Tak Bisa Atasi Sendiri, RI Kerja Sama dengan Inggris Lawan Terorisme
Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengatakan RI berkomitmen bekerja sama dengan pihak domestik dan internasional untuk menanggulangi terorisme. Salah satunya dengan Inggris yang dinilai sukses menjalankan program CONTEST-nya.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme membangun kerja sama penanggulangan terorisme dengan Inggris. Pertukaran informasi, penegakan hukum, dan kesiapsiagaan nasional merupakan hal-hal yang disepakati kedua negara.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan pihak domestik dan internasional dalam menanggulangi terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan. Sebab, setiap negara membutuhkan dukungan banyak pihak untuk memberantas gerakan tersebut.
”Tidak satu negara pun dapat memberantas terorisme sendirian. Kerja sama internasional harus dilakukan,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Jumat (12/11/2021).
Kerja sama antara Indonesia dan Inggris dilakukan melalui Joint Working Group (JWG) yang digelar di Jakarta, Kamis (11/11/2021). Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss hadir secara langsung dan membuka acara tersebut. JWG juga dihadiri perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Strategis TNI, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dari Inggris, hadir pula perwakilan Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia, British High Commission, dan British Home Office. Sehari sebelumnya, Truss bertemu dengan Presiden Joko Widodo membahas kerja sama ekonomi RI-Inggris.
JWG serta pertemuan resmi antara Kepala BNPT dan Menlu Inggris merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang telah ditandatangani kedua negara pada April 2021. Baik Indonesia maupun Inggris setidaknya menyepakati tiga hal. ”Kedua pihak sepakat untuk bekerja sama dalam bidang pertukaran informasi, penegakan hukum, dan kesiapsiagaan nasional dalam penanggulangan terorisme,” kata Boy.
Kedua pihak sepakat untuk bekerja sama dalam bidang pertukaran informasi, penegakan hukum, dan kesiapsiagaan nasional dalam penanggulangan terorisme.
Truss mengungkapkan sangat mendukung kerja sama bilateral ini. Indonesia dan Inggris harus bahu-membahu untuk memberantas terorisme. ”Kita bersama harus memastikan negara kita tidak menjadi surga bagi teroris, melawan ekstremisme, dan melindungi yang rentan,” ujarnya.
Dalam pertemuan antardelegasi, Indonesia dan Inggris mendiskusikan perkembangan ancaman terorisme, baik di tingkat nasional, regional, maupun global, serta langkah prioritas yang akan diambil negara masing-masing. Delegasi juga membahas tentang inisiasi yang telah dilakukan di level regional dan multilateral. Selain itu, dibahas pula peluang kerja sama teknis antarkedua negara.
Peluang belajar
Secara terpisah, peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Alif Satria, melihat, Indonesia bisa mempelajari dua hal penting melalui kerja sama ini. Inggris merupakan salah satu negara yang sukses memberantas terorisme melalui program CONTEST. Pada 2009, Inggris meluncurkan sebuah strategi kontraterorisme yang dikenal sebagai CONTEST.
CONTEST merupakan strategi kontraterorisme yang bertujuan mengurangi risiko bagi kepentingan Inggris, baik secara domestik maupun di seluruh dunia, dari bahaya terorisme. Tujuannya agar masyarakat dapat hidup secara bebas. Strategi ini dilaksanakan dalam empat pilar, yaitu mengejar, mencegah, melindungi, dan mempersiapkan.
CONTEST merupakan strategi kontraterorisme yang bertujuan mengurangi risiko bagi kepentingan Inggris, baik secara domestik maupun di seluruh dunia, dari bahaya terorisme. Tujuannya agar masyarakat dapat hidup secara bebas. Strategi ini dilaksanakan dalam empat pilar, yaitu mengejar, mencegah, melindungi, dan mempersiapkan. Dalam program tersebut, salah satu aspek penting adalah pencegahan yang dilakukan dengan konsep community policing atau membangun kerja sama antara masyarakat dan kepolisian. Warga sipil berperan membantu polisi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi orang-orang yang berpotensi teradikalisasi.
”Ini bisa jadi pelajaran penting bagi BNPT yang melalui Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) juga ingin menerapkan community policing,” tuturnya.
Ini bisa jadi pelajaran penting bagi BNPT yang melalui Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme juga ingin menerapkan community policing.
Alif menambahkan, Inggris juga berpengalaman dalam melibatkan militer dalam operasi pemberantasan terorisme yang dipimpin aparat kepolisian. Pelibatan militer itu dilakukan melalui kebijakan Military Aid to Civil Authorities (MACA) yang didasarkan pada Undang-Undang Kekuatan Darurat atau Emergencies Powers Act 1964, ketika Inggris harus melawan teroris dari kelompok Irish Republican Army (IRA). Kebijakan tersebut kembali digunakan untuk merespons pengeboman di Manchester Arena pada 2017.
Menurut Alif, ada kecenderungan BNPT juga ingin mempelajari cara Inggris mengoordinasikan militer dan polisi dalam operasi pemberantasan terorisme. Sebab, meski dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pelibatan TNI dimungkinkan, hingga sekarang belum ada aturan turunan yang merinci hal tersebut.
Sementara itu, Indonesia juga dapat membagikan pengalaman penting, terutama tentang penggunaan pendekatan lunak. Tidak bisa dimungkiri, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia memiliki cara yang kreatif dan inovatif dalam program deradikalisasi dan kontraradikalisasi. ”Kemampuan operasional dan teknis Densus 88 juga penting untuk diketahui. Densus 88 adalah salah satu unit pemberantasan terorisme terbaik dibandingkan negara-negara lain. Apalagi belakangan mereka berhasil menangkap dan menggagalkan berbagai rencana serangan dari kelompok teroris,” kata Alif.
Menurut Alif, kerja sama ini perlu ditindaklanjuti dalam bentuk diskusi tingkat tinggi terkait kebijakan pemberantasan terorisme. Indonesia perlu mengetahui tantangan yang dihadapi Inggris dalam menerapkan berbagai kebijakannya yang menuai hasil. Selain itu, kolaborasi untuk meningkatkan kapasitas penegak hukum dan masyarakat sipil juga perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan community policing yang optimal.