Teror terhadap Keluarga Veronica Koman Mengancam Perlindungan HAM
”Jangan biarkan pihak yang tidak bertanggung jawab mencederai kehidupan demokrasi di Indonesia,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Hasto Atmojo Suroyo terkait teror terhadap keluarga Veronica Koman.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serangan teror terhadap keluarga pengacara dan pembela hak asasi manusia Veronica Koman harus diusut tuntas agar hal serupa tidak terjadi kembali kepada aktivis lain. Serangan ini dinilai mengganggu kewibawaan negara dalam menunaikan konstitusi yang mengamanatkan perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.
Serangan teror di rumah orangtua Veronica di Jakarta Barat pada Minggu (7/11/2021) pagi tidak hanya terjadi sekali. Pada waktu bersamaan, serangan teror juga terjadi di rumah kerabat Veronica. Sebelumnya, pada 24 Oktober 2021 juga terjadi serangan teror di rumah orangtua Veronica.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang menjadi juru bicara keluarga Veronica, dalam konferensi pers daring, Senin (8/11/2021), mengungkapkan, sebelum serangan tersebut terjadi, Veronica telah banyak memperoleh serangan berbasis jender dengan ancaman bernada pelecehan seksual, rasisme, dan diskriminatif agama. Demi alasan keamanan, Veronica tetap tinggal di luar negeri.
Usman menduga, serangan yang dialami keluarga Veronica berkaitan dengan aktivitas Veronica yang banyak menangani kasus pelanggaran HAM di Papua. Adapun serangan pada 24 Oktober dan 7 November terjadi di tempat yang sama, yakni rumah orangtua Veronica. Serangan pertama menyisakan sejumlah sampah fisik, seperti kabel, kawat, besi, dan sedotan yang dipakai untuk meletakkan benda yang terbakar di dalam sebuah paket.
”Serangan kedua, sebuah paket yang dilempar dan masuk ke bawah mobil atau kendaraan keluarga yang akhirnya meledak dua kali menurut para saksi di lokasi,” kata Usman.
Usman menambahkan, serangan teror yang terjadi di rumah kerabat Veronica berupa paket yang berisi bangkai ayam. Di paket tersebut terdapat tulisan berupa pesan ancaman dari Laskar Militan Pembela Tanah Air. Menurut Usman, pelemparan paket yang berisi bangkai ayam tersebut mirip dengan yang terjadi di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Imparsial ketika aktivis Munir Said Thalib baru saja terbunuh.
Ia mendesak negara, pemerintah, dan jajaran kepolisian segera menemukan serta menangkap pelakunya sebelum ada peristiwa susulan yang bisa bersifat eskalatif, bahkan bisa membawa dampak kematian. Sebab, serangan yang mematikan terhadap aktivis pernah terjadi di Indonesia, salah satunya tehadap Munir.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nelson Nikodemus Simamora yang menjadi kuasa hukum keluarga Veronica mengatakan, pihak keluarga Veronica didampingi kuasa hukum sudah melapor kepada polisi. Ia menegaskan, pihak kepolisian paling berwenang secara materiil maupun sumber daya untuk melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap kasus serangan teror ini.
Nelson berharap, kepolisian mengusut kasus ini secara tuntas karena cara yang dilakukan peneror amat terencana. ”Dia tahu banyak. Dia tahu kerabat Vero tinggal di mana. Pertanyaannya, dari mana dia? Kemudian, mereka dengan santai melempar barang peledak dan menaruh sesuatu yang terbakar,” tuturnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Ady Wibowo mengatakan, dugaan kuat sementara ledakan yang terjadi di rumah orangtua Veronica Koman berasal dari petasan. ”Motif sedang kami pelajari. Saat ini sedang dilakukan olah TKP (tempat kejadian perkara) dan analisis terhadap bukti-bukti yang ditemukan di lapangan,” kata Ady.
Serangan terhadap pembela HAM
Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy mengungkapkan, berdasarkan catatan Koalisi Pembela HAM, pada Januari hingga Oktober 2020 telah terjadi 116 kasus serangan terhadap pembela HAM. Beberapa kasus serangan terhadap pembela HAM sudah dilaporkan ke kepolisian, tetapi belum diusut hingga tuntas dan mengalami stagnasi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat setidaknya 206 laporan pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap pembela HAM terjadi tahun 2015-2019. Sebagian besar pelanggaran berupa kriminalisasi, dengan 92 kasus dilaporkan ke Komnas HAM.
Menurut Andi, serangan terhadap pembela HAM terus terjadi karena tidak ada kemauan kuat dari aparat kepolisian untuk mengungkap peristiwa tersebut. Padahal, dari segi sarana dan prasarana, seharusnya aparat kepolisian mampu mengungkap dan menuntaskan serangan yang selama ini dialami pembela HAM. Selain itu, mekanisme perlindungan hukum terhadap pembela HAM belum ada.
Ketua Dewan Pelindung Public Virtue Institute Tamrin Amal Tomagola mengatakan, serangan terhadap Veronica dan keluarganya di ruang publik telah melanggar demokrasi dan HAM. Sebab, tradisi demokrasi yang baik berbasis HAM. ”Ini satu kejahatan serius yang harus dikutuk dan harus diupayakan oleh aparat negara agar dituntaskan dengan baik,” kata Tamrin.
Ia menegaskan, serangan terhadap keluarga Veronica telah merendahkan wibawa negara dalam menunaikan Pembukaan UUD 1945. Sebab, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan agar segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dilindungi.
Melalui keterangan tertulis, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menilai serangan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja pembela HAM seperti yang kerap dilakukan Veronica dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua.
Hasto meminta kepolisian harus mengusut tuntas kasus tersebut. ”Jangan biarkan pihak yang tidak bertanggung jawab mencederai kehidupan demokrasi di Indonesia,” katanya.
Ia menegaskan, LPSK siap melindungi saksi dan korban tindak pidana, termasuk bagi pihak keluarga Veronica yang menjadi target serangan atau teror dari pihak tertentu. Dalam waktu dekat, kata Hasto, LPSK akan berkomunikasi dengan Veronica ataupun pihak keluarga untuk menawarkan perlindungan. Sebab, negara melalui LPSK menyiapkan mekanisme perlindungan bagi mereka yang menjadi saksi dan korban kejahatan.
Menurut Hasto, teror, intimidasi, bahkan serangan terus-menerus dilancarkan kepada pembela HAM di Indonesia. Banyak kasus serupa yang menimpa mereka yang aktif membela hak-hak dasar masyarakat sehingga sudah sepatutnya mendapatkan perhatian serius dari negara.