Sukarelawan Menyuarakan Suara Alternatif dari Elite Partai Politik
Partai politik dituntut mampu menyesuaikan kepentingan politik mereka dengan suara rakyat yang antara lain direpresentasikan dengan suara sukarelawan. Sebab, sukarelawan punya daya dorong kuat dalam persaingan elektoral.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena maraknya sukarelawan pendukung tokoh tertentu untuk menjadi calon presiden dalam Pemilu 2024 dipandang sebagai perlawanan atau suara alternatif dari suara elite politik. Hal itu juga menunjukkan partisipasi publik yang kian meningkat dalam politik.
Menyikapi fenomena itu, partai politik dituntut mampu menyesuaikan kepentingan politik mereka dengan suara rakyat yang, antara lain, direpresentasikan dengan suara sukarelawan. Fenomena sukarelawan mulai muncul dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 ketika Joko Widodo berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama. Fenomena itu kian menguat dalam Pemilu 2014 dan 2019, yang mengantarkan Jokowi menjadi presiden.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Politisi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, dalam diskusi media yang digelar di DPR, Jakarta, Kamis (11/11/2021), mengatakan, ia ikut langsung dalam mengelola kelompok sukarelawan ini ketika pertama kali muncul tahun 2012. ”Saat itu banyak orang datang menawarkan diri untuk membantu. Dan muncullah baju kotak-kotak. Saya lihat sukarelawan ini harus dikelola dengan baik sehingga efektif dalam proses pemenangan,” katanya.
Sukarelawan terbukti menjadi daya dorong yang kuat dalam persaingan elektoral ketika mereka dapat menaikkan elektabilitas Jokowi dibandingkan petahana ketika itu di Pilkada DKI Jakarta.
”Dari sudut pandang partai, sukarelawan memang aset. Aset politik dalam elektoral yang harus dikelola dengan baik sehingga bisa menjadi kekuatan politik untuk memberikan dukungan kepada kandidat yang akan diputuskan oleh partai,” katanya.
Munculnya kelompok sukarelawan yang mendukung Ganjar Pranowo, menurut Andreas, tidak perlu dipersoalkan. Sebab, baik sukarelawan maupun struktur partai harus dikelola dengan baik untuk satu kepentingan yang sama, yakni memenangkan kandidat yang diusung partai.
Namun, Andreas mengatakan, sampai saat ini PDI-P belum menentukan siapa yang akan diusung oleh partai menjadi capres. Sesuai dengan keputusan Kongres PDI-P, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang akan menentukan capres pilihan partai. ”Kapan capres itu ditentukan, semua, kan, soal momentum. Bukan soal cepat atau lambat,” ucapnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, munculnya fenomena sukarelawan merupakan fenomena demokrasi yang sangat positif. Sukarelawan menjadi mesin pemanas yang menggerakkan demokrasi menjadi dinamis. ”Dalam era multipartai dan demokrasi saat ini, kehadiran sukarelawan juga bentuk partisipasi politik masyarakat yang baik,” ujarnya.
Menanggapi kemungkinan calon yang diusung sukarelawan belum tentu didukung parpol, menurut Nurdin, hal itu bisa saja terjadi. ”Kalau, misalnya, Pak Ganjar tidak diterima di internal partainya, bisa saja melalui Golkar. Apakah nanti nomor satu atau dua, itu urusan nanti,” ungkapnya.
Namun, menurut Nurdin, Partai Golkar memang sejak awal mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto menjadi capres. ”Suara Golkar adalah suara rakyat. Kehadiran sukarelawan juga hal yang wajar saja,” ujarnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yanuar Prihatin, mengatakan, sukarelawan dibentuk dari masyarakat dengan dasar kesadaran bersama, jaringan yang sama, serta kerja-kerja kolektif. ”Sukarelawan penting untuk mendinamiskan demokrasi. Hal ini juga menjadi akselerasi dari partisipasi publik yang berkualitas,” katanya.
Di sisi lain, menurut Yanuar, kehadiran sukarelawan membuat biaya politik menjadi murah. Sebab, upaya-upaya sukarelawan itu dilakukan dengan sukarela atau inisiatif pribadi. Saat ini, misalnya, sudah muncul sukarelawan Muhaimin Iskandar atau Gus AMI. Selain itu, ada sukarelawan Ganjar hingga sukarelawan Prabowo-Puan.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sukarelawan kerap kali mewakili selera akar rumput. Tokoh yang didukung sukarelawan boleh jadi tidak didukung oleh elite politik. ”Biasanya rekomendasi partai berbeda dengan rekomendasi bawah. Suara elite berbeda dengan suara mereka,” katanya.
Sukarelawan menjadi pihak yang menguatkan nilai tawar bagi calon tertentu yang populis. Di titik inilah sukarelawan menawarkan alternatif bagi pilihan elite parpol.
Ketua Umum Koordinator Nasional Ganjarist, Mazdjo Pray, menyebutkan, peran sukarelawan yang dikelolanya adalah mengangkat popularitas Ganjar. Saat ini, popularitas Ganjar memang masih di bawah Prabowo Subianto. Namun, ia berharap kerja-kerja sukarelawan dapat berkontribusi dalam penaikan popularitas Ganjar di benak publik.
”Kami tidak berpikir apakah Pak Ganjar akan diusung parpol atau tidak. Itu nanti. Kalau memang diusung PDI-P, itu sesuai pemikiran kami. Tetapi, kalaupun tidak, sudah ada parpol-parpol lain yang berminat. Seperti Golkar sudah menyatakan tadi,” ucapnya.
Menurut Mazdjo, saat ini Ganjarist sudah terbentuk di 140 kota/kabupaten di Indonesia. Jaringan Ganjarist juga bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat.