Tiba-tiba Giring, dari Capres lantas Ketua Umum PSI
Pemilihan ketua umum PSI tak seperti partai politik lainnya. Hanya diputuskan segelintir orang sehingga dinilai kontradiktif dengan desain awal partai yang egaliter. Kontras pula dengan citra PSI.
Pertengahan November lalu, Partai Solidaritas Indonesia atau PSI kembali menghadirkan kejutan. Giring Ganesha, eks vokalis grup band Nidji yang telah diputuskan PSI menjadi calon presiden untuk Pemilu 2024, diumumkan sebagai ketua umum baru partai tersebut. Tak seperti partai politik lainnya, pemilihan ketua umum bukan melalui kongres atau musyawarah nasional yang melibatkan seluruh pengurus daerah hingga pusat. Gaya pemilihan PSI ini diklaim sebagai inovasi politik, tetapi justru dipandang mempraktikkan gaya lama.
Melalui akun resminya di Twitter, 16 November lalu, PSI menyiarkan pengumuman penting terkait perubahan di posisi puncak PSI. Grace Natalie, yang sejak PSI berdiri tujuh tahun lalu menjabat ketua umum, naik jabatan menjadi Wakil Ketua Dewan Pembina. Sebagai gantinya adalah Giring yang baru empat tahun menjadi bagian dari PSI.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Struktur pengurus sudah definitif, SK Kumham (Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) perubahan sudah terbit.” Demikian dikutip dari unggahan di akun resmi PSI di Twitter.
Saat ditanya terkait proses pemilihan Giring, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI Isyana Bagoes Oka, Jumat (26/11/2021), mengatakan, prosesnya melalui kesepakatan internal.
Baca juga : Niat Maju Pilpres 2024, Ketum PSI Giring Janjikan Kuliah Gratis
Kesepakatan dicapai setelah melihat kinerja Giring saat menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSI sejak setahun lalu. Posisi itu diembannya setelah Grace harus studi S-2 di Singapura.
Selain kinerja, hasil survei jadi alat ukur lainnya. ”Kami meminta sebuah lembaga survei untuk melakukan survei kepada publik maupun masyarakat yang mengaku sebagai pemilih PSI,” ujar Isyana.
Setelah mengantongi hasil survei, Mahkamah Partai dan DPP PSI mengecek rekam jejak Giring dan memastikan bahwa dia memiliki nilai-nilai yang sama dengan yang diperjuangkan PSI. Mereka juga mengecek apakah Giring memiliki kemampuan manajerial, kepemimpinan, komitmen, dan kemauan politik untuk membesarkan PSI ke depan.
Dari semua alat ukur yang digunakan, menurut Isyana, hasilnya memuaskan. Giring paling tinggi dipilih oleh pemilih PSI untuk menjabat ketua umum. Selain itu, selama setahun menjabat plt ketua umum, Giring dinilai bisa menunjukkan kompetensi dan integritasnya. Ia juga dianggap sebagai wajah anak muda kreatif yang mampu berjuang di garda terdepan PSI.
”Setelah setahun, Dewan Pembina dan DPP mengevaluasi semua key performance index dan ternyata Bro Giring berhasil. Dewan Pembina yang diwakili Grace Natalie dan Raja Juli Antoni kemudian mengumumkan hasil ketetapan yang dilangsungkan bersamaan dengan pelantikan kepengurusan DPP PSI di Forum Kopdar Nasional yang dihadiri semua dewan pimpinan wilayah (DPW) dan dewan pimpinan daerah (DPD) PSI,” terang Isyana.
Jika menilik Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PSI, penentuan ketua umum PSI memang diputuskan oleh Dewan Pembina PSI. Menurut Isyana, saat ini Ketua Dewan Pembina PSI adalah Jeffrie Geovani. Dia didampingi Wakil Ketua Dewan Pembina Grace, Sekretaris Dewan Pembina Raja Juli Antoni, dan anggota Dewan Pembina, Sunny Tanuwidjadja.
Tak heran jika tidak ada kongres atau munas yang melibatkan seluruh pengurus daerah hingga pusat untuk menentukan ketua umum seperti halnya berlaku di parpol lain. Tak ada ingar-bingar dukung-mendukung calon ketua umum jelang pemilihan. Tak ada pula manuver para calon untuk meyakinkan pengurus pemilik hak suara agar memilihnya. Semuanya berlangsung senyap di internal PSI.
Inovasi politik
Menurut Isyana, mekanisme yang berbeda dengan parpol lainnya itu dipilih sebagai bagian dari ikhtiar PSI sejak berdiri pada 16 November 2014 untuk melahirkan inovasi politik. PSI memandang praktik pemilihan ketua umum di partai lain rentan dengan politik uang. Pengurus pemilik suara ditawari uang tertentu untuk memilih salah satu calon ketua umum. Akibatnya, partai bisa diambil alih oleh orang-orang yang memiliki sumber daya, khususnya kapital. Bahkan, sangat mungkin, para calon ketua umum akan menempuh berbagai cara agar terpilih.
”Kami tidak ingin itu terjadi di PSI. Kami tidak ingin mekanisme pemilihan ketua umum justru mengancam cita-cita kami untuk menjadi kebajikan dan keragaman dunia politik,” ucap Isyana.
Meski mekanisme pemilihan mengandalkan segelintir elite di PSI, sejumlah pengurus daerah PSI tak tampak keberatan.
