”Gunungan” Berpadu Kawung Presidensi Menyambut Indonesia Ketua G-20
Presiden Jokowi menghadiri KTT G-20 untuk menerima presidensi keketuaan Indonesia pada 2022. Dengan keketuaan itu, waktunya RI berinvestasi dalam gagasan, pranata, tata kelola, menunjukkan ”leadership” di jabatan itu.
Udara sejuk kota Roma menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di Bandar Udara Fiumicino setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 13 jam. Presiden Jokowi tiba di Italia dan akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-20. Kehadiran fisik Presiden di KTT G-20 menjadi semakin penting karena Indonesia akan memegang presidensi G-20 pada 2022.
Ini merupakan kali pertama Indonesia terpilih sebagai pemegang kursi presidensi G-20 sejak G-20 dibentuk pada 1999. Serah terima dari Italia kepada Indonesia akan dilakukan pada KTT G-20 atau G-20 Leaders’ Summit yang berlagsung pada 30-31 Oktober 2021. Menyambut masa keketuaan Indonesia di G-20 ini, Presiden Jokowi pun lantas terbang ke Roma pada Jumat (29/10/2021) untuk menghadiri KTT tersebut.
”Kegiatan G-20 di bawah kepemimpinan Indonesia sudah akan dimulai Desember ini. Ini sebuah kehormatan bagi kita, bagi Indonesia, dan tanggung jawab besar yang harus kita laksanakan dengan baik,” tutur Presiden Jokowi di Jakarta dalam keterangan pers sebelum bertolak ke Roma.
Para kepala negara dan kepala pemerintahan yang akan hadir di KTT G-20 antara lain Presiden Argentina Alberto Fernandez, Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Presiden Brasil Jair Bolsonaro, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden Perancis Emmanuel Macron, PM Jerman Angela Merkel, PM India Narendra Modi, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, PM Inggris Boris Johnson, dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
PM Italia Mario Draghi akan menyambut para kepala negara/pemerintahan ini. Adapun Presiden China Xi Jinping, PM Jepang Fumio Kishida, dan Presiden Rusia Vladimir Putin akan menghadiri KTT G-20 melalui konferensi video. Di akhir KTT G-20, Italia akan menyerahkan tampuk keketuaan G-20 kepada Indonesia. Masa keketuaan Indonesia akan berlangsung mulai 1 Desember 2021 sampai 30 November 2022.
Baca juga: Presiden Joko Widodo Hadiri KTT G-20 secara Virtual
Selama masa presidensi, Indonesia akan berperan menentukan agenda prioritas dan memimpin rangkaian pertemuan G-20, termasuk KTT yang akan dilaksanakan pada Oktober 2022 di Bali. Indonesia pun mulai menyiapkan serangkaian kegiatan dalam keketuaan G-20. Menurut rencana, pertemuan inti akan dilangsungkan di Nusa Dua. Adapun sebagian acara rencananya dihelat di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Presiden Jokowi sebelumnya menunjuk Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai ketua nasional Ketua G-20 dengan sejumlah menteri dan kepala lembaga lainnya ikut membantu. Airlangga mengantikan posisi Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang sebelumnya ketua nasional G-20. Luhut kini menjadi Ketua Dewan Pengarah Panitia Nasional G-20.
Dari informasi yang diterima Kompas, Indonesia akan merancang setiap pertemuan dan acara KTT G-20 dibarengi dengan promosi pariwisata. Misalnya, ada acara di Yogyakarta dibarengi dengan kunjungan ke Candi Borobudur. Kunjungan dan acara ke Labuhan Bajo disertai dengan melihat hewan langka komodo, serta acara di Bali disertai dengan kunjungan dan rekreasi di pantai Bali. Persiapan acara oleh kepanitiaan sudah dimulai sejak Juli ini.
Sesuai Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 27 Mei 2921 tentang Panitia Nasional Penyelenggara Presiden G-20 Indonesia, berbagai acara yang disiapkan adalah pertemuan KTT, yang dimulai dari pertemuan tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral, tingkat Sherpa, Deputi; Working Group, tingkat Engagement Group, program Side Euenfs, dan program Road to G-2O Indonesia 2022 serta pertemuan lainnya. Pembiayaannya, selain dari APBN, APBD, juga anggaran BI.
