Pemilu 2024 Tetap Lima Kotak Suara
MK tak dapat mengabulkan permohonan pemohon untuk membedakan waktu pelaksanaan pemilu nasional dari pemilu lokal. Salah satunya karena keserentakan pemilu merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.
JAKARTA, KOMPAS — Pemilu serentak dengan lima kotak suara dipastikan akan tetap berlangsung pada Pemilu 2024. Pascaputusan Mahkamah Konstitusi yang tidak mengabulkan permohonan uji materi mengenai desain keserentakan pemilu, praktis tidak ada perubahan signifikan terkait dengan desain keserentakan dalam Pemilu 2024.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi, Rabu (24/11/2021) di Jakarta, menegaskan kembali posisi dan pendiriannya dalam melihat desain keserentakan pemilu. Merujuk kepada putusan MK nomor 55/PUU-XVII/2019, MK telah memberikan pertimbangan tentang enam model desain keserentakan pemilu. Desain keserentakan lima kotak termasuk sebagai model yang dipandang konstitusional oleh MK.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Demikian pula dengan model yang didalilkan oleh pemohon, yakni Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang menginginkan adanya pembedaan waktu pemilu antara pemilu nasional (DPR, DPD, presiden dan wakil presiden) dan pemilu lokal (DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota). Hakim konstitusi Saldi Isra dalam pertimbangannya menyebutkan, model keserentakan itu juga telah diakomodasi dalam alternatif model keempat dan kelima yang diatur MK di dalam putusan nomor 55/PUU-XVII/2019.
Baca juga : Hormati Putusan Uji Materi Keserentakan Pemilu di Mahkamah Konstitusi
MK menilai penentuan desain keserentakan itu merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang dengan disertai pertimbangan, dasar yang jelas, serta rasional. Oleh karena itu, MK tidak dapat mengabulkan permohonan pemohon. Jika permohonan itu dikabulkan, secara logika hukum MK akan menentukan satu model keserentakan sebagai konstitusional dan secara tidak langsung menilai model keserentakan lain sebagai tidak konstitusional. Padahal, MK telah memutuskan ada enam model desain keserentakan yang dapat dipilih oleh pembentuk UU.
Dengan keluarnya putusan MK ini, Komisi II DPR menilai MK tetap konsisten dan mempertahankan pendiriannya pada putusan sebelumnya mengenai desain keserentakan pemilu.
MK menilai penentuan desain keserentakan itu merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang dengan disertai pertimbangan, dasar yang jelas, serta rasional. Oleh karena itu, MK tidak dapat mengabulkan permohonan pemohon.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, sejalan dengan putusan itu, komisinya dan pemerintah selaku pembentuk UU belum ada rencana mengubah desain pemilu dan memutuskan tetap dengan desain keserentakan seperti Pemilu 2019.
Baca juga : MK Tolak Uji Materi Keserentakan Pemilu
”Sampai sekarang, DPR dan pemerintah belum ada rencana untuk mengubah desain pemilu dan masih tetap dengan desain seperti Pemilu 2019,” ucapnya.
Dalam menyikapi salah satu persoalan dalam pemilu lima kotak, yakni kelelahan dan beban berat penyelenggara ad hoc di lapangan, menurut Saan, hal itu berusaha diantisipasi dengan evaluasi yang dilakukan penyelenggara pemilu. Baik penyelenggara pemilu maupun partai politik dipandang sudah memiliki pengalaman di Pemilu 2019. Hal itu menjadi bahan pembelajaran yang berarti untuk mengatasi persoalan dan beban Pemilu 2024. Harapannya, persoalan-persoalan itu tidak terulang.
”Kita sudah berusaha dan akan terus berusaha untuk melakukan manajemen dan tata kelola pemilu. Sudah dicoba juga untuk berinisiatif melakukan revisi Undang-Undang Pemilu, tetapi, kan tidak berlanjut. Dan untuk Pemilu 2024 rasanya sulit untuk dilakukan revisi. Mungkin bisa dilakukan setelah 2024,” tutur Saan.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menyebutkan tidak ada perubahan berarti dalam desain keserentakan Pemilu 2024. Bedanya dengan Pemilu 2019, akan ada pilkada serentak pada 2024.
Kendati demikian, bukan berarti putusan MK itu menjadi akhir dari upaya perbaikan desain keserentakan pemilu. MK telah menyebutkan ada enam opsi desain keserentakan pemilu sehingga opsi-opsi itu dapat ditilik kembali untuk dipertimbangkan dalam desain pemilu selanjutnya.
”Desain keserentakan itu masih bisa diubah karena ada enam opsi yang diberikan oleh MK dan dinyatakan konstitusional. Bisa juga nanti DPR dan pemerintah mencoba menafsirkan kembali desain keserentakan itu. Namun, itu dapat dilakukan pada pemilu berikutnya,” ujarnya.