Ketua DPW PSI Provinsi Nusa Tenggara Timur Christian Widodo mengungkapkan, kepemimpinan Giring selama satu tahun sebagai plt ketua umum membuatnya bisa diterima oleh kader PSI di daerah, termasuk di NTT. Karena itu, pengurus PSI NTT setuju saja saat Giring dipilih menjabat ketua umum PSI.
”Giring banyak terjun ke lapangan melakukan konsolidasi internal DPD, DPC di NTT. Di masa kepemimpinannya, juga ada sekolah kaderisasi PSI yang bertujuan mendidik menjadi anggota legislatif yang baik, seperti kemampuan membaca dan mengkritisi anggaran,” terangnya.
Sekalipun dalam AD/ART PSI keputusan untuk penentuan ketua umum berada di tangan Dewan Pembina, menurut dia, pengurus daerah tetap dimintai pendapat.
Ketua DPW DKI Jakarta Michael Sianipar pun menyatakan pengurus dan kader di wilayahnya sepakat Giring menjabat ketua umum PSI.
Ia lantas mengisahkan salah satu bukti kemampuan kepemimpinan Giring. Akhir tahun 2020, menurut dia, Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta menolak usulan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI untuk 2021 guna kegiatan sosialisasi dan reses. Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta menolak usulan itu.
Namun, PSI sempat dituding berbohong karena sebenarnya telah setuju dan tanda tangan dalam rapat pimpinan gabungan DPRD DKI.
Ketika polemik muncul, dia sempat melaporkan kepada Giring. Dia menceritakan bagaimana posisi Fraksi PSI di Jakarta jika tetap menolak kebijakan itu. Giring kemudian meminta penjelasan tentang bagaimana situasi ekonomi Jakarta di masa pandemi Covid-19 ini.
DPW PSI DKI menjelaskan bahwa situasi perekonomian sedang sulit sehingga kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD tidak sensitif pada penderitaan rakyat. Giring kemudian tetap memerintahkan Fraksi PSI untuk menolak kebijakan itu.
”Dengan risiko yang harus dihadapi oleh Fraksi PSI di DPRD, kami merasa Bro Giring adalah orang yang berani mengambil keputusan. Sebagai sosok politikus yang baru dan muda, tidak ada beban bagi dia untuk mengambil keputusan yang tidak populer. Ketegasan ini kemudian menyebar ceritanya ke mana-mana dan membuat dia dihormati,” kata Michael.
Citra PSI
Meski tak terlihat ada penolakan dari pengurus daerah dengan Giring dan mekanisme dipilihnya dia sebagai ketua umum, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai proses yang berlaku di PSI tidak demokratis.
Sebagai partai yang mencitrakan diri sebagai partai muda dan progresif, PSI seharusnya tidak hanya merepresentasikan dalam simbol dan bungkusnya saja. Pembaruan itu harus juga diwujudkan dalam bentuk sistem seperti pemilihan ketua umum yang demokratis. Jika keputusan penentuan ketua umum diserahkan kepada Dewan Pembina, pemilihan seolah berada dalam kotak gelap.
”Ini bisa berdampak pada gaung PSI yang terasa nanggung karena mereka hanya merepresentasikan muda dan progresif pada simbolisasi semata. Sementara untuk sistem masih dengan gaya lama,” terang Yunarto.
Padahal, seharusnya, ketika pemilihan ketua umum dilakukan secara lebih demokratis, dampaknya tidak hanya ketua umum bisa diterima elite partai, tetapi juga konstituen PSI, bahkan tak tertutup kemungkinan masyarakat yang lebih luas. ”Kalau mereka ingin mengusung ketua umum yang ngepop, sebaiknya harus diterima juga oleh publik,” kata Yunarto.
Ia juga khawatir, apabila demokratisasi di internal PSI tidak diperbaiki, hal itu bisa menjebak mereka pada pengambilan keputusan pada segelintir orang saja. Dewan Pembina bisa menentukan calon anggota legislatif, calon kepala daerah, hingga calon presiden. Suara kader di akar rumput berpotensi tak didengarkan.
Untuk diketahui, saat masih menjabat plt ketua umum, Giring sudah dideklarasikan menjadi capres PSI untuk Pemilu Presiden 2024 pada Agustus 2020. Deklarasi ini pun mengejutkan tatkala pemilu masih lama. Kala itu, Raja Juli Antoni yang masih menjabat Sekjen PSI mengatakan, dipilihnya Giring sebagai capres setelah melakukan survei dan diskusi kelompok terarah di lima provinsi. Tak hanya karena Giring punya modal popularitas, PSI menganggap Giring punya kapasitas.
Baca juga : Efek Kejut dari Pencalonan Giring
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati, berpandangan, PSI idealnya mengumpulkan pengurus dari seluruh daerah, kemudian mengadakan kongres untuk memilih ketua umum secara demokratis.
”Munculnya Dewan Pembina justru kontradiktif dengan desain awal partai yang egaliter. Ternyata, mereka juga terjebak pada lembaga formal legalistik yang bertentangan dengan citra PSI,” ujar Wasisto.
Namun, Wasisto berpandangan, pemilihan Giring sebagai ketua umum bukan tanpa alasan. Menurut dia, Giring bisa menjadi figur yang bisa mengatrol suara PSI agar lolos ke Senayan pada pemilu selanjutnya. Pemilihan Giring secara aklamasi seolah menegaskan posisinya sebagai vote getter bagi PSI.
”Kunci PSI bisa bertahan dan diterima masyarakat itu, kan, media. Oleh karena itu, pragmatis saja Giring yang dipilih selaku media darling yang bisa mengatrol popularitas dan elektabilitas PSI,” ujarnya.