KPU Jajaki Pengembangan Aplikasi Super untuk Pemilu 2024
Meski belum ada payung hukum menerapkan teknologi untuk pemilu, KPU tetap lakukan inovasi teknologi berbasis sistem informasi. Harapannya, inovasi memudahkan kerja penyelenggaraan di tengah pemilu yang kian kompleks.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menjajaki kemungkinan pengembangan aplikasi super dalam Pemilu 2024. Pengembangan aplikasi itu diharapkan dapat menjadi salah satu instrumen berbasis teknologi informasi yang memudahkan kinerja penyelenggara pemilu, baik di jajaran KPU maupun badan ad hoc di lapangan.
Upaya pengembangan aplikasi super (super apps) itu, menurut Ketua KPU Ilham Saputra, sebenarnya sudah dirintis KPU sejak 2014 dan telah beberapa kali dimanfaatkan oleh KPU dalam pemilu dan pilkada. KPU, misalnya, telah membuat berbagai sistem informasi yang memudahkan kerja-kerja penyelenggara, seperti Sistem Informasi Penghitungan (Situng), Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), dan Sistem Informasi Verifikasi Parpol (Sipol).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dalam praktiknya, penggunaan berbagai sistem informasi itu belum sepenuhnya diterima oleh publik. Di samping itu, payung hukum berupa Undang-undang Pemilu juga belum mengatur secara detil dalam penggunaan aplikasi dan sistem informasi itu.
Hanya saja, dalam praktiknya, penggunaan berbagai sistem informasi itu belum sepenuhnya diterima publik. Di samping itu, payung hukum berupa Undang-Undang Pemilu juga belum mengatur secara detail dalam penggunaan aplikasi dan sistem informasi itu. Digitalisasi yang dilakukan KPU pun akhirnya sebatas alat bantu dalam memudahkan kerja penyelenggara dan tidak bisa dijadikan patokan hasil atau pelaksanaan tahapan.
”Situng, misalnya, dipersoalkan. Padahal, itu bukan alat penentu. Namun, orang komplain. Sementara maksud kami melakukan itu sebagai bagian dari upaya KPU mewujudkan transparansi. Situng juga bukan aplikasi resmi yang dirujuk sebagai alat penetapan pemilu, melainkan sebagai alat bantu saja,” ucap Ilham saat membuka webinar bertajuk ”Strategi Membangun Super Apps untuk Pemilu 2024”, Jumat (26/11/2021), di Jakarta.
Diskusi daring itu juga turut dihadiri Andri Qiantori selaku Tribe Leader Vaccination dan Peduli Lindungi serta praktisi teknologi dan informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yudistira Dwi WA. Acara difasilitasi oleh Divisi Data dan Informasi KPU.
Ilham mengatakan, sekalipun belum ada dukungan payung hukum yang kuat dalam penerapan teknologi untuk pemilu, KPU tetap melakukan inovasi-inovasi teknologi berbasis sistem informasi. Harapannya, inovasi itu akan dapat lebih memudahkan kerja-kerja penyelenggaraan pemilu yang kian kompleks.
Belajar dari Pemilu 2019, di mana pemilu presiden dan pemilu legislatif, pemilihan DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan serentak, penyelenggara menghadapi dinamika yang berat. Tugas penyelenggara yang sifatnya ad hoc di tempat pemungutan suara (TPS) relatif berat sehingga timbul korban jiwa dan gangguan kesehatan.
Dengan aplikasi teknologi informasi, menurut Ilham, hal semacam itu seharusnya dapat diminamilkan. ”Idealnya aplikasi itu memudahkan kita dalam bekerja serta membuat pekerjaan kita lebih efektif dan efisien,” ucapnya.
Inovasi yang dilakukan oleh KPU di daerah, menurut Ilham, sangat didorong. Namun, inovasi itu harus dikomunikasikan dan disinergikan dengan sistem yang berlangsung di KPU. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih dan kekacauan dalam kerja-kerja penyelenggaraan pemilu atau pilkada.
Anggota KPU yang membawahi Divisi Data dan Informasi, Viryan Azis, mengatakan, ada beberapa hal yang mesti disiapkan dalam membangun super apps Pemilu 2024. Hal itu ialah integrasi data kepemiluan, aplikasi yang memudahkan pemilih dan peserta pemilu, serta keberadaan infrastruktur berupa manajemen peladen (server). Dengan penguatan pada tiga hal ini, sebagai bagian dari ekosistem digital yang baik, Viryan meyakini super apps Pemilu 2024 dapat dibangun dengan baik dan aman dari peretasan.
Namun, sebelum sampai ke sana, keberadaan payung hukum yang kuat dan jelas menjadi salah satu syarat utama. Pembuat kebijakan diharapkan membuat kerangka hukum pemilu yang dapat memberikan ruang digitalisasi pemilu, khususnya super apps. Beberapa ekosistem juga harus ditumbuhkan, antara lain infrastruktur internet yang memadai, jaminan keamanan siber, literasi digital, dan kecukupan anggaran.
Pembuat kebijakan diharapkan membuat kerangka hukum pemilu yang dapat memberikan ruang digitalisasi pemilu, khususnya super apps.
Adaptif
Andri Qiantori mengatakan, fenomena super apps muncul setelah ada kesadaran tentang aplikasi tunggal yang ternyata tidak terlalu banyak dimanfaatkan pengguna. Sebuah telepon seluler bisa menampung ratusan aplikasi sekaligus, tetapi dari jumlah itu hanya ada beberapa aplikasi yang kerap diakses. Kondisi ini memunculkan kesadaran perlunya sinergi dan kerja sama antar-aplikasi guna memastikan layanannya mudah digunakan dalam satu kali akses.
”Muncullah super apps yang menggabungkan berbagai aplikasi dengan beragam layanan. Seperti We Chat yang merupakan super apps pertama yang sukses, diikuti oleh Alipay. Kondisi ini pun ditemui di Indonesia. Misalnya, dalam aplikasi Peduli Lindungi, kami bekerja sama dengan Grab dan Gojek,” ujarnya.
Selama ini super apps memang lebih banyak digunakan untuk keperluan usaha di luar layanan publik. Namun, pemerintah dapat saja mengelola super apps untuk layanan publik sebagaimana dirintis oleh Peduli Lindungi. Kuncinya ialah pada kemampuan adaptasi dan kerja sama dengan berbagi stakeholder (pemangku kepentingan).
”Peduli Lindungi, misalnya, awalnya untuk melayani masyarakat dalam pencegahan penularan Covid-19. Namun, ketika angka kasus menurun, mulai dikembangkan juga untuk melayani masyarakat dalam pemulihan ekonomi setelah pandemi. Adaptasi menjadi sesuatu yang penting agar super apps itu relevan dengan kebutuhan pengguna,” katanya.
Yudistira Dwi mengatakan, pengembangan super apps untuk Pemilu 2024 harus pula memperhatikan konteks pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh, pemilu tidak berlangsung sepanjang tahun atau setiap hari. Keberadaan super apps pemilu ini pun harus menimbang soal kontinuitas pelayanan di saat tidak ada pemilu.
”Tidak setiap hari orang berhubungan dengan kepemiluan. Maka, ini harus dipertimbangkan bagaimana konsep super apps yang ingin dikembangkan dalam pelayanan pemilu ini. Karena pemilu ini insidental, apakah tidak dibutuhkan super apps atau bagaimana nantinya aplikasi itu dikelola sehingga bisa terus relevan,” katanya.