Ketua Umum MUI: Penangkapan Tersangka Teroris Tak Guncang MUI
Meski mengaku tak ada guncangan, Ketua Umum MUI Miftahul Akhyar menyatakan MUI akan muhasabah, mawas diri demi menjaga marwah majelis para ulama. Adapun pemerintah, menurut Mahfud MD, akan terus bekerja sama dengan MUI.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (ketiga dari kiri) memberikan penjelasan kepada wartawan terkait penangkapan tiga tersangka tindak pidana terorisme yang terhubung dengan partai politik dan Majelis Ulama Indonesia di kantornya, Senin (22/11/2021). Dalam konferensi pers itu hadir pula Ketua Umum MUI Miftahul Akhyar, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Fahrur Razi, dan Wakil Bendahara MUI Misbahus Salam.
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Miftahul Akhyar menegaskan, penangkapan anggota Komisi Fatwa MUI yang diduga terafiliasi dengan gerakan terorisme tidak mengguncang internal lembaga itu. Dia juga menegaskan, MUI sudah memiliki fatwa yang mengharamkan gerakan terorisme.
”Secara umum di internal MUI tidak ada keguncangan dan semua berjalan normal. Namun, peristiwa ini bisa menjadi sarana introspeksi, muhasabah atau mawas diri. Kita harus lebih berhati-hati, lebih teliti untuk menjaga marwah majelis para ulama yang merupakan bagian dari anak bangsa ini,” ujar Miftahul seusai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di kantornya, Senin (22/11/2021).
Menurut Miftahul, pertemuan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Polhukam itu dilakukan untuk membahas masalah AZA, salah satu anggota Komisi Fatwa MUI, yang diduga terkait dengan kelompok teroris dan telah ditangkap Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88). Miftahul hadir didampingi Wakil Sekretaris Jenderal MUI Fahrur Razi dan Wakil Bendahara MUI Misbahus Salam. Selain dari pihak MUI, hadir pula perwakilan dari Bareskrim Polri.
Miftahul berpandangan ada yang perlu diluruskan terkait berbagai isu mengenai penangkapan itu. Terlebih, di dunia maya, berbagai spekulasi liar berkembang. Misalnya, wacana yang mendorong MUI dibubarkan hingga tudingan bahwa penegakan hukum menyasar kelompok tertentu. Miftahul mengapresiasi langkah cepat pemerintah untuk mengklarifikasi isu tersebut. Sebagai forum tertinggi ulama, MUI berkomitmen agar ketertiban, kesejahteraan, dan ketenangan hidup bangsa bisa terus terpelihara.
”Menurut MUI, kerja sama MUI dan pemerintah berjalan sangat baik dan terus selalu terpelihara. Buktinya, kami hadir di sini meski sama-sama mendadak. Kami hadir ini adalah bentuk kerja sama yang terpelihara dengan baik,” terang Miftahul.
Secara umum di internal MUI tidak ada keguncangan dan semua berjalan normal. Namun, peristiwa ini bisa menjadi sarana introspeksi, muhasabah atau mawas diri. (Miftahul Akhyar)
Sebelumnya, pada medio November lalu, Densus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka di daerah Bekasi, Jawa Barat, yakni FAO, AZA, dan AA. Dua dari tiga tersangka ditangkap karena merupakan pengurus lembaga amil zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf. Di lembaga amil zakat itu, AZA menjabat sebagai ketua dewan syariah dan tersangka FAO sebagai anggota dewan syariah.
Adapun FAO adalah Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) dan AA sebagai Wakil Ketua Majelis Syuro PDRI. AA juga merupakan pendiri Perisai, sebuah badan yang berfungsi memberikan bantuan hukum kepada anggota keluarga teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Larangan terorisme
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Miftahul Akhyar memberikan penjelasan kepada wartawan terkait penangkapan tiga tersangka tindak pidana terorisme yang terhubung dengan partai politik dan Majelis Ulama Indonesia di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin (22/11/2021).
Miftahul menjelaskan, MUI secara tegas sudah melarang anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan terorisme. Hal itu diatur dalam Fatwa Nomor 3 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa terorisme dan bom bunuh diri itu haram hukumnya. ”Kalau mereka menganggap bom bunuh diri itu mati syahid, kami (MUI) menganggap itu mati sangit (terbakar),” kelakar Miftahul.
Miftahul menjelaskan, fatwa itu sudah lama diterapkan di MUI sehingga dianggap cukup sebagai upaya pencegahan infiltrasi gerakan terorisme di tubuh MUI. Menurut dia, MUI adalah cerminan gerak ulama yang berkomitmen untuk membangun Indonesia menjadi negara yang besar, tenteram, dan sejahtera. Oleh karena itu, aktivitas MUI juga harus senapas dengan komitmen tersebut dan dampak baiknya harus dirasakan oleh seluruh umat.