Baca juga : Kompleksitas Teknik Penyelenggaraan Picu Distorsi pada Upaya Pemilu yang Jurdil
Pada Pemilu 2024, perubahan desain itu sulit dilakukan karena tidak ada revisi UU Pemilu. Presiden, menurut Luqman, tidak menginginkan adanya revisi UU Pemilu. Oleh karena itu, momentum perubahan desain keserentakan itu baru dapat dilakukan setelah Pemilu 2024.
Mengenai beban berat dan kondisi penyelenggara ad hoc yang kelelahan karena menyelenggarakan pemilu lima kotak, menurut Luqman, itu sesuatu yang dapat dipahami. Pemilu lima kotak disadari sebagai praktik yang tidak sederhana, baik bagi pemilih maupun penyelenggara pemilu.
”Kita tentu berkepentingan mendorong pemilu makin mudah dan sederhana bagi pemilih dan tidak menjadi beban penyelenggara. Sebab, kemarin (Pemilu 2019) itu, kan, pemilih jadi pusing karena banyak pilihan dan bagi penyelenggara juga terlalu berat sehingga banyak yang sakit dan meninggal,” katanya.
Ke depan, untuk mengantisipasi hal itu, Luqman mengatakan, pihaknya akan meminta penyelenggara pemilu betul-betul menyusun aturan yang dapat menyiasati kondisi ini. Mau tidak mau, perubahan atau terobosan untuk mengatasi beban kerja penyelenggara yang berat itu mesti dilakukan melalui perumusan peraturan KPU atau aturan turunan UU lainnya. Sebab, perubahan melalui revisi UU Pemilu saat ini tidak dimungkinkan secara politis.
Mau tidak mau, perubahan atau terobosan untuk mengatasi beban kerja penyelenggara yang berat itu mesti dilakukan melalui perumusan peraturan KPU atau aturan turunan UU lainnya.
Tunggu KPU
Ditanyai mengenai kepastian jadwal pemilu, baik Saan maupun Luqman tidak dapat memastikan kapan akan ada rapat lanjutan membahas tahapan pemilu. Menurut Saan, pembicaraan soal jadwal dan tahapan pemilu itu akan diupayakan dalam masa sidang ini. Masa sidang ini akan berakhir pada 16 Desember 2021. ”Akan diupayakan di masa sidang ini. Namun, kalau tidak tercapai, akan diselesaikan di masa sidang yang akan datang,” ujarnya.
Baca juga : KPU Buka Opsi Mundurkan Pilkada
Sementara itu, Luqman menilai saat ini sudah tidak ada kendala berarti yang dihadapi KPU untuk mengusulkan tahapan dan jadwal Pemilu 2024. Informasi yang ia terima menyebutkan, Presiden Jokowi tidak berkeberatan dengan hari pemungutan suara Pemilu 2024 pada 21 Februari 2024. Artinya, secara politis, usulan KPU untuk menyelenggarakan pemilu pada 21 Februari 2024 dapat diterima pemerintah. Hanya, KPU diminta untuk menyesuaikan anggaran pemilu agar menimbang pula kondisi keuangan negara yang terpukul oleh pandemi Covid-19.
”Kalau kemarin itu, kan, kendalanya karena ada pendapat yang berbeda soal waktu penyelenggaraan pemilu, karena pemerintah mengusulkan 15 Mei 2024. Namun, dengan hasil pertemuan dengan Presiden yang katanya Presiden sudah setuju, berarti sudah selesai sebenarnya itu barang. Lalu, menunggu apa lagi?” katanya.
Komisi II DPR, lanjut Luqman, hanya memberikan pertimbangan yang sifatnya konsultatif karena keputusan soal tahapan dan jadwal ada di tangan KPU. ”Kalau KPU nanti mengajukan rapat konsultasi kepada kami, kami siap untuk segera membahas dan menjadwalkan rapatnya. Sebab, sebenarnya jadwal rapat-rapat di Komisi II sudah ditetapkan sejak awal masa sidang ini. Kalau, misalnya, ada surat pengajuan konsultasi dari KPU untuk membahas jadwal pemilu, tentu itu akan memudahkan dan menjadi dasar bagi kami untuk menjadwalkan rapat bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu lainnya,” papar Luqman.
Dihubungi secara terpisah, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid, mengatakan, sejak dini sikap fraksinya jelas menginginkan adanya revisi UU Pemilu agar pemilu berjalan sesuai dengan mekanisme konstitusi. Demokrat menilai desain keserentakan pemilu, yakni antara pemilu lokal dan nasional, yang terpenting ialah kesiapan beban penyelenggara, termasuk beban partisipasi politik warga.
Dalam penentuan tahapan Pemilu 2024, fraksinya menilai usulan KPU sebagai sesuatu yang sudah ideal. ”Pileg dan pilpres pada Februari 2024 dan pilkada pada November 2024, itu sudah sangat ideal. Tinggal dijadikan rujukan semua pihak,” katanya.