Ijtimak Ulama Akan Bahas Penodaan Agama hingga Pinjaman Daring
Ijtimak Ulama yang digelar tiga hari akan membahas beragam topik mulai dari penodaan agama, pinjaman daring, hingga panduan pemilu. Wapres Amin menilai topik relevan dengan situasi umat dan bangsa saat ini.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang digelar setiap tiga tahun sekali sebagai forum yang sangat strategis. Kali ini, Ijtimak Ulama membahas beragam topik mulai dari penodaan agama, pinjaman online, hingga panduan pemilu.
”Nilai strategis Ijtimak Ulama ini juga terlihat dari berbagai materi yang dibahas, yakni berbagai permasalahan penting dan strategis yang membutuhkan keterlibatan komisi fatwa se-Indonesia dan lembaga fatwa dari ormas-ormas Islam untuk memutuskannya,” ujar Wakil Presiden melalui konferensi video pada pembukaan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII Tahun 2021 yang digelar di Jakarta pada 9-11 November 2021.
Ijtimak Ulama melibatkan pimpinan Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam, pimpinan fakultas syariah perguruan tinggi Islam, dan pimpinan pondok pesantren. Selain itu juga melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para utusan asosiasi Muslim di beberapa negara.
”Keterlibatan lembaga fatwa se-Indonesia dalam forum ijtimak ini penting karena keputusannya akan berdampak luas sehingga keterlibatan berbagai lembaga fatwa tersebut akan menambah bobot dan legitimasi dari putusan yang ditetapkan,” kata Wapres.
Wapres Amin menilai pokok-pokok pembahasan Ijtimak Ulama kali ini masih tetap sama seperti ketika ia menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI. Pokok pembahasan itu terkait permasalahan strategis kebangsaan (masail asasiyah wathaniyah), permasalahan keagamaan kontemporer (masail diniyah waqi’iyah mu’ashirah), dan permasalahan terkait peraturan perundang-undangan (masail qanuniyah).
”Rincian dari permasalahan yang dibahas di masing-masing gatra tersebut dalam Ijtimak Ulama tahun ini merupakan berbagai masalah yang memiliki urgensi dan relevansi dengan situasi yang dihadapi umat dan bangsa saat ini,” ujar Wapres Amin yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI.
Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa M Asrorun Niam Sholeh, Ijtimak Ulama Komisi Fatwa VII ini akan membahas beragam permasalahan strategis kebangsaan, yaitu masalah kriteria penodaan agama, makna jihad dan khilafah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga panduan pemilu yang lebih maslahat bagi bangsa.
Permasalahan keagamaan kontemporer yang dibahas, antara lain, terkait perubahan masyarakat yang begitu akseleratif pascapandemi Covid-19. Masyarakat cenderung terbiasa dengan kehidupan di dunia digital. Berbagai permasalahan pun muncul di masyarakat, seperti hadirnya pernikahan online, pinjaman daring, hingga zakat kontemporer melalui saham.
Jalan tengah
Pembahasan tentang permasalahan terkait peraturan perundang-undangan, antara lain, akan menghadirkan tinjauan RUU tentang minuman beralkohol, tinjauan RUU KUHP yang khusus terkait perzinahan, dan tinjauan atas berbagai peraturan tata kelola sertifikasi halal.
”Masalah ini akan dibahas, dikaji, dan diputuskan dengan pendekatan wasathy (moderat) yang menjadi komitmen dalam pedoman penetapan fatwa MUI dan juga lembaga fatwa ormas Islam,” kata Asrorun.
Dengan memegang teguh prinsip wasathy atau mengambil jalan tengah, Ijtimak Ulama hendak merangkul keberagaman yang ada di Indonesia. Nantinya diharapkan keputusan yang dihasilkan dari forum ini dapat menjadi konsensus dari para ulama dan organisasi massa Islam dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan dan keumatan.
”Forum ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan strategis yang akan bermanfaat bagi kebaikan bangsa. Mengoptimalkan peran fatwa untuk kepentingan kemaslahatan bangsa sebagaimana tema besar acara ini,” ucap Asrorun yang menyebut bahwa Ijtimak Ulama kali ini dihadiri 700 peserta undangan secara daring dan luring.
Asrorun menambahkan, Islam tidak dapat dipisahkan dari urusan kebangsaan dan keumatan. Karena itu, para ulama memiliki tanggung jawab dalam memberikan arah bagi perbaikan bangsa secara terus-menerus seiring dengan peran dakwah yang berkelanjutan tanpa jeda. ”Ijtimak melaksanakan tugas mulia untuk memberikan solusi dalam kehidupan dalam segala hal,” kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar.
Wapres Amin menambahkan, berbagai permasalahan yang dibahas dalam forum Ijtimak Ulama ini memiliki keterkaitan dengan beragam program yang saat ini sedang dijalankan pemerintah. Program itu, antara lain, upaya penanggulangan pandemi Covid-19 beserta dampaknya, penanggulangan kemiskinan, penguatan ekonomi syariah, dan penguatan kerukunan nasional, khususnya kerukunan umat beragama.
Untuk dapat menghasilkan kualitas keputusan yang baik, Wapres Amin meminta agar Ijtimak Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia konsisten mengikuti sistem dan prosedur penetapan fatwa yang telah disepakati. Sistem dan prosedur penetapan fatwa tersebut berpegang teguh pada prinsip moderat yang dianut oleh MUI dan tidak mengambil sikap keras serta tidak mengambil sikap mempermudah.
”Keputusan Ijtimak Ulama ini akan menjadi masukan penting bagi pemerintah, legislatif, ataupun yudikatif dan menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang diharapkan lebih membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan menjadi pedoman bagi umat Islam,” ujar Wapres Amin.
Dalam sambutannya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang hadir di lokasi Ijtimak Ulama menyebut bahwa Ijtimak Ulama akan berperan dalam memperkuat ikatan persatuan kebangsaan.
”Mudah-mudahan yang menjadi fatwa yang menjadi arahan nantinya bisa mendorong kemajuan umat, kemajuan bagi bangsa,” ujar Anies.