Sesuai aturan
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kembali melakukan penggeledahan di sebuah rumah kos di Kelurahan Pelita, Kecamatan Enggal, Bandar Lampung, Senin (21/10/2019). Penggeledahan dilakukan menyusul penangkapan empat terduga teroris, Senin (14/10/2019).
Sementara itu, Mahfud MD menjelaskan, proses hukum terhadap tiga tersangka dugaan tindak pidana terorisme yang ditangkap Densus 88 baru-baru ini tidak bisa dibuka seluruhnya ke publik. Sebab, hal itu bisa mengacaukan proses hukum yang berjalan. Mahfud juga menegaskan, sejak awal penangkapan, aparat penegak hukum tidak pernah mengumumkan bahwa salah satu tersangka adalah anggota MUI.
”Penangkapan ketiga terduga teroris tidak dilakukan di kantor MUI sehingga jangan berpikir bahwa ada hubungan antara teroris itu dan MUI. Densus 88 juga tidak pernah mengumumkan dan mengatakan bahwa yang bersangkutan adalah pengurus MUI. Masyarakat dan medialah yang membuka identitas terduga teroris itu sebagai anggota bidang fatwa MUI,” jelas Mahfud.
Setelah terbukanya identitas terduga teroris itu, lanjut Mahfud, MUI juga mengambil langkah cepat dengan menonaktifkan tersangka dari jabatannya.
Mahfud berpendapat, pemerintah dan aparat hukum tidak bisa memenuhi ekspektasi publik untuk membuka alat bukti proses penyelidikan dan penyidikan terduga teroris. Jika hal itu dilakukan, bisa mengacaukan proses hukum yang berjalan. Terduga teroris lain yang sedang dikejar bisa melarikan diri. Selain itu, dalam regulasi UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme, sudah diatur tentang ketentuan lama pemeriksaan tersangka dan kapan tersangka itu dapat didampingi penasihat hukum.
”Meski tidak bisa menjawab sekarang, pemerintah akan memastikan proses hukum terhadap terduga teroris itu berjalan secara terbuka dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” tegas Mahfud.
Kalau hanya mengatakan MUI salah, pemerintah menyerang kelompok tertentu, silakan. Misalnya, membuat instruksi duduki kantor polisi dan bakar, kalau sudah begitu, ya, ditangkap karena melanggar hukum. Pemerintah akan terus bekerja sama dengan MUI. (Mahfud MD)
Lebih lanjut Mahfud juga menegaskan, pemerintah tidak melarang siapa pun untuk mengekspresikan pendapatnya terkait kasus terorisme tersebut. Pro dan kontra bisa diekspresikan oleh setiap warga negara sepanjang tidak dilakukan dengan tindakan kekerasan dan cara melawan hukum. Di negara hukum yang demokratis, kedaulatan hukum harus dijaga. Warga boleh berpendapat apa pun, tetapi klarifikasi dari pemerintah juga harus diberi tempat.
”Silakan berpendapat, tetapi jangan dengan kekerasan atau melawan hukum. Kalau hanya mengatakan MUI salah, pemerintah menyerang kelompok tertentu, silakan. Misalnya, membuat instruksi duduki kantor polisi dan bakar, kalau sudah begitu, ya, ditangkap karena melanggar hukum. Pemerintah akan terus bekerja sama dengan MUI untuk membangun hubungan baik, aman, damai bersatu di bawah ampunan dan lindungan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa,” papar Mahfud.
Secara terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Syahrul Aidi Maazat, mengatakan, pemerintah perlu menelusuri siapa penyebar isu meresahkan terkait wacana pembubaran MUI. Pihak yang membuat panas ruang publik karena penangkapan ulama anggota MUI dapat merusak keharmonisan kehidupan bernegara.
”Penangkapan beberapa ulama akhir-akhir ini merisaukan kita. Kemudian ditambah ada narasi yang berkembang agar MUI juga dibubarkan. Kita tidak tahu narasi seperti apa dan ending bagaimana yang diharapkan oleh oknum yang mengembuskannya. Menurut kami, ini berlebihan,” kata Syahrul.
Syahrul berpendapat, lembaga MUI seharusnya diperkuat oleh pemerintah. Ulama harus diberi ruang untuk berkontribusi mengatasi persoalan bangsa. Sebab, di Indonesia, masyarakat masih mematuhi kata-kata ulama.