Pemerintah Tak Menolak Penindakan Penyelewengan Dana Covid-19
Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, tidak ada perubahan signifikan baik secara psikologi, hukum, maupun posisi pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 pasca-putusan MK pada Kamis (28/10/2021).
Oleh
susana rita
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak menolak dilakukannya penegakan hukum jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan dana penanggulangan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran bisa dibawa ke pengadilan.
”(Pemerintah) tidak akan menghalangi penegak hukum untuk melaksanakan tindakan hukum kalau memang ada penyalahgunaan terhadap keuangan Covid ini,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam jumpa pers yang disiarkan di kanal Youtube, Jumat (29/10/2021).
Mahfud menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi yang meluruskan norma Pasal 27 Ayat (1) dan (3) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Covid-19, Kamis (28/10/2021).
Kedua ketentuan tersebut, menurut MK, berpotensi menyebabkan penyelenggara negara mendapatkan imunitas saat melakukan penyalahgunaan keuangan negara. Hal ini disebabkan oleh adanya frasa yang menyatakan segala biaya untuk penanggulangan pandemi dan penanggulangan ekonomi nasional bukan merupakan kerugian negara. Pasal tersebut juga memberikan jaminan bahwa segala tindakan yang dilakukan (termasuk keputusan) penyelenggara negara terkait perppu Covid-19 tidak dapat dituntut di pengadilan tata usaha negara.
MK memaknai ulang kedua ketentuan tersebut. Menurut MK, biaya-biaya untuk penanganan Covid bukan merupakan kerugian negara, asalkan dilaksanakan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Demikian pula dengan tindakan para penyelenggara negara, tidak dapat digugat jika dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan yang ada.
Menurut Mahfud, tidak ada perubahan signifikan baik secara psikologi, hukum, maupun posisi pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 pasca-putusan MK. Sebab, putusan MK tersebut sebenarnya sudah sesuai dengan aturan-aturan yang ada, termasuk Lampiran UU No 2/2020.
Di dalam Pasal 27 Ayat 2 UU No 2/2020 telah disebutkan tentang syarat itikad baik dan harus sesuai dengan regulasi yang ada. Begitu pula di dalam undang-undang lain, ketentuan serupa sudah ada. Misalnya, di UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU Pengampunan Pajak, UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), UU Advokat, dan UU Bank Indonesia.
Pemerintah, ujarnya, tidak dalam posisi untuk menghalangi penegakan hukum bagi penyelewengan kekuasaan yang merugikan keuangan negara. Mahfud sempat menyebut kasus korupsi bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara yang kini telah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengapresiasi putusan MK yang memberi perubahan yang sangat substansial dalam perlindungan hukum. Para pengambil kebijakan tidak lagi mendapat hak imunitas penuh sehingga terbebas dari segala tuntutan saat menggunakan APBN untuk menanggulangi Covid-19 dan dampak-dampak sosial, pendidikan, ekonomi, serta lainnya.
”Mereka tidak lagi kebal hukum dan terbuka kemungkinan dikenakan gugatan hukum jika dalam pelaksanaannya ada unsur melanggar kaidah itikad baik dan melanggar peraturan perundang-undangan,” ujar Misbakhun.
Sebagai anggota DPR yang terlibat dalam proses-proses awal pembahasan APBN dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Misbakhun berjanji akan terus mengawal penerapan prinsip dan kaidah itikad baik serta peraturan perundang-undangan. Pengawalan itu akan dilakukan melalui rapat-rapat di DPR, khususnya Komisi XI dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), apalagi APBN dan PEN saat ini menjadi instrumen penting penggerak ekonomi.
Namun, ia berharap putusan MK tersebut tidak lantas membuat para pengambil keputusan (terkait APBN) menjadi takut, ragu-ragu, ciut nyali, serta tidak berani mengambil keputusan. Sebab, hal tersebut bisa mengakibatkan banyak program prorakyat dalam bentuk bantuan sosial, program penanganan pandemi seperi vaksinasi dan program pemulihan ekonomi nasional akan terganggu.
Putusan MK, ujarnya, sebaiknya diposisikan sebagai pengingat agar para pengambil kebijakan di segala level benar-benar bekerja dengan itikad baik untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
”Saat ini penggunaan anggaran negara tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan di luar kebaikan, apalagi sampai mengambil manfaat pribadi yang melanggar perundang-undangan,” katanya.