Seusai Bertemu Presiden, KPU Meyakini Pemilu 2024 Bisa Digelar Februari
Tujuh anggota KPU dan Sekretaris Jenderal KPU bertemu secara tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, KPU memaparkan persiapan Pemilu 2024.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/RINI KUSTIASIH/ANTONY LEE
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum meyakini Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024 dapat diselenggarakan pada bulan Februari. Oleh karena itu, KPU akan mematangkan simulasi tahapan, termasuk menyimulasi ulang apakah pilkada serentak 2024 tetap diselenggarakan November atau bisa bergeser menjadi Oktober atau September.
Tujuh anggota KPU dan Sekretaris Jenderal KPU bertemu secara tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/11/2021). Dalam pertemuan tersebut, KPU memaparkan persiapan anggaran, sumber daya manusia, dan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. KPU kemudian mendapat masukan untuk mengefisiensi anggaran Pemilu 2024, termasuk menyiapkan dua model pembiayaan dengan pertimbangan masih terjadi pandemi dan tanpa pandemi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Saat dihubungi, Ketua KPU Ilham Saputra membenarkan adanya pertemuan KPU dengan Presiden Jokowi. Menurut dia, dalam pertemuan itu, terutama KPU memaparkan hasil pilkada serentak 2020.
Saat ditanya apakah di pertemuan itu pihaknya juga membahas tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, Ilham menjawab singkat, ”Kami sampaikan argumen dan pertimbangan usulan kami.”
Sebelumnya, KPU mengusulkan Pemilu 2024 diadakan 21 Februari dan Pilkada 2024 pada 27 November. Namun, pemerintah belakangan mengusulkan agar Pemilu 2024 diselenggarakan pada 15 Mei 2024.
Ditanya soal sikap KPU terkait tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 seusai bertemu Presiden, Jumat (12/11/2021), anggota KPU, Arief Budiman, menyampaikan bahwa pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024 pada bulan Februari sangat dimungkinkan.
”Sangat mungkin dilaksanakan Februari. Hanya untuk pilkada kami akan coba simulasi lagi apakah akan tetap November atau bisa juga dimajukan Oktober atau September. Tetapi kalau di luar November, tentu kami akan mengusulkan diterbitkan perppu,” tutur Arief.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dibutuhkan karena waktu pelaksanaan pilkada serentak 2024 disebutkan di UU No 10/2016 tentang Pilkada diselenggarakan pada bulan November.
Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro juga membenarkan ada pertemuan Presiden dan KPU. ”Saya tahu ada pertemuan,” ucapnya saat ditemui di Jakarta, Jumat. Ia mengungkapkan, pertemuan tersebut dilakukan sebelum berakhirnya kepengurusan atau periode. KPU melaporkan terkait dengan pilkada yang sudah dilaksanakan dan rencana ke depan.
Saat ditanya terkait dengan jadwal Pemilu 2024, Juri mengatakan, Presiden bukan dalam kedudukan setuju atau tidak setuju dengan usulan KPU agar pemungutan suara diselenggarakan pada 21 Februari.
Ia mengungkapkan, kedudukan pemerintah sama dengan DPR. Sebab, pemerintah merupakan pihak yang ikut diskusi terkait jadwal Pemilu 2024. ”Jadi sudah memberikan pertimbangan-pertimbangan. Namanya, pemerintah memberikan pertimbangan berbagai aspek,” lanjut Juri.
Secara terpisah, anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan, KPU sudah beraudiensi dengan Presiden Jokowi untuk melaporkan pelaksanaan seluruh tahapan Pilkada 2020. KPU juga menyampaikan persiapan Pemilu 2024.
Dalam audiensi tersebut, kata Pramono, Presiden menyampaikan saran agar anggaran Pemilu 2024 disusun lebih efisien karena keuangan negara sedang mengalami tekanan akibat pandemi. KPU diminta membuat dua simulasi anggaran, yakni pelaksanaan pemilu pada masa pandemi dan tidak pandemi.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Luqman Hakim mengatakan, posisi Komisi II DPR dan pemerintah dalam penetapan waktu dan tanggal pemilu hanya memberikan saran serta pertimbangan konsultatif melalui rapat kerja atau rapat dengar pendapat umum.
