Titik Temu Status Otoritas Perlindungan Data Pribadi Dimatangkan
”Soal bagaimana bentuk independensinya itu masih harus dimatangkan, masih perlu dilakukan lobi-lobi dan pendekatan lagi,” kata anggota Komisi I DPR, Dave Akbar Laksono, terkait status otoritas perlindungan data pribadi.
Oleh
Rini Kustiasih/Iqbal Basyari
·3 menit baca
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Tangkapan layar petisi agar DPR dan Presiden segera mengesahkan RUU PDP dengan otoritas pengawas PDP yang independen yang diinisiasi oleh Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi, Jumat (5/11/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah terus menjajaki kemungkinan titik temu mengenai pengaturan status dan desain otoritas perlindungan data pribadi. Rapat-rapat dan lobi terus dilakukan antara pemerintah dan DPR untuk mematangkan kesepahaman antarkedua lembaga.
Anggota Komisi I DPR dri Fraksi Partai Golkar, Dave Akbar Laksono, mengatakan, upaya mencari titik temu itu terus dilakukan antara pemerintah dan DPR. Dalam beberapa pertemuan dengan pemerintah, arah kesepahaman itu sudah mulai lebih jelas. Namun, kesepahaman itu masih harus dimatangkan.
”Soal bagaimana bentuk independensinya itu masih harus dimatangkan, masih perlu dilakukan lobi-lobi dan pendekatan lagi,” katanya saat dihubungi, Rabu (10/1/2021) di Jakarta.
Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, sepertinya otoritas perlindungan data akan tetap berada di bawah pemerintah. ”Karena kami khawatir kompetensi lembaga independen tidak akan cepat terbangun karena kita masih dalam kerangka pemulihan ekonomi nasional,” katanya.
Dengan otoritas di bawah pemerintahan, menurut Farhan, lembaga itu lebih efektif. Pasalnya, upaya membangun lembaga independen akan memerlukan waktu dan tenaga yang besar. Ketika kondisi sudah membaik, perubahan independensi otoritas dapat saja dilakukan.
”Kemungkinan ada wacana pengawasan khusus yang akan dilakukan oleh DPR RI,” kata Farhan.
Farhan mengatakan, jika sudah ada titik temu, DPR berharap pada 15 November sudah bisa dilakukan pembahasan kembali terhadap RUU Perlindungan Data Pribadi. Harapannya, RUU itu dapat segera disahkan.
Gading, bukan nama sebenarnya, mengambil foto KTP untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021).
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djafar mengingatkan, RUU PDP berlaku mengikat untuk sektor swasta dan publik sehingga membutuhkan otoritas lembaga pengawas yang independen.
Jika lembaga pengawas berada di bawah pemerintah, UU PDP hanya akan berlaku efektif untuk sektor swasta, seperti yang dilakukan di Singapura dan Malaysia. ”Tapi problemnya di Indonesia hari ini praktik-praktik eksploitasi data pribadi dan penyalahgunaan data pribadi banyak terjadi di institusi pemerintah,” katanya.
Oleh sebab itu, otoritas lembaga pengawas yang independen menjadi sebuah kebutuhan karena tujuan dari UU PDP untuk mengatur data pribadi dari swasta dan pemerintah. Dengan demikian, tujuan jangka panjang dari UU ini bisa diimplementasikan secara efektif.
Dalih soal efisiensi anggaran yang sering kali dikemukakan Kemenkominfo, lanjut Wahyudi, hanya persoalan teknis administrasi. Sementara tujuan substantif untuk melindungi data pribadi sulit dicapai jika tidak dilakukan oleh otoritas independen. ”Agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan,” ucapnya.
Dalam mengatur ototitas lembaga pengawas yang independen, ada beberapa hal yang mesti diatur dalam UU untuk memastikan seluruh standar independensi perlu diatur secara mengikat. UU harus menyatakan lembaga pengawas yang independen dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Selanjutnya, UU mesti bisa memastikan komisioner bekerja secara independen dengan mekanisme pemilihannya yang juga independen. Pengisian komisioner diatur dengan syarat-syarat tertentu sehingga Presiden tidak bisa menunjuk secara langsung. Mekanisme pemberhentiannya juga perlu diatur secara detail agar tidak ada pihak yang semena-mena mengganti komisioner.
”Jadi, harus melibatkan paling tidak dua unsur kekuasaan. Tidak semata-mata hanya eksekutif, tetapi juga melibatkan legislatif,” katanya.
Terkait pengisian sumber daya manusia, bisa dilakukan secara kombinasi antara aparatur sipil negara dan tenaga ahli secara mandiri untuk membantu kerja-kerja lembaga. ”Pada dasarnya sudah tergambar dalam berbagai lembaga independen, salah satunya Ombudsman RI,” kata Wahyudi.