislasi sektoral atau legislasi khusus. Adapun legislasi sektoral terdiri dari sektor seperti perdagangan, jasa keuangan, dan perhubungan. Sementara legislasi khusus mengatur penyelenggara sistem dan transaksi elektronik.
Keterlibatan multistakeholder mesti dilakukan dalam perancangan dan perumusan pengaturan tanggung jawab platform digital. Tidak semata-mata hanya Kementerian Kominfo, tetapi juga regulator lain, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Otoritas Jasa Keuangan, termasuk akademisi dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan konsumen.
Menurut dia, regulasi tidak bisa mengatur platform pada batas teritorial tertentu. Karena itu, regulasi yang dibuat harus mengacu pada model pengaturan yang sifatnya supranasional. Sebuah aturan dengan satu standar di tingkat universal dan global yang menjadi rujukan untuk membangun model pertanggungjawaban platform yang jaringannya sangat luas.
”Keterlibatan multistakeholder mesti dilakukan dalam perancangan dan perumusan pengaturan tanggung jawab platform digital. Tidak semata-mata hanya Kementerian Kominfo, tetapi juga regulator lain, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Otoritas Jasa Keuangan, termasuk akademisi dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan konsumen,” tutur Wahyudi.
Ia mencontohkan, pengaturan di Uni Eropa menganut beberapa prinsip. Pertama, lapangan permainan yang setara untuk layanan digital yang sebanding, kemudian memastikan perilaku secara bertanggung jawab untuk melindungi nilai-nilai dasar. Prinsip selanjutnya, menumbuhkan kepercayaan, transparansi, dan memastikan keadilan, serta menjaga pasar tetap terbuka dan tidak diskriminatif.
Yuliana menambahkan, masyarakat kini bertemu dalam ekonomi digital dengan produk-produk yang saling terhubung. Mereka tidak harus ada dalam satu platform yang sama, tetapi bisa tetap terhubung. Ini membuat proses bisnis berjalan lebih efisien.
Menurut Anthonius, Kementerian Kominfo hanya mengatur dari sisi teknologinya. Ketika digunakan untuk keperluan lain, maka yang berlaku adalah aturan dari Kementeian Kominfo dan aturan dari instansi terkait dengan pemanfaatannya. ”Ke depan, regulasi mana yang kita buat akan mendengar pemangku kepentingan lain,” ujarnya.