Eks Direktur Askrindo Ditetapkan Menjadi Tersangka
Penyidik telah menyita uang Rp 611 juta, 762.900 dollar AS, dan 32.000 dollar Singapura. Adapun jumlah kerugian keuangan negara masih dihitung Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik kembali menetapkan seorang tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama atau PT AMU tahun 2016-2020. Tersangka itu adalah direksi PT Askrindo, induk usaha PT AMU.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam jumpa pers daring, Senin (8/11/2021), mengatakan, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung kembali menetapkan seorang tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT AMU tahun 2016-2020. Tersangka tersebut adalah AFS selaku bekas Direktur Operasional Ritel PT Askrindo sekaligus Komisaris PT AMU.
”Adapun peran tersangka AFS adalah meminta dan menerima bagian share komisi yang tidak sah dari PT AMU,” kata Leonard.
Perkara itu, kata Leonard, terjadi pada kurun waktu 2016-2020. Saat itu terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada anak usahanya, yakni PT Askrindo Mitra Utama, secara tidak sah. Hal itu dilakukan dengan cara mengalihkan produksi langsung PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU.
Kemudian sebagian dari pengeluaran komisi tersebut dikeluarkan kembali kepada oknum di PT Askrindo secara tunai dan seolah-olah tampak sebagai beban operasional. Pengeluaran tersebut tanpa didukung bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Dalam perkara itu, penyidik telah menyita uang Rp 611 juta, 762.900 dollar AS, dan 32.000 dollar Singapura. Adapun jumlah kerugian keuangan negara hingga kini masih dihitung Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sebelumnya, penyidik menetapkan dua tersangka, yakni WW, bekas Direktur Pemasaran PT AMU, dan FB, bekas Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo. ”Dengan ditetapkan seorang tersangka, yaitu AFS, saat ini jumlah tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama sebanyak tiga orang,” ujar Leonard.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, terjeratnya direksi BUMN dalam perkara dugaan korupsi memperlihatkan lemahnya pengawasan. Meski dalam perusahaan terdapat komisaris yang merupakan perwakilan dari negara selaku pemegang saham, karena mereka pada dasarnya adalah pegawai, pengawasan pun tidak maksimal. Terlebih ketika hal itu melibatkan anak usaha BUMN.
”Bisa dikatakan BUMN itu seperti rumah tak bertuan. Perusahaan adalah milik negara, bukan orang per orang. Kalau perusahaan milik orang per orang, pasti akan dijaga. Tapi, karena punya negara dan yang duduk di manajemen adalah pegawai, ada kecenderungan BUMN dikelola dengan otonomi penuh tanpa kontrol,” kata Fickar.
Menurut Fickar, karena tata kelola dijalankan tanpa pengawasan, ketika terjadi kerugian, hal itu bisa dianggap menjadi kerugian negara. Di situlah tugas aparat penegak hukum membuktikan apakah kerugian tersebut dilakukan untuk kepentingan pribadi pejabat di BUMN atau tidak.