Uji Formil Kandas di MK, UU Minerba Tetap Sah dan Konstitusional
Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, Rabu (27/10/2021), MK menilai proses pembahasan dan pengesahan UU Minerba sudah sesuai dengan ketentuan UU Pembentukan Peranturan Perundang-undangan.
Oleh
SUSANA RITA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diajukan oleh dua anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, dan sejumlah pihak lainnya. Menurut MK, proses pembentukan UU Minerba sudah sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku.
Namun, putusan tersebut tidak bulat. Tiga hakim konstitusi, yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Saldi Isra, berpandangan bahwa permohonan pengujian formil terhadap UU Minerba tersebut seharusnya diterima. Salah satu alasannya adalah Rancangan Undang-undang Minerba tidak memenuhi syarat sebagai RUU carry over atau RUU yang pembahasannya dapat dilanjutkan oleh DPR periode berikutnya.
Namun, putusan tersebut tidak bulat. Tiga hakim konstitusi, yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Saldi Isra, berpandangan bahwa permohonan pengujian formil terhadap UU Minerba tersebut seharusnya diterima.
MK menolak permohonan yang diajukan oleh Alirman Sori dan Tamsil Linrung (keduanya merupakan anggota DPD RI), Erzaldi Rosman Djohan (Gubernur Kepulauan Bangka Belitung), Perkumpulan Syarikat Islam yang diwakili Hamdan Zoelva, Marwan Batubara, dan Budi Santoso (pemerhati persoalan pertambangan), serta Ilham Rifki Nurfajar dan M Andrean Saefudin (mahasiswa).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, Rabu (27/10/2021), MK menilai proses pembahasan dan pengesahan UU No 3/2020 sudah sesuai dengan ketentuan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Para pemohon mendalilkan bahwa RUU Minerba tidak memenuhi kualifikasi sebagai RUU carry over yang syarat-syaratnya diatur di dalam Pasal 71A UU No 15/2019. Pasal itu menyebutkan, untuk dapat dilakukan RUU carry over, pembahasan daftar isian masalah (DIM) harus sudah dilakukan dan hasil pembahasan disampaikan kepada DPR periode berikutnya. Menurut para pemohon, DPR periode lalu belum membahas DIM RUU Minerba mengingat DIM baru disampaikan oleh pemerintah lima hari menjelang masa jabatan DPR periode 2014-2019 berakhir.
Terkait dalil tersebut, MK memperhatikan keterangan yang disampaikan oleh pemerintah dan DPR. Dalam keterangannya, DPR menguraikan kronologis pembahasan RUU Minerba yang dimulai pada 10 April 2018 ketika DPR menyetujui RUU tersebut menjadi usulan Komisi VII. Keputusan ini ditindaklanjuti dengan surat DPR kepada presiden mengenai hal tersebut sehari berikutnya.
Selanjutnya, pada 15 Juni 2018, pemerintah mulai membahas RUU Minerba bersama DPR dan DPD setelah ada surat Presiden tertanggal 5 Juni 2018 tentang penunjukan sejumlah menteri untuk membahas bersama DPR, yakni Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Dalam Negeri.
Sejumlah rapat digelar untuk membahas RUU tersebut, seperti rapat dengar pendapat 19 Maret 2019, 12 September 2019, dan 25 September 2019. Pada 25 September tersebut, pemerintah menyerahkan DIM kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Panitia Kerja Pembahasan RUU Minerba.
MK juga memperhatikan keterangan yang menyatakan telah dilakukannya pembahasan DIM pada 18 Juli 2019. Hal ini mengacu pada risalah persidangan DPR yang memuat keterangan bahwa pemerintah telah menyampaikan jumlah DIM mencapai 884 poin.
Terkait dengan status carry over, MK mengacu pada rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan Menkumham pada 5 Desember 2019 yang menyepakati perubahan UU No 4/2019 tentang Minerba dilanjutkan DPR periode berikutnya sebagai RUU carry over. DPR pun menerangkan bahwa RUU tersebut telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 yang ditetapkan pada 17 Desember 2019 dan masuk ke dalam prolegnas prioritas tahun 2020. Dengan demikian, MK menyatakan bahwa dalil pemohon bahwa RUU Minerba tidak memenuhi syarat sebagai RUU luncuran DPR tidak beralasan menurut hukum.
Terhadap dalil kedua mengenai terlanggarnya asas keterbukaan dalam proses pembahasan RUU Minerba, MK tidak sependapat dengan hal tersebut. Menurut hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, tidak ada bukti yang dapat meyakinkan MK bahwa telah terjadi pelanggaran dalam hal tidak diberikannya akses atau kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan selama proses pembahasan RUU Minerba. Sebab, pemerintah dan DPR telah membuktikan bahwa pada masa perancangan RUU telah dilakukan sosialisasi dan diskusi publik sebagai perwujudan asas keterbukaan dan untuk menampung tanggapan publik dan stakeholder.
Dengan adanya putusan ini, UU Minerba tetap sah dan konstitusional. Pertimbangan dalam putusan No 60/PUU-XIX/2020 tersebut juga berlaku untuk permohonan serupa yang diajukan oleh pemohon lain.
Terkait dalil bahwa pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan DPD, MK menyatakan bahwa hal tersebut juga tidak terbukti. MK mengacu pada adanya Keputusan DPD No 32/DPD RI/III/2019-2020 tentang Pandangan dan Pendapat DPD tentang RUU Minerba. ”DPD secara institusional telah dilibatkan dalam pembahasan dan pengesahan RUU Minerba,” kata Enny.
Keterlibatan DPD juga sudah mewakili kepentingan daerah dalam pembahasan RUU Minerba. Ini sekaligus untuk menjawab keberatan pemohon mengenai tidak dilibatkannya pemerintah daerah dalam membahas RUU Minerba. Menurut MK, tidak ada ketentuan yang mewajibkan pembentuk UU harus melibatkan pemda dalam pembahasan dan pengesahan RUU. Kepentingan daerah telah diwakilkan kepada DPD yang dipilih secara demokratis untuk menyuarakannya.
Dengan adanya putusan ini, UU Minerba tetap sah dan konstitusional. Pertimbangan dalam putusan No 60/PUU-XIX/2020 tersebut juga berlaku untuk permohonan serupa yang diajukan oleh pemohon lain.