Percepatan Penyerapan Anggaran Perlu Lebih Dini Lagi
Rendahnya realisasi belanja pemda kerap terjadi tiap tahun. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian mengakui, soal ini tak hanya tahun ini. Ke depan, penyerapan anggaran harus lebih dini lagi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah selalu terjadi setiap tahun. Alhasil, pemda akan menggunakan banyak anggarannya di bulan Desember. Agar di masa mendatang persoalan tersebut tidak terjadi berulang, maka pembelanjaan anggaran harus dilakukan sedini mungkin.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri per 19 November 2021, rata-rata persentase realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Tahun Anggaran 2021 baru sebesar 65,12 persen, kabupaten 61,15 persen, dan kota 59,08 persen. Padahal, waktu anggaran tinggal satu bulan lagi.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian mengakui, persoalan ini bukan hanya terjadi pada tahun ini. Belajar dari persoalan yang terjadi pada 2021 dan tahun sebelumnya, maka pada tahun depan akan ada perbaikan dengan mendorong pemda agar melakukan lelang dini.
“Kemendagri pada tahun 2022 akan mendorong pemda melakukan salah satunya langkah percepatan dengan lelang dini. Kontraktual dini. Biasanya pemda kontrak ada di Mei dan Juni sehingga serah terima di Desember. Sekarang kita mencoba membiasakan pemda untuk bisa lelang dini di awal tahun,” kata Ardian saat dihubungi di Jakarta, Rabu (24/11/2021).
“Kemendagri pada tahun 2022 akan mendorong pemda melakukan salah satunya langkah percepatan dengan lelang dini. Kontraktual dini. Biasanya pemda kontrak ada di Mei dan Juni sehingga serah terima di Desember. Sekarang kita mencoba membiasakan pemda untuk bisa lelang dini di awal tahun”
Ia menjelaskan, dengan pemda melakukan lelang pada Januari, maka harapannya paling lambat pada Maret bisa melakukan kontrak. Alhasil, pada September bisa melakukan serah terima. Jika memungkinkan, pemda melakukan lelang mulai Desember agar Januari bisa melakukan kontrak dan serah terima bisa dilakukan pada Juni. Dengan pola belanja baru tersebut, maka ke depan penyerapan pemda akan bisa lebih optimal pada awal semester kedua.
Ketua Bidang Pemerintahan dan Pendayagunaan Aparatur Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nikson Nababan mengungkapkan, selama ini e-katalog baru bisa dibuka di bulan Juni. Ia berharap, e-katalog bisa dibuka pada Januari agar bisa mulai belanja di awal tahun.
Agar serapan anggaran bisa cepat, Nikson berharap, tender di bawah Rp 2 miliar agar dilakukan penunjukan langsung. Selain itu, anggaran belanja yang akan digunakan dapat dikelola sendiri oleh pemda dengan pengawasan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah pusat dan daerah segera merealisasikan APBN dan APBD terutama terhadap program-program prioritas agar penyerapan APBN maupun APBD dapat terealisasikan secara optimal guna mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun demikian, pemerintah pusat dan daerah tetap harus melakukan efisiensi anggaran seperti menghapus kegiatan atau belanja yang tidak perlu menjadi belanja yang produktif dan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat serta peningkatan ekonomi negara.
Penyederhanaan sistem belanja
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengungkapkan, persoalan lambatnya serapan APBD terjadi setelah ada perubahan tahun anggaran pascareformasi yakni dari 1 April dan berakhir 31 Maret menjadi 1 Januari dan berakhir 31 Desember. Menurut Djohermansyah, banyak pekerjaan yang terhambat sejak bulan November karena faktor cuaca.
"Persoalan lambatnya serapan APBD terjadi setelah ada perubahan tahun anggaran pascareformasi yakni dari 1 April dan berakhir 31 Maret menjadi 1 Januari dan berakhir 31 Desember. Menurut Djohermansyah, banyak pekerjaan yang terhambat sejak bulan November karena faktor cuaca"
Faktor lain penyebab rendahnya belanja APBD adalah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang tidak berjalan di Januari. Hal tersebut membuat daerah belum bisa bertindak. Akibatnya, eksekusi program dan kegiatan mereka harus mundur. Djohermansyah menegaskan, penyerapan anggaran yang dikejar pada akhir tahun anggaran mengganggu kualitas dari program dan kegiatan yang dilakukan.
Oleh karena itu, menurut Djohermansyah, praktik tahun anggaran 1 April sampai 31 Maret lebih cocok diterapkan di Indonesia yang wilayahnya sangat luas. Dengan siklus tahun anggaran itu, maka daerah tidak akan menghadapi kendala buru-buru membelanjakan anggarannya di akhir tahun. Pemda juga memiliki waktu persiapan lebih panjang dari Januari hingga April.
Menurut Djohermansyah, solusi lainnya yakni dengan menyederhanakan sistem berbelanja. Laporan yang rumit akan membuat pemda menjadi lambat dalam bekerja. Pemda sebaiknya membuat satu laporan saja yang terpusat. “Susah juga kalau diminta laporan tiap hari atau tiap minggu,” ujar Djohermansyah.
"Waktu tender yang lama terjadi karena Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan e-Katalog yang berbelit. Agar daerah tidak terlalu lama membelanjakan anggarannya, seharusnya harus ada langkah pendahuluan"
Menurut Djohermansyah, waktu tender yang lama terjadi karena Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan e-Katalog yang berbelit. Agar daerah tidak terlalu lama membelanjakan anggarannya, seharusnya harus ada langkah pendahuluan.
“Sebelum (anggaran) dieksekusi, semua urusan yang terkait dengan arahan dari pusat, seharusnya pedoman standar kriteria sudah diturunkan,” kata Djohermansyah. Ia menegaskan, seharusnya pedoman standar kriteria tersebut sudah tersedia di pemda satu atau dua bulan sebelum pelaksanaan tender.
Lebih jauh, Djohermansya juga mendorong agar kepala daerah turun langsung ke lapangan untuk memantau proyek yang dikerjakannya. Djohermansyah menceritakan, saat ia menjadi Pelaksana Tugas Gubernur Riau pada 2013, banyak pekerjaan yang terbelengkalai karena tidak mendapatkan persetujuan dari gubernur. Ketika ia menanganinya, dari serapan pada November hanya 38 persen bisa menjadi 93,8 persen di akhir Desember.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Roy Salam, seharusnya semua tender dapat dilakukan di awal tahun. Sebab, barang yang dipesan tidak tersedia dengan cepat. Ia melihat, banyak tender fisik pembuatan gedung yang ditenderkan empat bulan jelang tahun anggaran berakhir.
“Dari sisi pelaksanaan tidak masuk akal. Apalagi, bangunan itu satu tahun anggaran. Tidak mungkin kontraktor menyanggupi akan selesai, sehingga terjadi negosiasi yang membuat tendernya dibuat multiyear,” kata Roy.
Di sisi lain, Roy menegaskan, pemerintah pusat harus konsisten dengan kebijakannya. Sebab, persoalan serapan APBD rendah ini tidak hanya terjadi saat pandemi berlangsung. Namun, sebelumnya pandemi pun juga telah terjadi hal serupa. Salah satu penyebabnya, banyak persoalan administrasi yang harus disiapkan daerah.