Luqman mengingatkan, rencana pemungutan suara pemilu pada 21 Februari 2024 bukan semata-mata usulan KPU. Tanggal itu merupakan keputusan rapat tim kerja bersama yang terdiri dari Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, Yanuar Prihatin, mengatakan, fraksinya mendorong agar pemilu dilakukan tetap sesuai usulan KPU, yakni 21 Februari 2024. Alasannya, jika pemilu digelar 15 Mei 2024, ada potensi kampanye dan tahapan pemilu itu berlangsung pada bulan puasa dan menjelang Lebaran.
”Janganlah bulan Ramadhan itu diisi dengan kegiatan elektoral, dan tetap jaga Ramadhan sebagai momentum spiritual,” ucapnya.
Di sisi lain, jika pemilu diadakan Februari, Ramadhan dan Lebaran akan jadi momentum mendinginkan suasana politik yang sempat memanas saat kampanye dan pemungutan suara.
Mengenai kewenangan KPU menetapkan hari dan tanggal pemungutan suara, menurut Yanuar, hal itu benar adanya. Namun, apakah KPU berani melakukannya tanpa konsultasi dengan pemerintah dan DPR. ”Sebab, ada risiko-risiko yang bagaimanapun harus diatasi bersama. Misalnya soal anggaran, DPT (daftar pemilih tetap), penyederhanaan kampanye, yang itu semua membutuhkan juga masukan dari DPR dan pemerintah,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, saat ini Komisi II belum menetapkan jadwal rapat konsinyering dengan penyelenggara pemilu. Namun, akan diupayakan agar jadwal Pemilu 2024 bisa segera ditetapkan.
”Karena ini, kan, agenda ketatanegaraan sehingga harus dibicarakan bersama antara penyelenggara pemilu dengan pemerintah dan DPR. Supaya ada kesepahaman bersama dan tidak ada perbedaan terkait dengan agenda ketatanegaraan ini,” ucapnya.
Sekalipun Undang-Undang Pemilu telah memberikan mandat kepada KPU untuk menetapkan jadwal pemilu, harus dipertimbangkan juga masukan dari pemerintah. Terutama karena pandemi Covid-19 ini ada aspek anggaran yang mesti juga dipikirkan oleh penyelenggara pemilu.
Di sisi lain, jadwal pemilu, menurut Saan, harus pula tidak mengganggu pemerintahan yang sudah ada sekarang. Jika masa pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih jaraknya terlampau jauh dengan habisnya masa jabatan presiden dan wapres yang masih menjabat, dikhawatirkan akan ada persoalan dalam keberlanjutan program pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin
”Sebab, kan, pada saat itu dinamika politik bergerak cepat, tim sukses dan sebagainya, dan penentuan posisi-posisi menteri di pemerintahan baru. Transisi kekuasaan sudah mulai dipikirkan, sementara pemerintah yang masih ada belum usai masa jabatannya. Jadi, dikhawatirkan mengganggu efektivitas pemerintahan,” tuturnya.
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, mengatakan, jadwal dan tahapan Pemilu 2024 sebaiknya dilaksanakan pada Februari. Sebab, jika dilaksanakan pada Mei, akan beririsan dengan tahapan persiapan Pilkada 2024.
”Kalau memang sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan KPU untuk jadwal di bulan Februari, itu satu hal yang baik karena penyelenggara nanti bisa mempersiapkan pilkada setelah proses pemilu,” kata Ihsan.
Ia menjelaskan, jika dilaksanakan pada Mei, persiapan untuk pilkada sangat mepet. Sebab, pada Pemilu 2019, sengketa pemilu bisa berlangsung hingga tiga bulan. Sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, Pilkada 2024 dilaksanakan pada November. Jika diselenggarakan pada Februari, semua sengketa bisa diselesaikan paling lama pada Juli.