Pemerintah Segera Serahkan Surpres dan Draf Revisi UU ITE ke DPR
DPR menanti draf revisi UU ITE dari pemerintah. Jika diserahkan dalam waktu dekat, tak tertutup kemungkinan proses revisi bisa tuntas sebelum DPR memasuki masa reses, pertengahan Desember mendatang.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen menyelesaikan draf revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan segera melayangkannya ke DPR untuk dibahas. Saat ini, pemerintah tengah meneliti ulang kata per kata dari pasal yang direvisi. DPR berharap draf bisa segera dikirimkan agar revisi bisa segera tuntas sebelum DPR memasuki masa reses mulai pertengahan Desember mendatang.
Berdasarkan dokumen surat yang diperoleh Kompas, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate telah menyerahkan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu (3/11/2021).
Dalam surat itu, Johnny melaporkan kepada Presiden bahwa harmonisasi dan pemantapan konsepsi RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sudah selesai. Penyusunan RUU Perubahan Kedua UU ITE telah dilakukan sejak awal Juli 2021 dengan melibatkan lintas kementerian dan lembaga.
Kementerian dan lembaga yang dilibatkan adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Draf RUU juga telah mendapatkan masukan dari pelaku usaha, akademisi, praktisi, dan asosiasi terkait.
Saat dikonfirmasi, Jumat (19/11/2021), Johnny hanya mengatakan, saat ini naskah akademik dan draf RUU ITE sedang dalam tahap final sinkronisasi. Ia berharap, dalam waktu dekat, surat presiden (surpres) sebagai pengantar penyerahan draf RUU ITE dan permintaan pembahasan RUU dengan DPR akan disampaikan ke DPR.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan, surpres sedang disiapkan. Menurut dia, naskah akademik dan draf revisi UU ITE memang sudah jadi, tetapi sedang diteliti ulang kata per kata. Karena revisi UU ITE telah diputuskan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, ia menegaskan, pemerintah berkomitmen untuk segera menyelesaikannya dan menyerahkannya kepada DPR untuk dibahas.
”Presiden memerintahkan untuk merevisi (UU ITE) itu bulan Februari 2021. Ini tidak terlalu lambat karena sudah ada regulasi untuk menunggu revisi tersebut, yaitu Surat Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman Implementasi Penanganan UU ITE,” katanya.
Revisi UU ITE merupakan inisiatif dari pemerintah yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 pada 30 September 2021. Revisi bertujuan untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Selain itu, untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, memenuhi rasa keadilan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis. Oleh karena itu, pemerintah berpandangan diperlukan penataan dan perbaikan pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik.
Perubahan materi muatan yang terkandung dalam RUU itu di antaranya adalah Pasal 27 Ayat (1), (3), dan (4), Pasal 28 dan penambahan ketentuan Pasal 28A, Pasal 29, Pasal 36, Pasal 45, dan Pasal 45A. Adapun perubahan penjelasan dilakukan untuk Pasal 27 Ayat (2).
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan, berharap pemerintah betul-betul akan menyerahkan draf revisi UU ITE ke DPR dalam waktu dekat. DPR sudah akan kembali memasuki masa reses, pertengahan Desember mendatang, sehingga penting agar draf itu segera disahkan. Dengan demikian, revisi bisa dituntaskan sebelum DPR memasuki masa reses.
”Kita sangat menantikan. Ini bisa diselesaikan di masa sidang kali ini asalkan surpresnya dikirim cepat ke DPR,” kata Farhan.
Ia yakin revisi UU tersebut bisa dituntaskan segera karena jumlah pasal yang direvisi sedikit. Di sisa waktu masa persidangan DPR, menurut dia, sudah cukup untuk membahasnya sekaligus memberikan ruang masukan dari publik. Revisi ditekankannya harus segera dituntaskan karena sudah banyak korban dari pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE.
Momentum perbaikan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar berharap DPR bersama pemerintah menjadikan revisi UU ITE sebagai momentum untuk memperbaiki total materi dalam UU. Dengan kata lain, tak terbatas pada pasal-pasal yang telah disebutkan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, ketika draf revisi sudah diserahkan ke DPR, DPR pun diharapkan tidak semata mengikuti usulan revisi pasal yang diajukan pemerintah. ”Kalau revisi UU ITE ini ingin dijadikan sebagai momentum memperbaiki UU ITE secara total, seharusnya DPR tidak hanya semata mengikuti usulan pemerintah. DPR seharusnya bisa mendorong perubahan UU ITE lebih jauh agar tidak ada pasal karet dan multitafsir implementasi,” kata Wahyudi.
Selain itu, menurut dia, akan lebih ideal jika RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang kini sedang dibahas Komisi I DPR dengan pemerintah bisa diselesaikan terlebih dahulu. Sebab, sejumlah materi dalam RUU PDP bisa mengubah ketentuan dalam RUU ITE. Misalnya, terkait norma penghapusan informasi (right to be forgotten) yang bisa lebih disesuaikan jika RUU PDP disahkan terlebih dahulu.