Selama masa presidensi, Indonesia akan berperan menentukan agenda prioritas dan memimpin rangkaian pertemuan G-20, termasuk KTT yang akan dilaksanakan pada Oktober 2022 di Bali. Indonesia pun mulai menyiapkan serangkaian kegiatan dalam keketuaan G-20. Menurut rencana, pertemuan inti akan dilangsungkan di Nusa Dua. Adapun sebagian acara rencananya dihelat di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam konferensi pers tentang Presidensi Indonesia di G-20 Tahun 2022, Selasa (14/9/2021), menjabarkan secara rinci makna dari logo Presidensi G-20 Indonesia. Logo tersebut berupa ”gunungan” dengan paduan motif batik kawung berwarna dasar merah dan putih. Dasar logo adalah merah putih yang merupakan representasi bendera Indonesia.
Gunungan menggambarkan peranan aktif Indonesia dalam membawa dunia memasuki babak baru, yaitu pemulihan pascapandemi. Kawung melambangkan kesempurnaan, keadilan, dan keperkasaan. ”Perpaduan gunungan dan kawung terlihat sebagai sulur tanaman yang terus tumbuh. Ini merupakan representasi semangat pemulihan ekonomi secara bersama,” kata Menlu Retno.
Retno juga menjelaskan pulih bersama sebagai spirit utama kepemimpinan Indonesia di G-20. Semangat ini membuat tema yang dipilih adalah ”Recover Together, Recover Stronger”. Pada 2022, diperkirakan dunia belum akan sepenuhnya keluar dari pandemi Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menyampaikan harapan supaya di akhir tahun 2021 negara-negara di dunia dapat melakukan vaksinasi 40 persen dari populasinya dan 70 persen pada pertengahan 2022.
Inklusivitas ekonomi
Dari aspek ekonomi, merujuk data Dana Moneter Internasional (IMF), pada tahun 2020 ekonomi dunia turun hingga minus 3,2 persen. ”Tahun ini terdapat tren positif pertumbuhan yang diperkirakan mencapai 6 persen dan tren ini diharapkan akan berlanjut pada tahun 2022,” kata Retno.
Inklusivitas lantas akan menjadi salah satu kata kunci dalam presidensi G-20 Indonesia. Indonesia tidak hanya akan memperhatikan kepentingan anggota G-20, tetapi juga kepentingan negara berkembang dan kelompok rentan. Hal ini merupakan DNA politik luar negeri Indonesia.
Selain isu kesehatan dan pandemi serta pembangunan berkelanjutan, perhatian besar akan diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan ekonomi digital yang sukses menjadi penggerak ekonomi di masa pandemi. Ada juga forum bisnis dan kemitraan di sektor infrastruktur berkelanjutan dan investasi kesehatan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dimintai pandangan, Jumat (29/10/2021), menuturkan, salah satu peran penting yang dapat dimainkan Indonesia dalam keketuaannya di G-20 adalah menyangkut arah kebijakan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Peran ini terutama untuk menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.
Hal ini karena di tingkat global ada perbedaan atau divergensi dalam hal pemulihan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang. Pemulihan ekonomi di negara maju relatif lebih cepat dibandingkan negara berkembang. Indonesia dalam forum G-20 harus mewakili suara-suara negara berkembang untuk memberikan suatu arah kebijakan yang lebih adil.
Arah kebijakan ini berkaitan dengan bantuan kepada negara-negara berkembang untuk proses pemulihan ekonomi. Selain itu, juga dalam hal aturan global yang berkaitan dengan ruang kebijakan bagi negara berkembang untuk bisa memilih arah kebijakan sesuai dengan keunggulan komparatif dan sumber daya mereka. Hal ini agar negara berkembang dapat lebih cepat memulihkan ekonomi.
Salah satu peran penting yang dapat dimainkan Indonesia dalam keketuaannya di G-20 adalah menyangkut arah kebijakan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Peran ini terutama untuk menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.
