Publik Menanti Keseriusan Pemerintah Menuntaskan RUU PDP
Publik mengharapkan agar pembahasan RUU PDP dapat dituntaskan dalam masa sidang kedua 2021/2022. Pada tahun berikutnya, pemerintah dapat melanjutkan Revisi UU ITE.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keseriusan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk menuntaskan regulasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dinanti publik. Setelah serangkaian insiden dan serangan siber belakangan ini, urgensi keberadaan UU semakin mendesak.
Anggota Komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizaldi, saat dihubungi, Rabu (3/11/2021), mengatakan, memasuki masa sidang kedua 2021/2022, Komisi I belum mendapatkan informasi dari Badan Musyawarah DPR untuk melanjutkan Panitia Kerja (Panja) RUU PDP. Sekarang posisi dari Komisi I adalah menunggu dari Bamus apakah Panja RUU PDP dilanjutkan dalam masa sidang ini atau tidak. Seperti diketahui, pembahasan RUU PDP antara pemerintah dan DPR tak kunjung tuntas. Pembahasan telah dimulai sejak tahun 2020 atau sudah dibahas dalam lima kali masa sidang DPR.
Satu hal yang menghambat pembahasan itu adalah belum adanya titik temu soal badan otorita pengawas perlindungan data pribadi. Fraksi-fraksi di Komisi I DPR minus Partai Nasdem menghendaki otoritas pengawas PDP bersifat independen sekalipun bertanggung jawab langsung kepada presiden. Adapun Kemenkominfo yang dipimpin Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G Plate menghendaki otoritas itu di bawah Kemenkominfo.
Menurut Bobby, untuk mencapai titik temu itu, DPR menunggu pilihan format dari Kemenkominfo. Kemenkominfo bisa mengajukan format badan pengawas PDP. Yang jelas, di lembaga itu harus ada keterwakilan antara pemerintah, publik, dan swasta. DPR juga tidak mau jika nantinya badan otorita ini tidak bertaring di level pemerintah. Badan otorita harus kuat sehingga tidak ada ego sektoral yang menyebabkan ketidakpatuhan.
”DPR posisinya menunggu masukan dari pemerintah untuk dibahas lagi (badan otorita pengawas PDP). Jika memang pemerintah mau cepat menyelesaikan UU, ayo duduk bersama. Ini tergantung komitmen dari Kemenkominfo,” kata Bobby.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, dibutuhkan komitmen serius dari Kemenkominfo untuk segera menuntaskan RUU PDP. Kemenkominfo harus segera menyelesaikan regulasi itu untuk memberikan perlindungan hak privasi warga negara dan peningkatan ekonomi digital yang berbasis pada data. Jika masih ada ganjalan di level kementerian, presiden memiliki mandat untuk memerintahkan legislasi segera diselesaikan. Presiden juga bisa memerintahkan Kemenkominfo agar memastikan regulasi itu bisa berjalan efektif.
”Syarat dari regulasi UU itu bisa berjalan efektif di masa depan adalah adanya badan otoritas pengawas PDP. Dari 145 negara yang telah memiliki UU PDP, hanya 10 negara yang tidak membentuk badan otoritas independen. Dan itu menjadi salah satu faktor, mengapa RUU PDP di negara tersebut tidak bisa berjalan efektif,” kata Wahyudi.
Menurut Wahyudi, Kemenkominfo seharusnya dapat menangkap semangat kesetaraan hukum yang ingin dicapai dengan adanya badan pengawas independen. Menurut dia, badan pengawas independen ini dapat menjangkau perlindungan data pribadi warga negara Indonesia, baik yang diproses di dalam maupun luar negeri.
Menurut Wahyudi, Kemenkominfo seharusnya dapat menangkap semangat kesetaraan hukum yang ingin dicapai dengan adanya badan pengawas independen. Menurut dia, badan pengawas independen ini dapat menjangkau perlindungan data pribadi warga negara Indonesia, baik yang diproses di dalam maupun luar negeri. Selain itu, juga untuk mencapai kesetaraan hukum dengan negara lain yang telah memiliki RUU PDP lebih dulu. Ini akan meningkatkan kepercayaan dunia usaha saat ingin berinvestasi di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangarepan mengatakan, menurut rencana, minggu depan akan dimulai lagi pembahasan RUU PDP antara pemerintah dan DPR. Isu krusial yang akan dibahas lagi adalah terkait dengan pengaturan otoritas pengawas PDP.
”Pemerintah dan DPR bersepakat untuk menyelesaikannya tahun ini,” ujar Samuel tanpa merinci.
Revisi UU ITE
Sementara itu, keseriusan Kemenkominfo juga ditunggu publik dalam hal revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kemenkominfo sebagai kementerian pemrakarsa diminta segera menyelesaikan naskah akademik dan draf RUU ITE. Sebab, sebelumnya, masukan terkait dengan revisi UU ITE sudah dibahas secara intensif oleh Tim Kajian UU ITE yang dibentuk Kemenko Polhukam.
Staf Ahli Kemenkominfo Henry Subiakto mengatakan, saat ini naskah akademik dan draf RUU ITE sedang diharmonisasi dan difinalisasi di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM. Targetnya, sebelum masa sidang kedua 2021/2022 dimulai oleh DPR, surat presiden (surpres) pembahasan revisi UU ITE dapat diserahkan ke DPR.
”Kemarin, tanggal 2 November sudah ada rapat bahwa di BPHN naskah akademik sedang penyelarasan tahap akhir. Jika itu sudah selesai, Menteri Kominfo akan melapor kepada presiden agar membuat surpres ke DPR,” kata Henri.
Henri mengatakan, dalam draf revisi UU ITE, Kemenkominfo mengacu pada hasil kajian UU ITE yang telah dilakukan tim dari Kemenko Polhukam. Menurut Henri, dalam pembahasan ulang antarkementerian, memang ada sedikit perubahan dalam draf RUU ITE. Namun, perubahan tidak terlalu signifikan. Tetap ada empat pasal yang akan direvisi, yaitu pasal 27, 28, 29, dan 36. Selain itu, pemerintah juga akan menambahkan satu norma baru, yaitu pasal 45 C.
Dengan sisa masa sidang yang terbatas, Wahyudi Djafar mengingatkan agar DPR dan pemerintah dapat fokus pada pembahasan RUU PDP yang sudah mengalami proses panjang di DPR. Revisi UU ITE bisa dibahas pada tahun depan agar substansi pasal yang direvisi sesuai dengan aspirasi masyarakat dan perkembangan hukum terkini.