”Sebab kalau tidak, maka terjadilah apa yang dikhawatirkan atau banyak dibicarakan di dunia internasional, yakni bahwa akan terjadi divergensi atau pelebaran kesenjangan pemulihan antara negara maju dan berkembang,” kata Faisal.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia beberapa waktu lalu mempublikasikan kesiapan Indonesia memangku Presidensi Business 20 atau B20. B20 adalah sebuah forum dialog global yang terdiri dari para pebisnis dunia, khususnya dari negara-negara G-20. ”Komunitas bisnis global sebagai pemangku kepentingan di G-20 perlu memastikan bahwa proses pemulihan ekonomi yang ada terlaksana secara inklusif, berkelanjutan, dan memiliki ketahanan terhadap kondisi tidak terduga,” kata Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid.
Arsjad menuturkan, saatnya bagi pebisnis G-20 untuk mengambil tindakan yang menjamin pemerataan kesejahteraan dan inklusivitas ekonomi. Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia dan CEO Sintesa Group Shinta Widjaja Kamdani, yang telah dipilih menjabat sebagai Ketua B20 Indonesia pada masa presidensi kali ini, menuturkan, pihaknya siap membawa bisnis Indonesia ke ranah global dalam iklim yang semakin dinamis.
Melalui keketuaan G-20, Rektor Universitas Jenderal A Yani yang juga Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, berharap ekonomi bisa tumbuh dengan paradigma baru. ”Esensinya, jangan sampai Indonesia jadi pangsa pasar terus. Kelas menengah memang berkembang, tetapi tumbuhnya bertumpu pada sumber daya alam. Jika SDA, habis enggak akan tumbuh lagi. Perlu upaya pemerintah untuk berhasil mengundang investasi dan melakukan transfer pengetahuan serta teknologi,” tambahnya.
Rivalitas kawasan
Di Laut China Selatan, rivalitas di kawasan tak juga berkurang. Sementara, perlombaan senjata terjadi di Semenanjung Korea. Tensi hubungan China-Taiwan meningkat.
Pakta keamanan AUKUS–Australia, Amerika Serikat, dan Inggris yang diumumkan 15 September lalu, menambah dinamika. Armada kekuatan besar baik China, AS, Australia, dan Inggris mulai muncul di perairan Laut China Selatan.
Sikap yang cukup tegas akhirnya baru disampaikan Pemerintah Indonesia dalam KTT ASEAN-Australia, Rabu (27/10/2021). Saat itu, Presiden Jokowi menyampaikan kekhawatiran Indonesia akan AUKUS dan pengembangan kapal selam nuklir Australia yang dinilai dapat memantik makin tingginya rivalitas di kawasan.
Baca juga: G-20, Indonesia, dan Remitansi
”Indonesia harus coba memainkan elegansi sehingga bisa memimpin suatu upaya menjembatani rivalitas yang sedang memanas supaya konstruktif, tidak hanya ekonomi nasional, tetapi juga dalam menangani persoalan geopolitik yang memanas di kawasan,” ucap Direktur Eksekutif Emerging Indonesia Project yang juga pengajar di Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga, Joko Susanto.
Indonesia harus coba memainkan elegansi sehingga bisa memimpin suatu upaya menjembatani rivalitas yang sedang memanas supaya konstruktif, tidak hanya ekonomi nasional, tetapi juga dalam menangani persoalan geopolitik yang memanas di kawasan.
Ketika semua negara mengalami kesulitan karena pandemi, Joko menilai masih terlalu mewah untuk mengharapkan manfaat konkret dari berbagai forum tingkat tinggi seperti KTT G-20 dan KTT ASEAN. ”Kita negara besar sudah waktunya kita berinvestasi dalam gagasan, pranata, tata kelola, dan mari menunjukkan leadership di situ. Kita harus coba mengisi ruang tengah yang kosong karena negara besar sibuk bertikai. Supaya G-20 tidak hanya jadi kenduri saja,” tambahnya.
Agar tak sekadar jadi kenduri, Indonesia sebagai pemegang kursi presidensi G-20 harus tegas memerankan peran menjembatani dan memfasilitasi semua kepentingan global. ”Situasi ini dijaga supaya tidak terjadi perang dingin dan kita bekerja di dalam sistem melalui G-20. Bagaimana mencairkan suasana menjadi jembatan, menjadi likuidator dari ketegangan-ketegangan rivalitas yang tidak produktif. Kita tidak hanya kontributif untuk kepentingan nasional saja,” ujar Joko.
Mampukah? Tentu harus mampu.